Share

3. TERTIPU OLEH BUAYA

"Oh, pasti Bapak bercanda. Harusnya saya jadi pelayan, atau kacung di rumah Bapak. Begitu kan?" wajah Nur masih datar. Dia tidak se-percaya diri itu diberi pekerjaan untuk jadi istri kedua dari pria yang tinggi, tampan dan terlihat kaya raya.

Bryan menatap Nur seperti ingin menusuk. Apa wajahnya terlihat seperti bercanda?

"Pak?" Nur kembali memperjelas.

Tidak menjawab, Bryan meminta Arya untuk membereskan berkasnya. Kemudian dia berdiri, memberi kode kepada Nur untuk mengikuti. "Kita lanjutkan pembicaraanya di rumah."

Petugas Lapas muncul di sebelah Bryan dan menunduk ketika melihat Bryan keluar ruangan. "Sudah selesai Pak? Jadi sepupu Bapak kapan mau PKL di sini?" lelaki bernama Irawan bertanya dengan hormat kepada Bryan dan Nur.

"PKL?" Nur tidak dapat menahan bibirnya untuk bertanya.

"Iya, Pak Bryan datang ke sini karena menemani Kak Nur untuk survey tempat PKL kan? Beruntung banget punya sepupu seperti Pak Bryan."

Nur menatap Bryan yang masih memasang wajah tenang tak terbaca. Kali ini bolehkah Nur marah pada Bryan?

"Biar asisten saya cek dulu Pak, kalau jadi nanti diinfokan lagi ya. Terima kasih sudah boleh berkunjung, kami pamit dulu."

"Siap, Pak! Dengan senang hati."

Di dalam mobil Hummer yang membelah jalan kota, Nur terdiam di sebelah Arya yang fokus menyetir. Sedangkan Bryan sendiri duduk di kursi belakang, sibuk mengecek tab pekerjaan tanpa peduli pada diamnya Nur.

Untuk kali ini, Nur merasa tertipu oleh buaya. Pantas Nur diminta berganti pakaian terlebih dahulu, agar dia tidak dicurigai ketika diakui sebagai sepupu Bryan. Yang harus digarisbawahi, sejak awal Bryan membawa Nur ke Lapas memang bukan untuk menjebloskan, melainkan untuk mengintimidasi Nur agar menandatangani surat perjanjian yang tidak masuk akal.

"Mau minum Nur?" Arya bertanya pada Nur yang terus diam sejak 2 jam lalu. Perjalanan mereka masih setengah jam lagi sebelum sampai tujuan.

Nur menggeleng. "Enggak, Pak."

Tidak tahu ini dimana, tapi berupa dataran tinggi. Sudah beda kota lagi dengan pelabuhan tempat mereka tiba tadi pagi.

Mobil memasuki portal besar dengan beberapa penjaga, berjalan melewati jalur berkelok-kelok tanpa rumah sama sekali, hanya dikelilingi pohon dan tebing khas dataran tinggi. Barulah di ujung atas ada beberapa rumah mewah dengan jarak agak berjauhan yang ditandai dengan cahaya lampu.

Tanpa bicara, Nur mengikuti Bryan masuk ke dalam sebuah rumah yang dijaga oleh 2 security. Bangunannya berupa villa yang tidak terlalu luas, namun berbentuk minimalis tropis seperti di tepi pantai. Arya memilih duduk di dalam pos, menyesap kopi hitam yang sudah dibuatkan oleh Ibu Penjaga villa ketika mendapat info bahwa Bapak Bryan akan datang.

Masuk ke dalam pintu utama, disambut sofa ruang tamu dan ruang makan mungil dengan empat kursi di area terbuka tanpa tembok, sedangkan dihadapan ruangan itu ada halaman untuk barbeque, kolam renang, dan jurang?

Bryan mengambil posisi duduk di sofa, memperhatikan Nur yang terlihat takjub pada villa miliknya.

Baru kali ini Nur melihat rumah yang begitu nyaman. Apa dia akan tinggal di sini?

"Nursyila Shanum..." Bryan menyebutkan nama lengkap Nur. Gadis ini memiliki nama yang begitu indah dan kekinian, tapi kenapa nama panggilannya malah Nur?

Nur berdiri tepat di hadapan Bryan, menatap tajam tanpa menyahut panggilan Bryan.

"Saya serius tentang pekerjaan kamu."

Berusaha menahan tangis, Nur hanya bisa mempertanyakan keputusan Bryan. "Kenapa Pak?"

"Istri saya nggak bisa hamil karena melakukan operasi angkat rahim. Jadi saya perlu seseorang untuk menggantikan dia, dalam hal memiliki anak." Bryan mulai mengganti kalimatnya menjadi lebih santai.

Perkataan Bryan memang sama dengan yang Nur dengar dari dalam kamar tertutup saat di kapal. Diana sudah operasi angkat rahim, dia tidak akan pernah bisa menjadi seperti yang keluarga Bryan harapkan. Sebegitu pentingkah seorang anak bagi orang kaya?

Kaki Nur gemetar, membuatnya duduk bersimpuh di hadapan Bryan. "Kalau Bapak begitu cinta sama istri Bapak... Aw!" pekik Nur ketika kedua lengannya tiba-tiba dicengkram oleh Bryan.

"Ini bukan masalah saya cinta atau enggak sama istri saya. Tapi saya mau anak, darah daging saya sendiri, dan itu nggak bisa saya dapatkan dari Diana. Jadi saya akan cari perempuan lain untuk memiliki anak!" Sepasang mata indah Bryan merah menahan amarah.

Nur tidak paham, kenapa ketika mereka berdua saling berhadapan, Bryan terlihat begitu emosional. Seakan mereka adalah musuh bebuyutan di masa lalu. Padahal mereka hanyalah dua orang yang sebelumnya tidak saling kenal.

Melihat mata Bryan yang membius, sempat-sempatnya Nur berpikir alangkah betapa tampan jika dia memiliki anak dari lelaki ini.

"Tapi..." Bryan melanjutkan kembali kalimatnya.

Segera Nur memalingkan wajah, jantungnya yang tadi berdetak kencang kini sudah kembali normal.

"Itu semua tergantung hasil medical check up kamu. Kalau hasilnya ada yang nggak bagus, mungkin saya akan mempekerjakan kamu di hutan ini sebagai penjaga villa gantiin Bik Anih." Bryan tidak ingin membeli kucing dalam karung.

Ah iya, Nur pernah belajar jika seseorang mau mempersiapkan kehamilan, ada banyak tes yang harus dijalani. Nur cukup tenang. Mungkin kalau dia jadi penjaga villa, dia bisa mengajak Eyang untuk tinggal di sini.

"Oke, kalau aku jadi penjaga villa apa boleh ajak Eyang kerja di sini juga Pak?"

Bryan yang tadinya sudah melonggarkan pegangannya, kini kembali mencengkeram. Orang gila mana yang lebih memilih jadi penjaga villa daripada istri kedua seorang Bryan Al Ghifari?

"Sakit Pak..." Rintih Nur. Dia hanya bicara apa adanya dan mendapatkan rasa sakit lagi dari Bryan.

Pantas Diana lebih memilih kabur, batin Nur.

Setelah memastikan Nur tidak merintih lagi, Bryan melepaskan cengkramannya. Bryan berdiri dan memanggil Anih, kemudian memberikan banyak perintah yang berkaitan dengan Nur.

"Baik, siap Pak!" Anih begitu semangat mendapatkan mandat baru dari bos. Selama ini Anih hanya diberi tugas membersihkan villa yang dikunjungi setahun sekali. Meski dia sendiri agak bingung dengan identitas perempuan muda ini. Tak apalah, biar itu menjadi privacy Pak Bosnya. Yang penting Anih menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, yaitu menjaga Nur 24 jam nonstop sampai bos memberikan mandat selanjutnya.

Nur berdiri di sudut dekat pintu keluar, melihat Anih dengan gesit mengerjakan tugas dari Bryan. Dimulai dengan membersihkan kamar untuk Nur.

"Kamu di sini sampai saya beri tugas selanjutnya," ujar Bryan sambil berjalan mendekati Nur. Kemudian dia menundukkan tubuh dan berbicara tepat di telinga Nur. "Dan... Diana kabur bukan karena sifat saya, melainkan karena dia sendiri yang terlalu pengecut."

Setelah itu Bryan melenggang keluar ruangan. Meninggalkan Nur yang terkejut, tidak menyangka Bryan dapat membaca pikirannya.

"Gawat! Gawat!" Nur menepok jidatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status