Share

MPMP 4 Alasan Maven

Prosesi pemakaman pagi itu berjalan khidmat dan lancar dengan diiringi rintik-rintik hujan. Kolega ayahnya, teman ibunya, bahkan beberapa rekan kerja dan teman kuliah Rhea menghadiri pemakaman tersebut. Semua orang yang menghadiri pemakaman mulai pergi secara bertahap menyisakan Ivanka, Rhea, dan 1 tamu mereka. Bahkan paman Rhea, adik kandung ayahnya sudah pergi bersama istri dan anak-anaknya.

Ivanka menoleh ke belakang di mana seorang pria asing sedang sibuk berbicara dengan sopirnya di samping sebuah mobil. Tadi malam dia dibuat kaget dengan Rhea karena bukannya membawa Enzo, anaknya malah membawa pria yang tidak dia kenal ke rumah sakit. Dan sekarang pria itu juga datang ke pemakaman hari ini. Dia kemudian menatap anaknya yang duduk di depan makam ayahnya.

“Mungkin ini bukan waktu yang tepat tapi Mama ingin kamu menjawab 2 pertanyaan Mama. Di mana Enzo? Andini juga tidak—”

“Ma,” potong Rhea pelan membuat Ivanka berhenti bicara. “siapa itu Enzo dan Andini?”

“…Rhe.”

“Apa mereka kerabat kita?”

Ivanka membuka mulutnya sedikit setelah menyadari bahwa sesuatu terjadi dengan hubungan anaknya dengan pacar dan sahabatnya. Dia segera duduk di sebelah anaknya. “Nak, apa yang terjadi? Apa kamu bertengkar dengan Andini dan Enzo?”

“Kenapa aku bertengkar dengan orang yang tidak aku kenal?”

Ivanka terdiam.

“Mulai sekarang jangan pernah menyebut nama-nama asing itu lagi, Ma.”

Dan Ivanka hanya bisa menatap anaknya dengan prihatin. "Lalu siapa pria itu?"

"Calon suami."

"Apa?" Ivanka berseru kaget dengan lelucon anaknya.

“Permisi.”

Ivanka mendongak untuk melihat pria yang sedang berbicara tadi sudah berdiri di belakang mereka.

“Saya turut berduka cita atas kepergian suami Anda.”

Ivanka berdiri dan mencoba tersenyum yang akhirnya terlihat menyedihkan. “Terima kasih telah datang Uhm ….”

“Saya Maven Williams, Bu Ivanka.” Maven mengulurkan tangannya dan Ivanka menjabat tangan tersebut dengan sopan. Maven melirik Rhea ketika wanita itu mulai berdiri.

“Ah Maven ya ….” Ivanka mencoba mencari nama itu di dalam kepalanya.

“Maaf, Bu Ivanka. Sebenarnya banyak hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda. Tapi saya dan Rhea punya banyak urusan. Apa saya boleh membawa Rhea sebentar? Hanya 2 jam.”

Ivanka menoleh ke anaknya. Dan Rhea tersenyum tipis kemudian memeluk ibunya.

“Mama pulang saja dulu. Pak Danu sudah menunggu. Rhea akan pulang secepatnya jika urusan Rhea selesai.”

Danu adalah sopir keluarganya.

Ivanka menatap Rhea dan Maven bergiliran. Walaupun dia masih tidak mempercayai orang asing, dia tetap saja mengizinkan anaknya. “Mama akan mengirim pesan jika sudah sampai rumah.”

“Hmm.” Rhea mengangguk mengerti sambil tersenyum. “Hati-hati, Ma.”

Setelah melihat mobil yang membawa Ivanka pergi, Maven segera bertanya, “Haruskah kita pergi sekarang?”

***

Dalam mobil, Rhea bertanya, “Kita akan ke mana?”

“Ke tempat tinggalku.”

Rhea melirik pria di sebelahnya. Seseorang mengendarai mobil Maven. Sedangkan Maven duduk di sebelahnya di kursi belakang. Pria itu sibuk melihat email pekerjaan di ponselnya.

“Banyak hal yang harus kita urus, bukan? Aku sudah menyiapkan kontraknya di sana. Kamu bisa membacanya lebih dulu.” Maven melirik pandangan gugup Rhea ke depan, dia menambahkan, “Dia sekretarisku, Albar. Tenang saja, dia satu-satunya orang kepercayaanku.”

Albar dengan sigap memiringkan kepalanya sedikit tanpa harus menoleh ke belakang lalu menunduk tanda memberi salam pada Rhea.

Berarti orang itu juga tahu tentang kesepakatan antara Rhea dan Maven tentang bayi. Mengetahui itu menyebabkan Rhea sedikit malu.

Perjalanan yang panjang itu akhirnya berakhir. Albar membukakan pintu untuk Rhea yang ingin keluar. Rhea harus mendongak untuk melihat sebuah bangunan perkantoran. Dia mengerutkan dahinya. Jika tidak salah ingat, bangunan ini untuk bisnis. Ada restoran, kantor dan hotel di lantai-lantai paling atas. Jangan bilang jika pria ini tinggal di hotel?

Seolah bisa memahami pikiran Rhea, Maven yang mengancingi jasnya berkata, “Aku memang tinggal di salah satu kamar hotel karena jarak dari sini paling dekat dengan tempat kerjaku.”

Sesuai dugaannya.

***

“Ini. Kami membuat kontrak agar kamu tidak berpikir jika aku menipumu. Jika ada yang tidak kamu sukai, katakan. Albar akan mengubahnya hari ini juga.” Maven meletakkan beberapa lembar kertas di depan Rhea setelah mereka tiba di kamar hotel dan duduk bersama.

Setelah itu Maven berjalan menuju lemari es.

“Kenapa aku?” tanya Rhea membuat tangan Maven yang ingin mengambil air mineral dingin berhenti.

Seminggu sebelumnya Maven makan malam berdua dengan kakeknya yang bernama Tony. Tony Williams adalah pendiri TW Group dan sampai sekarang masih menjabat sebagai Komisaris. Dan melihat situasi mereka yang harus makan bersama di luar, Maven tahu ada sesuatu yang ingin kakeknya bicarakan tanpa sepengetahuan ibu tirinya.

“Sudah berapa lama kamu menjadi CEO?” Tony mulai bertanya.

“13 bulan.”

"Lalu umurmu sekarang?"

"36."

Tony mengangguk mengerti. “Beberapa direksi mengunjungiku tadi siang.”

Maven makan dalam diam namun mendengarkan.

“Mereka merekomendasikan Henry untuk menggantikan posisimu.”

Dan gerakan sumpit Maven berhenti ketika dia ingin mengambil tumis daging.

Ayah Maven menjabat sebagai CEO di TW Group selama 20 tahun sebelum sakit-sakitan dan meninggal setahun yang lalu. Dia meninggalkan 2 anak kandung, 1 anak tiri dan istri terakhirnya Gemma. Sedangkan Ibu kandung Maven sudah meninggal ketika Maven masih kecil.

Lalu Henry adalah adik tiri Maven, anak dari pernikahan Gemma dengan pasangan sebelumnya. Pria itu hanya beda 4 tahun dari Maven, dia salah satu direktur TW Group dan sudah berkeluarga.

Mengambil daging, Maven menanggapi, “Aku dengar istrinya baru saja melahirkan.”

“Ya. Kau harus mengunjunginya dan memberinya selamat. Biar bagaimanapun dia dengan cepat membuat posisinya di TW Group lebih absolut dibandingkan dirimu,” Tony berkata sambil melirik Maven namun Maven tetap menampilkan wajah tidak pedulinya.

“Apa aku juga perlu mengunjungi para selingkuhannya? Aku dengar salah satunya sedang mengandung.” Ini satu hal yang tidak banyak orang lain ketahui bahkan istri Henry sekalipun. Hanya Gemma, Maven dan Tony yang tahu. Karena kakeknya menutupi matanya akan hal ini, Maven pun tidak mengurusi masalah tersebut. Dia juga berpikir hanya membuang waktunya dengan percuma untuk mengurusi adik tirinya.

Tony menatapnya tanpa tersenyum membuat Maven menghela napas singkat. “Aku akan melakukannya.”

“Kau harus mencari istri secepatnya jika ingin memenangkan hati para direksi.”

“Keuntungan yang kita dapatkan meningkat 68,9% setahun ini berkatku, lebih besar dari tahun-tahun emas pria itu.”

“Ayahmu mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan kerja sama dengan pihak Korea dan kau menuai hasilnya.”

“Aku mengemban tugasnya karena dia tidak bisa menyelesaikan tugasnya,” Maven mengoreksi ucapan Kakeknya.

Tony mendesah kuat sambil meletakkan sendoknya. Dia menjadi tidak memiliki nafsu makan. “Serius? Kita harus membicarakan ayahmu yang sudah meninggal?”

“…Maaf.” Maven berujar lalu ikut meletakkan sumpitnya dan menegak air putih. “Beri aku setahun. Aku akan membawa anakku untuk membuat mereka tutup mulut.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status