Share

Misunderstanding
Misunderstanding
Penulis: Setya Ai Widi

Kekejaman Lia

“Tante, stop! Tante apa-apaan sih, seenaknya aja berantakin kamar kos Mita? Apa yang Tante cari di sini? Bukannya kemarin Mita udah bilang, kalo udah enggak ada uang lagi? Percuma Tante obrak-abrik kamar Mita,” seru Mita ketika mendapati kamar kosnya berantakan karena ulah Lia, adik mamanya yang beberapa tahun terakhir mengurus Mita dan adiknya, Bian.

Lia melipat kedua tangan di depan dada. “Kamu pikir Tante bakal percaya gitu aja kalo kamu bilang enggak ada uang lagi? Itu ... buktinya kamu bisa ke sekolah. Naik apa? Enggak mungkin kan, kamu jalan kaki?” omel Lia.

Mita merasa geram, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain diam dan menerima perlakuan Lia. Lagi pula, kesialan Mita pagi ini terjadi karena keteledorannya sendiri yang lupa mengunci pintu kamar kos sehingga Lia bisa masuk dengan seenak hati.

“Asal kamu tahu, ya! Adik kamu butuh uang banyak buat sekolah dia. Dan uang yang kemarin kamu titip ke Tante itu belum cukup gantiin uang Tante yang dipake buat bayar sekolah Bian. Jangan lupa juga uang makan selama kamu ikut Tante. Kamu pikir semua gratis? Enak aja! Masuk ke toilet umum aja bayar!”

Lia masih saja bersungut-sungut dan membahas soal uang sejak kemarin. Padahal, Mita sudah menyerahkan sembilan puluh persen gaji dari kerja part time-nya bulan lalu untuk Lia membayar sekolah sang adik yang masih tinggal bersamanya. Namun, tantenya itu selalu menuntut lebih karena jiwa materialis yang sudah mendarah daging.

Mita mengangguk pasrah. “Iya, Tante. Tenang aja, Mita bakal kerja lebih keras lagi buat ganti semua uang Tante. Mita juga bakal bujuk Bian supaya mau tinggal sama Mita di sini dan enggak merepotkan Tante lagi,” ucapnya sembari menundukkan wajah, menyembunyikan matanya yang mulai berembun.

Mita menggerutu dalam hati, menyesalkan nasib malangnya juga sang adik yang telah ditelantarkan ibunya. Mita kecewa karena wanita yang telah melahirkannya itu lebih memilih pergi bersama suami barunya tanpa menghiraukan keberadaan Mita dan Bian. Seandainya ayah Mita masih ada, nasibnya mungkin tidak akan seburuk ini.

“Oke. Tante bakal tunggu kamu tepati janji. Awas aja kalo kamu banyak alesan. Kamu kan udah kerja, jadi Tante enggak akan bingung lagi mikir keuangan adik kamu itu. Kalo kamu enggak mau repot sendiri, cari tuh Ibu kamu! Minta makan aja sama dia, jangan sama Tante, enak aja!”

Lia menyambar tas yang entah sejak kapan teronggok di kasur lipat Mita, lalu pergi begitu saja meski tidak menemukan apa pun yang dia cari.

Lutut Mita terasa lemas dan dia jatuh terduduk. Sorot matanya nanar menatap ke seluruh ruangan yang tidak luput dari amukan Lia. Gadis itu pun mulai terisak sembari memungut barangnya satu per satu dari lantai lalu mengembalikannya ke tempat semula.

Mita sadar diri, dia masih belum cukup umur untuk menanggung semua beban itu sendiri. Bagaimanapun juga, Mita harus mencari di mana keberadaan sang Ibu dan mengantarkan Bian padanya karena wanita itu satu-satunya harapan Mita yang bisa diandalkan untuk mengurus Bian.

Jika dipikir-pikir, Lia memang sangat keterlaluan karena sudah membuat rincian biaya hidup sehari-hari Mita dan sang adik selama mereka menumpang. Dan sebagai gantinya Mita harus membayar seluruh biaya tersebut dengan alasan Lia tidak ingin menanggung beban hidup mereka berdua.

Mita memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Bingung dengan pekerjaan apa yang harus dia jalani supaya lekas bisa melunasi hutangnya pada Lia yang bahkan sudah mencapai puluhan juta. Sangat mengenaskan, Mita yang baru menduduki bangku kelas sebelas sudah harus merasakan kejamnya dunia.

Perlahan Mita bangkit dan bergerak lebih cepat supaya kamarnya lekas rapi karena Mita ingin mencari info lowongan kerja part time lain yang bisa dilakukannya sepulang bekerja dari kafe. Tidak peduli dengan waktu belajarnya yang akan semakin tersita jika bekerja lebih keras lagi. Yang jelas, Mita hanya ingin berusaha melepaskan diri dari jerat Lia. Jika tidak, sudah pasti hidup Mita tidak akan tenang karena bayang-bayang Lia yang kerap mendatanginya untuk meminta sejumlah uang.

***

“Apa Ta? Kerjaan tambahan? Apa, ya?” Kening Hana, pemilik kafe tempat kerja Mita tampak mengerut. “Kamu serius, mau cari kerja tambahan? Kamu masih sekolah loh, Ta. Apa enggak akan ganggu waktu belajar kamu nantinya? Lagi pula, apa kamu udah izin sama orang tua kalo mau cari kerja tambahan? Takutnya mereka enggak akan kasih izin,” ucap Hana memastikan.

Mita terdiam sejenak. Dia tidak mungkin mengatakan masalah sebenarnya pada Hana karena Mita tidak ingin Hana menaruh belas kasihan padanya seandainya tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Mita.

“Kamu butuh banget, ya?” tanya Hana sebelum Mita menjawab pertanyaan sebelumnya.

Mita mengangguk pelan. “Butuh banget, Kak. Tapi kalo enggak ada kerjaan tambahan yang bisa aku kerjain, aku bakal cari di tempat lain,” jawabnya.

Hana manggut-manggut. “Oke, nanti aku tanya-tanya ke temen dulu ya, siapa tahu ada salah satu di antara temen aku yang lagi butuh pegawai part time,” ucapnya bersungguh-sungguh.

Raut wajah Mita mendadak semringah. “Terima kasih banyak bantuannya, Kak,” ucapnya sambil menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

Hana tersenyum sembari mengangguk perlahan. “Sama-sama, Ta. Kamu jangan lupa doa juga, ya? Yah ... semoga aja salah satu temenku emang ada yang lagi butuh orang,” lanjut Hana.

“Iya, Kak. Mudah-mudahan aja,” balas Mita singkat.

“Selamat sore, selamat datang di Hana’s Cafe. Silakan duduk dan dilihat-lihat dulu daftar menunya, Kak.” Terdengar pegawai Hana yang lain menyapa seorang pelanggan.

Mita dan Hana pun menyudahi pembicaraan mereka saat mengetahui ada yang datang. Ketika hendak menuju pintu untuk menggantikan teman kerjanya yang sedang melayani pelanggan, Mita tidak sengaja berserobok pandang dengan perempuan yang sepertinya dia kenal.

Buru-buru Mita berbalik badan secepat kilat saat mengira bahwa perempuan yang dilihatnya adalah Naura, teman sekelasnya yang terkenal suka menggosip.

Mita khawatir Naura akan mengenalinya meski dia tampil dengan style yang berbeda jauh dari style-nya saat di sekolah. Ketika bekerja, Mita tampil tanpa kacamata minusnya karena tidak ingin terganggu dengan letak kacamatanya yang kebesaran. Gadis itu sengaja memakai kontak lens sebagai ganti, juga dengan tatanan rambut yang diikat rapi seperti ekor kuda, menyisakan sedikit poni miring ala gadis Korea.

Mita terlonjak kaget saat menyadari sebuah tangan mendarat di bahunya. Ia merasa was-was untuk menoleh, khawatir jika orang itu adalah Naura. Demi Tuhan, Mita tidak ingin teman sekolahnya itu mengetahui tentang latar belakang kehidupan Mita yang sesungguhnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Joshie_djw
Kasian mita nya... Huhuhu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status