Share

Menjadi Istri Kedua Setelah Lari Dari Pertunangan
Menjadi Istri Kedua Setelah Lari Dari Pertunangan
Penulis: Ndin (Seichiko17)

1. PELARIAN NUR

"Terima kasih untuk juragan Surya, karena sudah berkenan meminang cucu saya yang bernama Nur. Dimana Nur ini cucu saya satu-satunya. Jadi saya berharap Nur dapat jodoh yang terbaik," suara Anis menggema di penjuru ruangan. Wanita berusia 63 tahun itu terlihat percaya diri dan santun.

"Nur?" panggil lelaki bertubuh tinggi dengan brewok rapi menghiasi wajah. Lelaki itu bernama Surya Pradipta, juragan paling kaya yang sebelumnya pernah menikah sebanyak 2x di desa Nur.

"Terima kasih Mas Surya," kata Nur singkat tanpa embel-embel seperti Neneknya.

Surya menatap Nur dengan penuh kasih, kemudian matanya menatap sekeliling. "Semuanya, silahkan menikmati hidangan yang telah disediakan. Maaf karena saya harus menjamu para tamu dari kota."

Seluruh warga bersorak riang, berhamburan mengambil segala menu prasmanan yang tersaji. Tanpa mempedulikan lagi apa yang terjadi di atas panggung.

"Kamu dan Eyang tunggu di dalam kamar saja. Nanti setelah jamuan dengan tamu dari kota selesai, saya akan menemui kamu lagi," Surya menundukkan tubuh agar sejajar dengan Nur.

Sepasang mata yang sejak acara dimulai selalu menunduk, kini baru mendongak dan menatap punggung Surya yang telah berlalu. 'Maaf...' batin Nur.

Di sepanjang perjalanan dari aula menuju kamar, Nur memperhatikan suasana sekitar. Aman, tidak ada penjaga. Rupanya Surya terlalu percaya, atau justru meremehkan Nur.

"Hati-hati Nur, semoga suatu saat kamu kembali ke sini, " Anis menggenggam jemari Nur. Berat berpisah dengan cucunya, namun gadis muda ini masih punya jalan yang panjang.

"Maafin Nur ya Eyang, Nur pasti kembali." Nur memeluk tubuh kurus yang hari ini terlihat sangat cantik berkat orang suruhan Surya.

Tidak ingin membuang waktu, Nur berjingkat menuju parkiran mobil untuk mencari mobil Hilux ber-plat kota sesuai instruksi Arya, kakak sepupu dan orang kedua yang tahu rencana besar Nur pada malam ini. Dinaiki bagian belakang mobil yang terbuka, merebahkan tubuh dan menutupnya menggunakan kain hitam dan menyisakan sedikit pada bagian wajah untuk bernafas.

Sudah 15 menit Nur berdiam diri, hingga terdengar suara beberapa orang berjalan menuju parkiran. Suara Surya, dengan seorang lelaki yang entah siapa, namun suaranya terdengar merdu di telinga.

"Sudah siap, Pak?" tanya Arya pada lelaki bersuara merdu itu.

"Sudah," jawabnya singkat.

Mobil melaju perlahan, bersamaan dengan deru nafas Nur yang berpacu melewati gerbang rumah dengan suara pengawal yang bertanya pada Arya. Pemeriksaan selesai tanpa menyentuh bagian belakang mobil.

Setengah jam berlalu, tubuh Nur masih aman karena mobil ini tahan guncangan meski jalan di desanya termasuk terjal. Hingga kembali Arya menjelaskan pada petugas pemeriksa. Dari suaranya, mereka seperti sudah sampai di pelabuhan. Terdengar suara ombak yang menghantam batu karang.

Arya dan lelaki itu turun, meninggalkan Nur di parkiran bawah kapal. Hingga kapal berjalan, Nur baru berani memunculkan wajah, berusaha menghirup udara laut yang menenangkan. Arya bilang, ketika tengah malam Nur baru boleh berjalan menuju kamar Bu Siti, koki sekaligus satu-satunya wanita yang bekerja di kapal ini.

Pagi hari...

Suara perut yang lapar membuat Nur terbangun. Tubuhnya terasa kaku dan gatal, oh ternyata dia masih berada di atas mobil. Semalam tidak kuat menahan kantuk untuk menunggu tengah malam.

Mata Nur memandang sekitar, aman. Kakinya turun dan kembali berjingkat mengikuti tanda panah yang mengarah pada dapur. Bu Siti pasti ada di sana, pikirnya.

Nur berjalan perlahan. Hingga ada suara kencang yang berasal dari kamar yang baru sama dia lewati. Refleks Nur bersembunyi di balik gorden hitam.

BRAK!

"CUKUP MAS, AKU SUDAH NGGAK SANGGUP LAGI HIDUP SAMA KAMU!" jerit seorang wanita dengan tangis kencang.

"Kita sudah bahas ini berkali-kali, Diana. Kamu tahu pasti jawaban aku apa!" sentak sang lelaki.

"Aku nggak akan bisa punya anak Mas, aku sudah operasi pengangkatan rahim. Aku nggak akan bisa jadi seperti yang kalian mau! Jadi tolong... Bebaskan aku."

"Diana, kamu tahu betapa besar rasa cintaku..."

Tidak sanggup mendengar masalah orang lain terlalu dalam, Nur berjalan menjauhi kamar itu. Dadanya terasa sesak. Kenapa permasalahan rumah tangga begitu pelik? Sudah paling benar keputusan Nur untuk menolak Surya mentah-mentah.

Masih terkejut dengan pendengarannya, tidak disangka saat berbelok Nur bertemu Arya. Segera ditariknya Nur menuju kamar kecil yang tadi sempat Nur lewati. Di dalamnya ada seorang wanita berusia 50 tahunan yang sedang bersiap.

"Bu Siti, ini adik sepupuku. Namanya Nur," Arya mengenalkan Nur pada Siti.

"Nur, Bu."

Siti tersenyum ramah. Dia memindai penampilan Nur yang terlihat mencolok. Menggunakan midi dress brukat dengan rambut yang dikepang dan pita kecil. Manis dan cantik, meski terlihat agak berantakan.

"Nur, apapun yang kamu ketahui di sini adalah rahasia. Jadi apapun itu, jangan sampai bicara sembarangan. Sekarang kamu makan, habis itu ganti pakaian dan bantu saya bersihkan bagian buritan ya."

Nur yang pintar dengan cepat melakukan apa yang Siti instruksikan. Kini Nur memakai celana kedodoran dan kaos oblong yang sedikit kumal milik Bu Siti, serta membawa satu set alat pembersih lantai.

"Loh, loh, kak..." pekik Nur ketika melihat seorang wanita yang berdiri di pagar samping yang hanya setinggi pinggang.

Wanita itu menoleh, memperlihatkan pahatan wajah yang sempurna. Sangat cantik. Bukan hanya wajah, tubuh serta pakaiannya pun terlihat sempurna.

"Jangan mendekat!" teriak wanita itu.

"Pegang tangan aku, Kak. Ya?" Nur mendekat, dia yakin wanita itu tidak berani meloncat di laut lepas. Aih, melongok saja sudah membuat lutut Nur bergetar.

Saat Nur semakin maju, terdengar suara beberapa orang menyusul di belakang Nur.

"DIANA, APA YANG MAU KAMU LAKUKAN?!" bentak seorang lelaki.

Degh, jantung Nur bertalu. Jadi mereka berdua ini adalah pasangan yang tadi sempat bertengkar di dalam kamar? Nur kembali maju, pasti wanita ini lebih memilih Nur ketimbang suami galaknya itu.

"Ayo Kak, pegang tangan aku..." Nur menjulurkan tangan.

Diana menangis tersedu, matanya menatap sang suami dengan kepedihan teramat sangat. "Maaf Mas... Aku pergi..."

BYUR!

Diana lompat ketika jaraknya dengan Nur sebatas dua meter.

"AAAAAA!" Nur menjerit histeris melihat adegan loncat di hadapannya. "Kak, Kak..." Nur melongok ke bawah, tepat dimana Diana melompat. Namun tidak ada tanda apapun. Tubuh Nur perlahan terduduk, kakinya dia tekuk dan tangisannya terdengar pilu. Meski begitu, tidak ada yang peduli padanya. Mereka menganggap Nur hanyalah petugas kapal yang tidak bermatabat.

"Berapa jarak ke pelabuhan terdekat?" lelaki arogan itu bertanya pada Arya, sang tangan kanan.

"Lima belas menit lagi Pak Bryan, haruskah kita turunkan tim penyelamat untuk Bu Diana?" Arya sudah memperkirakan jarak dari lokasinya saat ini ke pelabuhan terdekat.

"Tidak perlu, seorang atlet renang tidak akan tenggelam di laut!" Bryan melengos, tidak ingin melihat lokasi drama pagi ini. Baru dua langkah, kemudian dia teringat gadis muda yang masih menangis di pagar pembatas.

"Ada apa Pak?" tanya Arya yang ikut berhenti.

"Bawa gadis itu ke ruangan saya," Bryan menunjuk Nur dengan dagunya. Gadis itu bahkan tidak memperhatikan suasana sekitar karena masih asik menangisi Diana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status