Abian hanya menatap datar saat melihat Miranda tersenyum senang dengan ponsel baru yang ada di tangan. Gadis itu terlihat bahagia dengan ponsel limited seharga 50 juta yang baru saja dibelikan oleh Abian."Suka?" celetuk pria itu. Masih dengan tatapan yang datar karena Abian tak tahu harus memberi reaksi apa atas sikap Miranda yang menurutnya sangat berlebihan."Jelas suka banget. Ponsel ini udah aku incer dari bulan lalu. Makasih ya!""Hmmm," jawab Abian dengan dehaman. Spontan perempuan itu mendongak tidak senang. "Kok cuma hmm doang? Kamu nyesel beliin aku hape mahal ini?" kesal gadis itu."Apaan si, Mir? Terus aku harus kasih reaksi apaan?" Abian menarik gelas mix jus di depannya. Sekarang mereka sedang ada di sebuah restoran dan menikmati makan siang bersama."Terserah kamu! Yang penting jangan cemberut. Aku jadi ngerasa kamu gak rela beliin aku hape!""Kalau nggak rela aku gak bakalan ada di sini buat nurutin permintaan kamu,," balas Abian logis."Hmmm. Terus aja ketus sama aku!
"Kamu berani nolak pemberian aku?" tanya Abian geram.Diana menatap pria itu dengan berani. "Iya. Soalnya aku nggak mau tinggal di apartemen Mas Abian lagi! Aku nggak betah tinggal di sana!""Alasannya?" Pria bertubuh jangkung itu menaikkan sebelah alis. Entah sejak kapan Diana pintar bicara dengan bahasa non formal, tapi menurut Abian lebih baik Diana menggunakan bahasa santai seperti ini agar pembicaraan mereka tidak terlalu kaku seperti biasanya."Harus berapa kali aku bilang alasannya? Aku nggak mau mata aku yang suci ternodai karena kemesuman kalian! Pokoknya selama Mbak Miranda masih sering nginap di apartemen itu aku nggak mau ikutan tinggal di sana!""Ngomong saja cemburu," cibir Abian. Dia kembali melajukan mobilnya tanpa memedulikan wajah Diana yang berubah kesal karena mendengar tuduhannya."Siapa yang cemburu? Aku bahkan tidak peduli Mas Abian mau dekat dengan siapa pun. Andai Mas Abian punya pacar 10 pun aku tidak peduli," balasnya dengan suara sewot.Mendapat jawaban sep
Sesampainya di kamar mereka, Abian menyeret tangan gadis itu dengan kasar lalu mendorongnya ke tengah ranjang."Kenapa kamu mau nerima tawaran Kakek? Harusnya kamu bicarakan dulu padaku sebelum menjawab iya!" Pria itu menyentak Diana dengan tatapan marah."Maaf Mas! Aku juga bingung mau jawab apa," kilah Diana. Padahal dia memang berminat menerima tawaran itu sejak awal. "Kalau sudah begini sekarang aku yang repot. Kamu pikir masuk universitas gampang?""Aku akan berusaha Mas," jawab Diana dengan polosnya.Abian memandang remeh gadis di depannya ini. "Kamu cuma tamatan SMP. Mau usaha sampai jungkir balik pun percuma. Kemungkinan kamu diterima di universitas sangat kecil.""Meskipun kecil tapi masih ada kemungkinan kan Mas? Aku janji aku akan berusaha memanfaatkan kemungkinan kecil itu supaya aku tidak mengecewakan Mas Abian. Aku janji akan berusaha semaksimal mungkin," tekadnya.Abian membuang napas kasar. Karena capek berdebat dia gegas ke kamar mandi untuk mandi dan mendinginkan pik
Diana mematung di depan lemari sambil memilah baju yang akan dipakai nanti. Tak ada baju yang menurutnya cocok. Baju-baju yang ada di lemari terlalu bagus untuk Diana yang menurutnya B aja."Aku pakai baju yang mana?"Anak remaja itu iseng mengambil satu baju yang bahannya mirip saringan santen di kampungnya. Warnanya pink, dan terdapat dua pita gemoy di bagian pinggang. "Baju beginian siapa yang mau pakai?" Gadis itu terkekeh geli saat menempelkan baju itu ke tubuhnya yang masih dibalut handuk. "Kok ada orang berpikiran pengin pakai baju model begini?"Saat Diana sedang mematut-matut baju itu ke tubuhnya, tiba-tiba pintu terbuka. Diana mendongak hingga tatapannya saling bertemu dengan Abian. "Kenapa tidak dikunci?" tanya Abian dengan alis meninggi satu. Tadi bajunya kena tumpahan kopi, dan ia berniat mengambil kaos bersih yang baru. Sungguh ia tidak berpikir ada Diana karena pintunya tidak dikunci."Memang harus dikunci?" Diana menunduk malu. Tanpa sadar tangannya memeluk pakain be
Di jamuan makan malam, Abian sedikit merasa aneh dengan reaksi tubuhnya sendiri yang tidak seperti biasanya. Entah salah makan atau apa, yang jelas sejak tadi duduk lelaki itu tidak tenang. Dia terus bergeser ke sana ke mari sembari membenarkan posisi duduknya yang selalu dirasa salah.Diana sampai mengernyit heran mendengar tingkah Abian yang tidak biasa. Ia ingin bertanya, tapi sepertinya Diana tidak seakrab itu dengan Abian sampai berani menanyakan hal yang menurutnya kurang penting.Abian tiba-tiba berdiri sambil mengibas-ngibaskan tangan. Wajah lelaki itu memerah seperti orang kepanasan."Mas Abian kenapa?" tegur Diana sok perhatian. Lebih tepatnya ia pura-pura perhatian supaya terkesan seperti seorang istri sungguhan di depan Kakek Bram."Aku nggak papa! Karena sudah selesai makan aku mau pamit istirahat duluan!" Buru-buru Abian melangkah menuju kamar. Pria itu masih terus mengibaskan tangan seperti orang kepanasan.Diana yang sudah selesai makan hendak menyusul, tapi Kakek Bram
"Cepat bantu aku sebelum aku hilang kendali dan memperkosamu! Kau tidak mau hal itu sampai terjadi kan?""A a aku harus gimana?" Diana menatap takut-takut. Dia bersiap lari ke luar jika Abian sampai berani melakukan hal yang tidak-tidak."Ikuti perintahku!' seru Abian lalu terduduk. Dengan gerakan cepat lelaki itu membuka celana dan mengeluarkan senjata nuklir yang sejat tadi meronta-ronta minta dilepaskan. Sontak Diana membeliak saat melihat pemandangan itu. Samar-samar matanya menangkap batang menjijikan yang tampak seperti monster hidup. Benda itu mengacung dengan tegak dan bergerak dengan cara mengerikan."Mas Abian mau ngapain?" Diana langsung memalingkan wajah. Dia jijik melihat kepemilikin seorang pria untuk pertama kalinya.Sambil memegang senjatanya Abian menarik tangan Diana dengan tatapan mengiba. "Masukan ini ke mulutmu!""Apa? Mas Abian sudah gila?"Diana yang masih sangat polos jelas terkejut mendengarnya. Permintaan Abian terlalu menjijikan dan di luar jangkauan otak po
Pelampiasan Dasyat itu membuat Abian terkapar di tengah ranjang sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Mata pria itu masih terpejam merasakan sisa-sisa kenikmatan yang baru saja ia rasakan untuk pertama kali.Ya, ini adalah pertama kalinya Abian mendapat service fore play dari seorang wanita. Meski Miranda sering menawarkan diri tapi Abian selalu berhasil menolaknya. Samar-samar abian mendengar suara Diana yang sedang mengeluarkan isi perut di kamar mandi. Di sisi lain ia cukup prihatin karena harus mengotori kepolosan gadis itu, tapi tak dipungkiri Abian sangat puas walau anunya sedikit ngilu ketabrak gigi milik Diana. Bagi Abian itu tidak jadi masalah.Untuk seorang pemula Abian akui Diana cukup lihai dalam memuaskan laki-laki. Buktinya Abian sangat puas meski anunya belum sepenuhnya tertidur. Ia masih dalam pengaruh efek obat, tapi setidak sekarang Abian mampu mengendalikan dirinya dengan benar. Dia tidak sebrutal tadi saat hasratnya belum tersalurkan sama sekali.Abian mencoba du
"Jangan Mas! Perjanjian awal kita tidak begini!" tahan Diana. Abian sendiri juga sedang berusaha menahan hasrat yang menggebu-gebu. Dia juga tidak ingin mengambil keperawanan gadis yang tidak ia cintai sama sekali walau Abian sangat-sangat menginginkannya saat ini."Kalau begitu terus mendesah. Aku akan berusaha menahan hasratku!" Abian mulai menurunkan risleting Diana lalu menurunkan dress milik gadis itu. "Jangan Mas. Tolong jangan lakukan itu!" pinta Diana terus menggeleng takut."Aku tidak akan macam-macam. Percayalah padaku," mohon Abian yang jelas tidak bisa dipercaya sama sekali. Ini saja ia sudah berani menurunkan dress milik Diana. Lalu apa lagi yang akan dia lakukan kalau sudah begini?"Percayalah padaku Diana. Aku cuma mau membuat kamu mendesah agar Kakek segera pergi dari pintu kamar kita," bisik Abian. Diana terpaksa melemaskan pertahanannya. Dia membiarkan tangan kekar Abian melucuti dressnya ke bawah lalu membuka pengait bra hingga dua benda kenyal itu terbebas dari