Share

3. Takdir Berkata Lain

“Sir, maaf aku tidak sengaja!” ujar Sierra dengan amat bersalah karena baru saja menabrak seseorang yang tengah membawa segelas es kopi.

Refleks, Sierra segera mengeluarkan saputangan berwarna broken white dari dalam tasnya. Kemudian wanita itu mengelapkan pada sisi bawah kemeja seorang pria yang tadi tidak sengaja ditabraknya saat mengantre di barisan depan kasir.

Wanita itu tidak menyadari siapa pria yang sudah ditabrak di kedai kopi. Pasalnya Sierra sibuk membersihkan noda kopi basah yang menempel di sana.

Dehaman suara pria tersebut dengan nada barithon khasnya tidak kunjung membuat Sierra menoleh lantaran sengatan rasa bersalah yang begitu kuat. Sierra masih mengusapkan saputangannya cukup keras untuk menghilangkan noda tersebut. Hingga tiba-tiba tangan kanan kekar pria itu menghentikan aksi Sierra.

“Tidak perlu merepotkan dirimu. Noda ini tidak akan hilang begitu saja.”

Sierra menoleh dan langsung terkesiap begitu sadar siapa yang berdiri di hadapannya dan masih meremas erat lengan kirinya.

Pria yang namanya kerap disebut oleh Nora dan menjadi alasan migrainnya kambuh selama dua minggu belakangan.

Pria bermata hijau zamrud yang detik ini juga membuat jantung Sierra berhenti berdetak. Saking gugupnya, Sierra sampai berkedip berkali-kali.

“A-aku sa-sangat minta maaf atas ini.” Sierra tergeragap.

River tersenyum, “Its okay. No problem.”

Sierra masih menunjukkan sikap kikuknya, “Ak-Aku tidak melihatmu tadi karena sedang buru-buru. Kalau saja tadi aku melihat jalan dan tidak fokus pada ponselku saja, pasti kejadian ini tidak akan terjadi,” seru Sierra panjang-lebar karena masih gugup luar biasa berbicara dengan River.

“Aku punya baju ganti di mobil untuk mengantisipasi kejadian seperti ini, Miss.” River kemudian melepaskan cekalannya. “Terima kasih untuk niat baikmu,” sambung River lagi sambil tersenyum dengan lembut lalu menepuk bahu kiri Sierra.

River melenggang dengan penuh percaya diri menuju pintu keluar kafe tersebut. Mengabaikan tatapan terperangah dan kekaguman orang-orang di sekitanya. Juga Sierra yang masih melongo bagaikan terkena sihir penghenti waktu.

Barulah ketika seseorang memintanya menyingkir karena ingin mengantre di barisan, Sierra mendapatkan kembali kesadarannya. Namun wanita itu belum menyadari jika saputangannya diambil oleh River.

Yang ada dalam pikiran wanita itu mengapa juga dirinya sampai lupa dengan misinya untuk mengundang River melakukan wawancara eksklusif di acara TVnya?!

Lagipula nih, Sierra sama sekali tidak menyangka dapat bertemu River di kedai kopi pinggir jalan. Mengapa pula harus bertemu di saat Sierra sedang berantakan karena baru saja diperbantukan di berbagai departemen?

Sementara itu, River Clayton malah tersenyum tiada henti memperhatikan sebuah saputangan putih yang memiliki renda di setiap sudutnya tersebut. Pada sudut sebelah kanan ada noda hitam yang berasal dari kopi hitamnya.

Di zaman modern seperti sekarang masih juga ada orang yang menggunakan saputangan seperti ini.

Sepasang mata River lalu tertambat pada inisial ‘SH’ yang terjalin rapih di sudut sebelah kiri dengan lamat-lamat.

River menatap dengan lembut saputangan tersebut, mengelusnya beberapa saat lalu memasukannya ke dalam saku celananya.

***

Penyesalan Sierra makin membesar ketika dirinya menelepon nomor yang diberikan Terry padanya yang ternyata diangkat oleh Bree, sekretaris River. Puluhan kali usaha Sierra menelepon selalu berujung pada penolakan Bree dan menyatakan akan menjadwalkan pertemuannya dengan River.

Sierra tidak mungkin menggunakan cara biasanya untuk menggoda Bree bukan? Peluang keberhasilannya bakal menipis. Bree jelas perempuan tulen yang menyukai pria dan tidak memiliki ketertarikan sejenis.

Sampai suatu hari, Sierra nekat berjalan menuju CL Headquarters yang terletak di distrik enam belas. Desakan Nora beserta ancamannya makin membuat Sierra muak dan tidak nyaman.

Sialnya lagi, usaha Sierra digagalkan oleh resepsionis lobi utama gedung tersebut. Kalau tidak memiliki janji, jelas tidak bisa bertemu dengan bos mereka.

Sierra termenung beberapa saat sambil memperhatikan gedung CL Headquarters di hadapannya. Wanita itu sampai perlu menengadahkan kepalanya untuk dapat melihat betapa tingginya gedung tersebut.

Sejenak, Sierra menebak dalam hatinya. Di manakah ruangan River Clayton? Apa di lantai tertinggi gedung ini?

Bagaimana rasanya berada di puncak paling atas, ya? Sudah pasti angin dingin musim gugur makin kencang menghempas. Sierra yakin bakal langsung terkena flu jika terlalu lama berada di lantai teratas.

“Harper!” pekik Terry sambil melambaikan tangannya begitu keluar dari mobil dan bergegas menghampiri wanita itu.

Sierra yang sedang menyender di tembok dekat air mancur yang dekat dengan lobi utama CL Headquartes, tersentak sesaat. Sierra jarang bertemu kliennya saat siang hari di tempat terbuka seperti ini.

“Dari ekspresi cemberutmu, kutebak kalau Bree mengecewakanmu?” sergah Terry.

Bukannya menjawab, Sierra lantas menoleh ke kanan juga kiri guna memastikan tidak ada orang yang memperhatikan mereka.

“Apa kau sedang dikejar seseorang? Kenapa kau nampak gelisah?” tegur Terry.

“Kau tidak malu berbicara denganku di ruang terbuka begini?” seru Sierra yang masih menjaga jarak dengan tatapan waspada.

Terry terkekeh, “Selama kau tidak melakukan aktivitas aneh dan memalukan. Misalnya seperti menceburkan dirimu ke kolam air mancur itu.”

“Astaga, aku terlihat sefrustrasi itu di matamu?”

Terry mengangguk, “Semua ini salahku karena tidak memberi tahu Bree kalau kau adalah kenalanku.”

“Tidak apa-apa, Terry. Bukan sepenuhnya salahmu.”

“Karena kita sudah di sini, bagaimana kalau kita langsung bertemu River saja di kantornya? Kebetulan sekali aku memang akan menemuinya untuk membicarakan beberapa hal membosankan,” tawar Terry.

“Ah, tidak usah, Terry. Aku tidak ingin mengganggu waktumu. Pasti kau ingin membicarakan bisnis. Lanjutkan saja kegiatanmu.”

“Harper, tenang saja. Kau tidak perlu khawatir,” sergah Terry mendekat pada Sierra.

Refleks, Sierra malah mundur beberapa langkah, “Kalau kau masih merasa bersalah, tolong sampaikan saja pada resepsionis, Bree, atau siapa pun itu kalau aku ingin menemui River. Bagaimana?” tawar Sierra.

Terry nampak sedih dengan tindakan Sierra barusan, “Baiklah kalau itu yang kau inginkan.”

“Katakan saja kalau aku reporter ABC News dan ingin mewawancarainya,” seru Sierra sambil mengeluarkan kartu namanya dari dompetnya lalu menyodorkannya pada Terry.

Kontan, Terry menatap kartu nama tersebut beberapa saat lalu mengambilnya. Pria itu juga memperhatikan Sierra yang mengenakan blus putih tulang lengan panjang dengan dua buah pita yang nampak seperti dasi berikut celana bahan berwarna pink muda serta sepasang flat shoes hitam.

Benar-benar tidak seperti Sierra yang lekat dalam benak Terry. Sierra yang ditemuinya biasa menggunakan gaun malam yang cenderung menonjolkan bagian-bagian tubuhnya, belahan yang menggairahkan dan cenderung agresif.

“Apa imbalanku karena sudah melakukan ini untukmu, Harper? Kau sendiri yang pernah bilang padaku tidak ada gratis di dunia ini,” sergah Terry sambil mengacung-acungkan kartu nama tersebut.

“Aku akan mentraktirmu kopi?” tawar Sierra.

Terry terkekeh, “Baiklah, Harper. Aku akan menunggumu menghubungiku kalau begitu.”

Sierra nampak lega karena Terry langsung menyetujuinya.

“Kau tahu kan, cuaca sedang dingin. Paling tidak, kenakanlah mantel yang tebal, Harper.” Kilah Terry sambil membuka mantel cokelat tua yang tengah dikenakannya lalu memakaikannya pada pundak Sierra dalam satu gerakan yang cepat.

Sierra nampak tertegun sesaat oleh tingkah Terry barusan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status