"Apa yang kamu lakukan di tempat ini, Melani? Tempat ini tidak cocok untuk perempuan sepertimu. Ayo! Aku akan mengantarmu pulang," ucap Deon tegas. Dia melirik Melani yang sedang menatap lelaki pemabuk yang terkapar di atas lantai. Johan mulai menggerakkan tangannya. Saat dia membuka mata, Melani adalah yang pertama diliriknya. "Melani?" gumamnya sembari tersenyum lirih. Senyumnya menghilang saat dia melihat Deon berada di sebelah Melani. Melani berjalan maju, semakin mendekat pada Johan. "Apa yang kamu lakukan di sini? Pulanglah! Tidak sepantasnya kamu berada di tempat seperti ini," ujar Melani menatap lekat Johan. Dia ingin membantu Johan dengan menjulurkan tangannya, menawarkan bantuan pada Johan untuk membantunya berdiri, tetapi niatnya urung karena dia teringat bahwa Johan bukan lagi suaminya. Johan tersenyum melihat Melani yang berjalan semakin mendekat. Dia memegangi lantai dan mencoba untuk mengangkat tubuhnya. Menatap lembut Melani seraya berkata, "Akhirnya kamu datang k
"Apa yang Anda ingikan?" Melani bertanya ragu-ragu pada Deon. Dia menatap Deon yang berdiri dingin di hadapannya. Deon memajukan wajahnya mendekati Melani. "Aku menginginkan dirimu," ucapnya sembari tersenyum lembut dan mengedipkan mata. Melani dibuat merinding saat hembusan napas Deon yang begitu maskulin menghangatkan wajah hingga telinganya. Sesaat ada yang bergetar di dalam hatinya. "Menginginkan saya?" Melani berkata terbata-bata. "Tapi saya tidak memiliki apa-apa untuk diberikan pada Anda," lanjutnya berusaha menenangkan degup jantungnya. "Kamu tidak perlu memberikan apapun. Cukup berada di sampingku saja." Deon menarik lengan Melani dan membawanya keluar dari tempat hiburan malam itu. Lea dan Hera sudah menyambut di depan bar dengan mobil mewahnya. Mereka sigap membuka pintu mobil untuk Deon dan Melani. "Aku menolak penawaranmu. Tapi aku memiliki penawaran lain," ucap Deon tanpa basa-basi. Dia sudah duduk di mobil bagian belakang bersebelahan dengan Melani. "Aku tidak me
Pagi hari, Melani bangun dengan tidak bersemangat. Rambutnya acak-acakan, dan dia kesiangan. Dilihatnya tempat tidur di sebelahnya telah kosong. "Ibu! Di mana Nafisa?" Melani berteriak sambil berlari keluar kamar dan menuju kamar sebelah. Dia melihat tempat tidur di kamar itu juga kosong. Melani kembali berlari menuju ruang makan. Dia melihat Namira sedang menikmati sarapan bersama Bonita di sana. "Di mana Nafisa, Bu?" tanya Melani sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Lea sedang mengantarnya sekolah. Lagian tidak biasanya kamu bangun kesiangan?" Namira menatap Melani menyelidik. "Apa terjadi sesuatu?" tanya Namira. "Ibu, dia memang tidak becus mengurus diri sendiri. Bagaimana dia bisa mengurus Nafisa, jika mengurus diri sendiri saja tidak bisa?" ejek Bonita seraya melirik sinis Melani. "Itu sebabnya Kak Johan ngotot mau mendapatkan hak asuh Nafisa," lanjutnya tersenyum sinis. "Bonita! Jagalah ucapanmu. Kamu juga akan menjadi seorang ibu," ujar Namira tegas. "Duduklah, Mel
Melani menatap punggung Bonita yang berjalan menjauh. Dia masih memikirkan kata-kata Bonita barusan. Gadis itu terlihat sangat marah hingga mengancamnya. Gadis yang nekat, entah apa yang akan dia lakukan pada Melani. Melani melirik Johan dan menatapnya penuh amarah. "Jika sudah tidak ada yang dibicarakan, sebaiknya kamu pergi," ucapnya pada Johan. "Aku tidak akan pergi tanpamu, Sayang. Suami istri harus selalu tinggal bersama," ucap Johan tersenyum genit. "Bukankah kata-kataku benar, Ibu?" lanjutnya menatap Namira. "Jangan dengarkan dia, Bu. Dia sudah gila semenjak mendengar Bonita hamil anaknya," ucap Melani asal. "Kenapa kamu begitu sinis kepadaku, Sayang? Apakah itu karena kamu merindukanku?" goda Johan seraya mencolek dagu lancip Melani. "Jangan kurang ajar!" Melani memalingkan muka, menghindari tangan Johan. Dia berdiri dan berpindah ke tempat duduk Bonita. "Kamu harus ingat, kita sudah bercerai, Mas. Jangan menyentuhku sembarangan!" ketusnya. Namira yang dari tadi diam, su
"Kalian mau membawaku ke mana?" Melani mengulangi pertanyaannya pada Lea dan Hera. Sekarang dia sudah duduk di jok belakang mobil volkswagen beetle. Lea melajukan mobil kencang meninggalkan rumah istana milik Deon.Volkswagen beetle warna kuning itu berhenti di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kota Jakarta. "Masuklah, Nona! Ini adalah salah satu mall milik Tuan Deon. Kami akan membantu Anda memilih pakaian untuk acara nanti malam," ujar Lea. Dia membuka sabuk pengaman dan segera menuruni mobil."Acara? Memangnya ada acara apa nanti malam?" Melani melirik Lea dan Hera bergantian."Ayo turun dulu, Nona! Ini perintah Tuan Deon." Hera membuka pintu mobil dan mempersilakan Melani untuk turun.Lea dan Hera membawa Melani ke salah satu butik paling mahal di dalam pusat perbelanjaan tersebut. Butik yang menyediakan pakaian limited edition rancangan desainer ternama. Melani sampai tidak bisa berkedip melihat koleksi pakaian yang semuanya tampak begitu elegan."Kurasa aku tidak
“Tuan Deon?” Lea dan Hera segera mengengguk hormat pada lelaki tampan yang sedang berdiri menatap Melani tanpa berkedip.“Kalian telah melaksanakan tugas kalian dengan baik,” ucap Deon tanpa mengalihkan pandangannya dari Melani. “Sekarang lanjutkan tugas kalian,” titahnya tegas.“Baik, Tuan!” Lea dan Hera bergegas menarik lengan Melani dan membawanya keluar dari salon. Dengan sigap, Hera membuka pintu volkswagen beetle dan mempersilakan Melani untuk masuk. Sementara, Lea berlari kecil masuk ke dalam mobil dan bersiap untuk menyetir.Melani menatap Lea dan Hera dengan dahi berkerut. “Sekarang, ke mana lagi kalian akan membawaku?” tanyanya heran. “Tidak bisakah membawaku pulang saja?” pintanya memelas.“Ayo, masuk saja, Nona. Nanti Anda akan mengerti.” Tanpa berikir panjang, Hera mendorong Melani masuk ke dalam mobil dan bergegas menutup pintu mobil itu.Volkswagen beetle warna kuning itu membawa Melani sampai di rumah Namira. Melani bergegas turun dan masuk ke dalam rumah, diikuti oleh
“Melamarku? Apa maksudmu?” Melani bertanya heran. Apa Bonita sudah mengetahui rencana Deon yang akan melamar Melani?“Aku akan dihantui rasa bersalah jika melihat Kak Melani terus sendirian setelah ditinggalkan Kak Johan. Kemarin, aku memasang foto Kakak di media sosial. Di luar dugaanku, banyak laki-laki yang tertarik untuk menikahi Kakak.” Bonita menjelaskan panjang lebar.“Apa katamu? Memasang fotoku di media sosial? Kenapa kamu lancang sekali, Bonita!” teriak Melani tidak terima. “Kamu pikir Kakak adalah barang dagangan yang fotonya bisa dipajang di media sosial sesuka hatimu?” Melani mendelik menatap Bonita penuh amarah. “Cepat hapus foto itu! Aku akan beristirahat di kamar dan tidak akan menemui laki-laki mana pun,” ucap Melani tegas. Dia melangkah hendak meninggalkan Bonita, tetapi, sebuah ketukan pintu membuat dia membalikkan badan ke arah pintu rumah itu.Seorang laki-laki besar berkulit sawo matang berdiri di depan pintu. Usia laki-laki itu tidak lagi muda. Mungkin seusia ay
"Siapapun yang menyakiti calon istriku akan berhadapan denganku." Deon menatap Mario dan Bonita bergantian. Tatapannya begitu tajam, seperti pedang yang telah diasah untuk menusuk tubuh musuh. Siapapun yang menyakiti Melani, akan menjadi musuh baginya.Mario tertawa kencang. "Heh, kau bocah ingusan! Lebih baik kau menyingkir sebelum aku menyingkirkanmu. Lepaskan wanita itu dari tanganmu. Dia akan menjadi istriku," ucap Mario penuh percaya diri.Deon masih memeluk erat Melani. Tidak akan dia biarkan Melani jatuh ke tangan tua bangka yang sok tampan itu. Dia menatap Mario seakan mengeluarkan api dari bela matanya. Api itu akan melahap habis Mario."Heh, apa kau tidak mendengarkanku? Lepaskan wanita itu. Hari ini aku akan bersenang-senang dengannya," ucap Mario dengan nada marah. Namun, menatap Melani membuat dia kembali tersenyum. Dia mendekat hendak menyentuh pipi Melani, tetapi Deon menepis kasar tangannya."Berani-beraninya kau menghalangiku! Apa kau tidak tau siapa aku, hah?" Mario