“Sir, maaf aku tidak sengaja!” ujar Sierra dengan amat bersalah karena baru saja menabrak seseorang yang tengah membawa segelas es kopi.
Refleks, Sierra segera mengeluarkan saputangan berwarna broken white dari dalam tasnya. Kemudian wanita itu mengelapkan pada sisi bawah kemeja seorang pria yang tadi tidak sengaja ditabraknya saat mengantre di barisan depan kasir.
Wanita itu tidak menyadari siapa pria yang sudah ditabrak di kedai kopi. Pasalnya Sierra sibuk membersihkan noda kopi basah yang menempel di sana.
Dehaman suara pria tersebut dengan nada barithon khasnya tidak kunjung membuat Sierra menoleh lantaran sengatan rasa bersalah yang begitu kuat. Sierra masih mengusapkan saputangannya cukup keras untuk menghilangkan noda tersebut. Hingga tiba-tiba tangan kanan kekar pria itu menghentikan aksi Sierra.
“Tidak perlu merepotkan dirimu. Noda ini tidak akan hilang begitu saja.”
Sierra menoleh dan langsung terkesiap begitu sadar siapa yang berdiri di hadapannya dan masih meremas erat lengan kirinya.
Pria yang namanya kerap disebut oleh Nora dan menjadi alasan migrainnya kambuh selama dua minggu belakangan.
Pria bermata hijau zamrud yang detik ini juga membuat jantung Sierra berhenti berdetak. Saking gugupnya, Sierra sampai berkedip berkali-kali.
“A-aku sa-sangat minta maaf atas ini.” Sierra tergeragap.
River tersenyum, “Its okay. No problem.”
Sierra masih menunjukkan sikap kikuknya, “Ak-Aku tidak melihatmu tadi karena sedang buru-buru. Kalau saja tadi aku melihat jalan dan tidak fokus pada ponselku saja, pasti kejadian ini tidak akan terjadi,” seru Sierra panjang-lebar karena masih gugup luar biasa berbicara dengan River.
“Aku punya baju ganti di mobil untuk mengantisipasi kejadian seperti ini, Miss.” River kemudian melepaskan cekalannya. “Terima kasih untuk niat baikmu,” sambung River lagi sambil tersenyum dengan lembut lalu menepuk bahu kiri Sierra.
River melenggang dengan penuh percaya diri menuju pintu keluar kafe tersebut. Mengabaikan tatapan terperangah dan kekaguman orang-orang di sekitanya. Juga Sierra yang masih melongo bagaikan terkena sihir penghenti waktu.
Barulah ketika seseorang memintanya menyingkir karena ingin mengantre di barisan, Sierra mendapatkan kembali kesadarannya. Namun wanita itu belum menyadari jika saputangannya diambil oleh River.
Yang ada dalam pikiran wanita itu mengapa juga dirinya sampai lupa dengan misinya untuk mengundang River melakukan wawancara eksklusif di acara TVnya?!
Lagipula nih, Sierra sama sekali tidak menyangka dapat bertemu River di kedai kopi pinggir jalan. Mengapa pula harus bertemu di saat Sierra sedang berantakan karena baru saja diperbantukan di berbagai departemen?
Sementara itu, River Clayton malah tersenyum tiada henti memperhatikan sebuah saputangan putih yang memiliki renda di setiap sudutnya tersebut. Pada sudut sebelah kanan ada noda hitam yang berasal dari kopi hitamnya.
Di zaman modern seperti sekarang masih juga ada orang yang menggunakan saputangan seperti ini.
Sepasang mata River lalu tertambat pada inisial ‘SH’ yang terjalin rapih di sudut sebelah kiri dengan lamat-lamat.
River menatap dengan lembut saputangan tersebut, mengelusnya beberapa saat lalu memasukannya ke dalam saku celananya.
***
Penyesalan Sierra makin membesar ketika dirinya menelepon nomor yang diberikan Terry padanya yang ternyata diangkat oleh Bree, sekretaris River. Puluhan kali usaha Sierra menelepon selalu berujung pada penolakan Bree dan menyatakan akan menjadwalkan pertemuannya dengan River.
Sierra tidak mungkin menggunakan cara biasanya untuk menggoda Bree bukan? Peluang keberhasilannya bakal menipis. Bree jelas perempuan tulen yang menyukai pria dan tidak memiliki ketertarikan sejenis.
Sampai suatu hari, Sierra nekat berjalan menuju CL Headquarters yang terletak di distrik enam belas. Desakan Nora beserta ancamannya makin membuat Sierra muak dan tidak nyaman.
Sialnya lagi, usaha Sierra digagalkan oleh resepsionis lobi utama gedung tersebut. Kalau tidak memiliki janji, jelas tidak bisa bertemu dengan bos mereka.
Sierra termenung beberapa saat sambil memperhatikan gedung CL Headquarters di hadapannya. Wanita itu sampai perlu menengadahkan kepalanya untuk dapat melihat betapa tingginya gedung tersebut.
Sejenak, Sierra menebak dalam hatinya. Di manakah ruangan River Clayton? Apa di lantai tertinggi gedung ini?
Bagaimana rasanya berada di puncak paling atas, ya? Sudah pasti angin dingin musim gugur makin kencang menghempas. Sierra yakin bakal langsung terkena flu jika terlalu lama berada di lantai teratas.
“Harper!” pekik Terry sambil melambaikan tangannya begitu keluar dari mobil dan bergegas menghampiri wanita itu.
Sierra yang sedang menyender di tembok dekat air mancur yang dekat dengan lobi utama CL Headquartes, tersentak sesaat. Sierra jarang bertemu kliennya saat siang hari di tempat terbuka seperti ini.
“Dari ekspresi cemberutmu, kutebak kalau Bree mengecewakanmu?” sergah Terry.
Bukannya menjawab, Sierra lantas menoleh ke kanan juga kiri guna memastikan tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
“Apa kau sedang dikejar seseorang? Kenapa kau nampak gelisah?” tegur Terry.
“Kau tidak malu berbicara denganku di ruang terbuka begini?” seru Sierra yang masih menjaga jarak dengan tatapan waspada.
Terry terkekeh, “Selama kau tidak melakukan aktivitas aneh dan memalukan. Misalnya seperti menceburkan dirimu ke kolam air mancur itu.”
“Astaga, aku terlihat sefrustrasi itu di matamu?”
Terry mengangguk, “Semua ini salahku karena tidak memberi tahu Bree kalau kau adalah kenalanku.”
“Tidak apa-apa, Terry. Bukan sepenuhnya salahmu.”
“Karena kita sudah di sini, bagaimana kalau kita langsung bertemu River saja di kantornya? Kebetulan sekali aku memang akan menemuinya untuk membicarakan beberapa hal membosankan,” tawar Terry.
“Ah, tidak usah, Terry. Aku tidak ingin mengganggu waktumu. Pasti kau ingin membicarakan bisnis. Lanjutkan saja kegiatanmu.”
“Harper, tenang saja. Kau tidak perlu khawatir,” sergah Terry mendekat pada Sierra.
Refleks, Sierra malah mundur beberapa langkah, “Kalau kau masih merasa bersalah, tolong sampaikan saja pada resepsionis, Bree, atau siapa pun itu kalau aku ingin menemui River. Bagaimana?” tawar Sierra.
Terry nampak sedih dengan tindakan Sierra barusan, “Baiklah kalau itu yang kau inginkan.”
“Katakan saja kalau aku reporter ABC News dan ingin mewawancarainya,” seru Sierra sambil mengeluarkan kartu namanya dari dompetnya lalu menyodorkannya pada Terry.
Kontan, Terry menatap kartu nama tersebut beberapa saat lalu mengambilnya. Pria itu juga memperhatikan Sierra yang mengenakan blus putih tulang lengan panjang dengan dua buah pita yang nampak seperti dasi berikut celana bahan berwarna pink muda serta sepasang flat shoes hitam.
Benar-benar tidak seperti Sierra yang lekat dalam benak Terry. Sierra yang ditemuinya biasa menggunakan gaun malam yang cenderung menonjolkan bagian-bagian tubuhnya, belahan yang menggairahkan dan cenderung agresif.
“Apa imbalanku karena sudah melakukan ini untukmu, Harper? Kau sendiri yang pernah bilang padaku tidak ada gratis di dunia ini,” sergah Terry sambil mengacung-acungkan kartu nama tersebut.
“Aku akan mentraktirmu kopi?” tawar Sierra.
Terry terkekeh, “Baiklah, Harper. Aku akan menunggumu menghubungiku kalau begitu.”
Sierra nampak lega karena Terry langsung menyetujuinya.
“Kau tahu kan, cuaca sedang dingin. Paling tidak, kenakanlah mantel yang tebal, Harper.” Kilah Terry sambil membuka mantel cokelat tua yang tengah dikenakannya lalu memakaikannya pada pundak Sierra dalam satu gerakan yang cepat.
Sierra nampak tertegun sesaat oleh tingkah Terry barusan.
Di luar dugaan, rupanya pertemuan dengan River terjadi besok sore. Terry langsung meminta pada River untuk mengkosongkan waktunya.Semuanya terjadi begitu cepat. Telepon Bree pada pagi hari ke nomor ponselnya, undangan langsung ke ruangan River Clayton di CL Headquarters. Sierra tidak sempat berpikir akan mengenakan setelan apa karena langsung berangkat dari kantornya.Ruangan River terletak di lantai 30. Untuk sampai ke lantai tersebut, butuh kartu akses khusus karena pengamanannya yang amat ketat. Beberapa kali bahkan Bree melakukan konfirmasi wajahnya untuk masuk ke pintu berikutnya.Satu fakta yang Sierra amati selama masuk ke dalam gedung ini, para pekerja wanitanya didominasi oleh wanita berambut pirang. Muncul rasa tidak percaya diri yang menyelinap dalam dada Sierra.Namun sedetik kemudian Sierra menggeleng. Tujuannya ke sini adalah mengajak River sebagai narasumbernya.Setelah lima menit berjalan di koridor lantai tersebut yang tiada habis
They said when you accidentaly met someone once, that's a coincidence. But, twice at the exactly same place? Probably destiny.Dari seluruh kafe yang tersebar di New York yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan pada setiap distrik, mengapa River dan Sierra harus bertemu kembali di Dixie Cafe?Butuh waktu beberapa detik bagi Sierra untuk memikirkan jawabannya sambil beradu tatap dengan pria bermata hijau zamrud yang masih mengenakan setelan kantornya dengan lengkap itu.Dixie Café hanyalah sebuah kafe sederhana dengan interior yang didominasi kayu berwarna cokelat muda dengan alunan instrument jazz dan piano yang khas. Karena lokasinya lumayan dekat dari kantornya, Sierra biasa menghabiskan waktunya di sini ketika tengah penat di kantor. Alasan lainnya, Sierra jarang menemukan rekan kantornya di sini karena mereka lebih memilih Starbucks yang berseberangan langsung dengan gedung ABC TV.Segala hal mengenai kafe ini rasanya “tidak”
“Harper, temani aku malam ini, ya?” pinta Terry.Sierra nampak tersentak ketika menemukan Terry yang menjawil pundaknya dari belakang. Yang lebih mengejutkan lagi Terry nampak kehilangan separuh kesadarannya.“Kita langsung saja menuju apartemenku,” ajak Terry lagi sambil merangkul bahu Sierra yang terbuka karena mengenakan gaun model sabrina.“Kau mabuk, Terry!” tegur Sierra sambil berusaha menepis tangan Terry dari pundaknya. “Aku tidak akan melademimu kalau kondisimu seperti ini.”“Aku sadar sepenuhnya, Harper. Kau selalu saja memiliki segudang alasan untuk menolakku!” sergah Terry dengan keras hingga beberapa orang menoleh.Sierra langsung was-was ketika beberapa pasang mata mulai memperhatikan mereka. Tidak mungkin kan dia membuat keributan di pesta ulang tahun sahabatnya?Lagipula Sierra tidak berniat untuk menemani kliennya dan hanya ingin bersenang-senang saja di pesta.
“Aku sudah memberiku nomormu, kenapa kau tidak ingat untuk menghubungiku, Sierra?!” protes River sambil menyodorkan wanita itu sebotol air mineral dingin yang baru saja diambil pria itu dalam kulkas mini. Sierra mengambil botol itu dan menegaknya hingga separuh isinya tandas seketika. Tangan kanannya masih bergetar efek terkejut dari kejadian penyerangan Terry beberapa saat lalu. Tapi Sierra menyembunyikannya rapat-rapat. Karena tidak ingin membuat River makin khawatir. Tidak diduga, River membawanya ke suite room New York Hotel yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari hotel Luxury. Seharusnya bisa saja River membawanya pada salah satu kamar di hotel Luxury yang ballroomnya menjadi lokasi pesta ulang tahun Audrey, sahabatnya. Tapi mengapa pria ini membawa dirinya ke hotel di kamar paling mahal untuk semalam saja? “Apa sebenarnya hubunganmu dengan Terry? Kalau kau mengenalnya dengan sangat baik, harusnya kau tahu reputasi pria itu!” dengus River s
Tatapan keingintahuan Audrey yang langsung menyambut Sierra begitu membuka pintu unit apartemen sahabatnya itu.“Ceritakan padaku mengapa kau bisa bermalam bersama River Clayton?!” tembak Audrey langsung.Sierra bahkan belum menginjakkan kedua kakinya ke dalam ruangan. Namun Audrey sudah menyemprotnya begitu. Tidak mengherankan, sahabatnya itu punya rasa keingintahuan tinggi. Lagipula, Audrey berhak mendapatkan penjelasan setelah Sierra mengacaukan pesta ulang tahunnya semalam.“Astaga, Sierra. Pria yang sedang aku tanyakan tuh River Clayton! Ya, Clayton yang itu!” pekik Audrey dengan heboh sambil berjalan di belakang Sierra yang hendak mengambil minum di dapur.“Audrey Johnshon, tolong berikan waktu sebentar saja bagiku untuk bernapas dan minum, oke?” sergah Sierra kemudian membuka kulkas dan mengambil sekotak jus jeruk dingin kesukaannya.“Aku jelas punya waktu yang banyak, Sierra Harper!”
Usai membeli empat belas Hot Americano dari Royal Coffee, Sierra bergegas kembali menuju kantornya. Ia melangkah dengan hati-hati sambil menenteng kedua belas gelas kopi tersebut.Sierra cukup terbiasa membawa banyak barang sambil berjalan sejak menjabat sebagai asisten produksi. Entah siapa yang duluan menyuruhnya berbagai pekerjaan seperti pesuruh. Malah sepertinya Sierra lebih banyak melakukan sejenis ini dibanding sebagai asisten produksi sebuah stasiun TV pada umumnya.Namun Sierra tidak mau ambil pusing. Toh, selama bekerja di sini Sierra mendapatkan ilmu mengenai dunia jurnalis yang harusnya didapatkan saat kuliah.“Perlu bantuan, Miss Harper?” tanya Ivan, satpam yang tengah berjaga di gerbang dan paling ramah pada Sierra.“Terima kasih atas tawaranmu, Sir. Aku bisa menanganinya,” sahut Sierra dengan nada sopan.“Pasti karena si tamu penting itu makanya departemenmu jadi sibuk?”“Kau
Tidak ada sedikit pun penyesalan yang tersisa setelah Sierra memutuskan keluar dari mobil sport River. Bahkan wanita itu berharap selamanya memutuskan hubungan dengan River.Bagi Sierra, pria itu hanyalah sebuah keajaiban yang diberikan semesta untuknya. Seperti salah satu sore terbaik di musim panas.Namun… Bagi River, wanita itu seperti sinar matahari pagi yang hangat dan jarang dirasakannya lagi di New York.Tidak terasa sudah seminggu berlalu sejak Sierra memutuskan hubungan dengan River. Tidak ada kontak sama sekali di antara keduanya. Wanita itu tenggelam dalam kesibukannya sebagai asisten produksi di ABC News.Untuk mengurus jadwal dan mencocokkan jadwal, Sierra hanya mengontak Bree sesekali lewat email juga telepon ke nomor kantor. Sierra menghindari interaksi langsung dengan River.Setidaknya sampai sesi wawancara yang diminta River sebagai geladi kotor sebelum siaran langsung nanti.Yang sialnya, geladi kotor tersebut berlan
“Aku tidak tahu kau bisa memasak,” sergah Sierra yang masih tercengang dengan hidangan steik yang terhampar di hadapannya.River melepaskan apron hitam yang dikenakannya lalu bergabung bersama Sierra di meja makan. Ia memilih sebotol wine merah yang dibelinya lima tahun lalu di Perancis. Untuk momen seperti ini, tentu harus dirayakan dengan segelas wine dengan rasa otentik bukan?Belum selesai dari keterpanaannya, Sierra sekali lagi dibuat takjub ketika River menuangkan wine yang baru saja dibuka kemasannya pada gelasnya.“Apa kau tidak menyukai makanannya?” tanya River yang langsung membuat Sierra tersadar.“Huh? Apa? Oh, ti-tidak, Riv. A-aku belum sempat mencicipinya,” sahut Sierra dengan kikuk kemudian berdeham.“Lantas, apa yang kau tunggu?” seru River kemudian menarik kursi di seberang Sierra. “Atau kau ingin makanan lain?”Lantas, Sierra langsung menggeleng dan mengambil garpu