Share

4. HALAH, SAMA-SAMA ORANG DESA!

"Kak Nur, asalnya darimana? Dari kota ya?" Anih menyapa Nur dengan ramah. Sejak diberi perintah Bryan untuk menjaga Nur, Anih tidak mengijinkan Nur mengerjakan apapun. Sedangkan Anih sibuk mondar-mandir, membersihkan ruangan disela memasak untuk makan malam.

"Dari desa seberang pulau," Nur masih bingung harus memanggil Bik seperti Bryan atau tidak, dia kan bukan bosnya Anih.

Anih terkikik, paham dengan kegalauan panggilan dari Nur. "Panggil Bik Anih aja Kak, sama kayak Pak Bryan. Kak Nur itu kan tamunya Pak Bryan. Kalau saya asalnya dari desa di bawah bukit ini."

Nur menoleh dan tersenyum hangat, orang desa seperti dirinya merasa terhormat ketika dihargai oleh orang lain. Bik Anih benar-benar orang baik. "Iya Bik, makasih. Berarti enak ya Bik, kerjanya dekat."

"Jauh dekat sama saja asalkan punya kerjaan. Oh iya, Kak Nur mau mandi dulu apa gimana? Nanti selesai mandi bisa langsung makan." Beberapa kali melewati Nur, Anih merasa ada aroma asam yang menyeruak. Pasti Nur habis dari perjalanan jauh, wajahnya pun sudah kucel.

Sadar dengan teguran dari Anih, Nur mengendus pakaiannya. Hemn, dia merasa seperti kambing kurban. Aroma prengus menyeruak karena tadi pagi Arya tidak memberi deodorant dan minyak wangi ketika memberikan pakaian ganti untuk Nur. "Hehehe, aku mandi dulu ya Bik. Aku bisa pakai kamar yang mana?"

Anih menunjukkan kamar yang berukuran paling besar di sebelah kanan. "Ini Kak. Di dalam lemari juga ada baju dan perlengkapan yang sudah disiapin sama orangnya Pak Bryan tadi pagi."

Disiapin tadi pagi? Apa Bryan seyakin itu kalau Nur akan menerima tawarannya?

Kamarnya tidak terlalu besar. Berisi tempat tidur ukuran queen dengan selimut tebal dan nakas yang menempel dengan tempat tidur. Di sebelah tempat tidur ada undakan tangga menuju pintu kamar mandi dan area untuk lemari pakaian serta cermin besar yang estetik.

Ruangan mungil yang nyaman.

Di dalam kamar mandi ada bath up kecil serta shower. Nur sudah membayangkan akan bersantai di kamar mandi. Dan jangan lupakan peralatan mandi serta sabun yang lengkap dan harum. Tidak pernah Nur mencium aroma sewangi ini saat di desa.

Wajah Nur terlihat memerah dan tubuhnya beraroma harum, kucelnya sejak semalam berganti kesegaran. Nur memakai setelan piyama panjang dengan rambut lurus sebawah pundaknya tergerai lembut, membuat Nur seperti anak SMP.

"Makan dulu Kak," Anih sudah sedang merapikan makanan di atas meja makan, pakaiannya pun sudah berganti. Anih mengerjakan semuanya dengan cepat ketika Nur di dalam kamar.

"Makan bareng aja ya Bik," tawar Nur. Toh beberapa waktu lagi dia akan menjadi pegawai seperti Anih.

"Kak Nur saja, saya sudah makan tadi."

"Iya." Nur tidak pandai berbasa-basi, jadi hanya menjawab sekenanya. Nur sempat menoleh dan Anih sesekali menatapnya sambil cengengesan.

Anih membersihkan meja makan, sementara Nur duduk di sofa dan menonton acara kartun di tv. Mereka saling diam diiringi suara jangkrik dan pemandangan barisan siluet pohon.

Anih duduk di undakan tangga sebelah sofa. "Ternyata Kak Nur itu beneran cantik," puji Anih saat melihat Nur keluar kamar tadi. Walau tubuhnya agak kurus, wajah Nur yang bulat oval tidak membuat kerempeng.

Malam pertama di villa, Nur berbincang pada Anih. Tentang suasana desa mereka masing-masing, bagaimana kehidupan mereka. Tanpa terasa jam menunjukkan pukul 10 malam. Anih meminta Nur untuk tidur, besok pagi Anih mau memberitahu bagaimana cantiknya sunrise di villa ini.

Tidak ada ponsel, tidak ada tv, di dalam kamar hanya ada satu buku catatan, majalah dan alat tulis di dalam laci. Nur menuliskan beberapa kalimat di dalamnya sebelum pergi ke alam mimpi. Mulai sekarang, buku ini akan jadi teman terbaiknya.

"Kak, Kak Nur."

Suara ketukan dan panggilan pelan di pintu membuat Nur terbangun. Merasa sudah tidur cukup lama, Nur yakin kalau saat ini sudah pagi. Saatnya dia mengikuti apa kata Bik Anih, bengong dengan pemandangan matahari terbit.

"Wahhh..." Nur begitu takjub dengan pemandangan di sebelah kiri. Matahari yang perlahan naik menembus sang gelap. Ditemani kopi susu panas dan pisang kepok goreng yang masih mengeluarkan uap, baru matang.

Sunrise di sini jadi terbaik kedua setelah balkon rumah Surya. Saat dimana pagi itu wajah Nur tertimpa hangat cahaya mentari, dengan Surya yang telah cukur rambut dan tampak lebih muda dari usianya. Hampir saja Nur merasa bahwa dia jatuh cinta pada Surya.

"Cakep kan Kak. Nanti malem juga cantik, gimana kalau kita barbeque-an?" Lagi, Anih duduk di undakan tangga dekat sofa.

Krek, pintu yang menghubungkan halaman belakang terbuka. Menampilkan seorang lelaki yang usianya terlihat tidak jauh dari Nur.

"Misi Mak, mau kuras kolam." Lelaki itu berdiri dengan wajah tertunduk dan menatap Nur takut.

Anih sedikit terkejut melihat Dimas keponakannya muncul. Ya memang hari ini jadwal Dimas bersih-bersih kolam renang, tapi kan ada Nur.

Nur merasa aneh dengan tatapan Dimas yang menyeramkan, padahal Nur curi dengar kalau Anih meminta Dimas menghargai Nur sebagai tamu dari bos mereka.

Tidak mau dipandang Dimas terus menerus, Nur pamit ke dalam kamar dengan membawa pisang yang masih ada di piring. Tidak lupa seluruh gorden dia tutup hingga tidak ada celah yang dapat diintip dari luar.

"Hemn..." Nur terduduk di tempat tidur dengan membawa buku catatan. Dia mau menulis lagi. Tentang perasaan galau ya selama beberapa hari ini. Siapa suruh Nur kabur lupa membawa ponsel!

Nur tidur selama 2 jam, kemudian terbangun karena perutnya melilit. Keluarlah sebuah gumpalan darah saat dirinya cek di dalam kamar mandi. Ternyata Nur datang bulan. Begitu kacau mood-nya hingga lupa tanggalan.

Di dalam lemari terdapat cukup banyak pakaian, perlengkapan mandi, skincare, make up, namun tidak ada pembalut di sana. Mau tidak mau Nur keluar kamar dan bertanya apakah Bik Anih memiliki benda itu. Hasilnya nihil, Bik Anih sudah menopouse.

"Apa saya boleh ke minimarket sama Dimas Kak? Kebetulan Dimas bawa motor. Kalau pergi 15 menitan boleh kan?" Anih memberi solusi.

Tanpa bertanya Bryan, Nur main asal acc. Setidaknya dia tidak di dalam sini hanya berdua Dimas.

Melihat Anih dan Dimas pergi, serta berpamitan pada security, Nur kembali masuk ke dalam kamar.

5 menit kemudian hujan turun. Nur mengintip dari balik gorden.

Nur sedang asik memandang rintik hujan, hingga satu teriakan menggema diikuti gedoran pada pintu kamar Nur.

"Kak Nur, Kak Nur, buka..." Ujar Dimas.

Begitu kaget Nur membuka pintu, dia kira Bik Anih ada juga, ternyata hanya Dimas. Ditariknya tangan Nur keluar kamar.

"Mak minta saya ambil arang di halaman. Jalurnya lewat sini kan? Lewat kamar Mak kan?!" Tenaga Dimas terlalu kuat dibanding Nur.

Feeling Nur benar tentang lelaki urakan dan bau apek ini. Brengswk!

Nur meronta tidak mau masuk ke dalam kamar Bik Anih yang tidak terjangkau CCTV. "LEPAS!" jerit Nur bersahutan dengan suara petir.

"Halah, sama-sama orang desa! Nggak usah sombong! Kamu pasti ani-ani kan?!" Dimas berusaha menarik tangan Nur dengan terus mengoceh dengan kalimat yang menyakitkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status