Sudah tiga hari Sitta pulang dari treking dan dia sama sekali tidak datang lagi ke sekolah padahal hari ini adalah hari kelulusan.
Seharian ini ponselnya berisik sekali.Banyak yang menghubunginya untuk memberitahukan bahwa Sitta lulus dan diterima di universitas terkemuka melalui jalur beasiswa.Ya, meski pun begajulan dan sering kali bolos sekolah, namun otak Sitta memang termasuk encer untuk hal pelajaran. Mungkin, jika Sitta bisa lebih menjaga perilakunya di sekolah, dia bisa saja mendapat gelar juara umum tahun ini. Sayangnya, otak encer yang dia miliki tidak diimbangi dengan sikap dan perilakunya yang baik di sekolah, catatan hitam atas nama Sitta terlanjur berderet memenuhi buku piket guru.Itulah sebabnya, jangankan mendapat gelar juara umum, gelar juara kelas saja, Sitta tidak pernah mendapatkannya.AndiArka barusan tanya w, kenapa lo nggak masuk-masuk? W jwb apa nih?Sebuah pesan baru kembali masuk memenuhi memori ponselnya. Dan lagi-lagi pertanyaan yang sama seperti yang diajukan Ojan dan Hendri tadi.Melempar kembali ponselnya, Sitta tidak sama sekali berniat untuk membalas pesan dari siapa pun hari ini.Setelah dirinya melawan sang Ibu atas larangan Ranti yang tidak memperbolehkan Sitta pergi trekking minggu lalu, ini adalah hari ketiga Ranti memberinya hukuman, berupa di stopnya aliran dana ke rekening tabungan pribadi Sitta yang seharusnya sudah terisi mulai awal bulan ini.Alhasil, kini Sitta tak punya uang sepeser pun untuk pergi. Jangankan untuk ongkos ke sekolah, bahkan untuk sekadar jajan permen di warung nya Mbak Tuti saja tidak ada.Ya, semiskin itulah Sitta saat ini.Itulah sebabnya, Sitta memutuskan untuk berdiam diri saja di kamar sambil menonton TV. Meski dia sudah sangat bosan.Saat itu, ponsel Sitta kembali berdering, namun kali ini pesan yang masuk ke ponselnya dari nomor tak dikenal yang minggu lalu mengirim pesan nyasar padanya dan mengira dirinya adalah wanita penghibur.Sitta memang tidak menghapus nomor itu dan malah menyimpannya dengan nama "PMO" di ponselnya.PMOHai, apa kabar?Masih ingat nomor saya, kan?Bisa kita bertemu hari ini?Bangkit dari rebahannya di ranjang, Sitta ternganga membaca isi pesan lelaki itu.Gila, beneran nih dia ngajakin gue ketemuan?Perasaan kemarin-kemarin gue coba hubungin nih nomor udah nggak pernah aktif deh.Gumam Sitta membatin dengan perasaan curiga.Niatnya untuk mengerjai lelaki itu gagal beberapa hari lalu, karena nomor lelaki itu tak kunjung aktif.Entah hal gila apa yang kini ada di dalam benak Sitta saat jemarinya seketika bergerak dan menari-nari di atas layar ponselnya untuk membalas pesan yang dikirim lelaki tak dikenal itu.SittaKetemu? Mau ngapain?Kan gue udah bilang, kalau gue bukan lonte!Tak lama, pesan balasan dari lelaki itu pun diterimanya.PMONggak ngapa-ngapain. Kita ketemu aja. Kenalan, ngopi bareng. Mau ya?Merasa suntuk, Sitta tahu bahwa ini kesempatan emas untuknya supaya bisa keluar sejenak dari rumah dan merefresh otaknya yang stress karena Arka.Jika lelaki ini mampu membooking wanita malam, itu artinya ada kemungkinan dia sudah dewasa dan memiliki pekerjaan. Jadi, Sitta tidak perlu khawatir harus mengeluarkan uang jika dia pergi bersama lelaki ini.Setelah berpikir kembali, akhirnya Sitta pun memutuskan menerima ajakan lelaki itu untuk bertemu.SittaOke kita ketemu, tapi ada syaratnya.Balas Sitta saat itu.Tak lama si lelaki pun kembali mengirim pesan balasan.PMOApa syaratnya?SittaLo jemput gue ke rumah, izin sama nyokap gue, terus kalau mau makan atau minum di luar lo yang traktir karena gue nggak punya duit! Gimana?Sitta menunggu dengan was-was balasan dari si lelaki.Satu menit...Dua menit...Tiga menit...Lima menit...Hingga akhirnya sepuluh menit lewat, si lelaki belum juga membalas pesan tersebut.Cih, kenapa dia nggak bales lagi? Kalau dia lelaki baik-baik, pastinya dia nggak akan takut di suruh izin ke nyokap, kan?Dasar maniak!Maki Sitta saking kesal karena sudah menjadi korban PHP lelaki berotak kotor itu.Sampai pada akhirnya, setelah hampir setengah jam berlalu, ponsel Sitta kembali berdering menandakan adanya pesan baru yang masuk.Buru-buru Sitta meraih ponselnya di nakas dan membaca isi pesan baru tersebut.PMOShareloc alamat kamu.Tanpa berpikir panjang, Sitta pun lekas mengirimkan alamat rumahnya pada si lelaki. Hingga si lelaki kembali membalas.PMORumahmu dekat sama komplek rumah orang tua saya.Kebetulan saya sedang di rumah.Saya jemput kamu sekarang ya?Tunggu.Omaygat!Dia mau jemput gue sekarang?Gila!Mandi aja gue belom!Pekik Sitta panik seraya menepuk jidatnya.Buru-buru meraih handuk di gantungan dinding kamar, Sitta hendak beranjak menuju kamar mandi untuk bersiap-siap. Namun, di depan kaca kamar mandi, saat Sitta menatap pantulan wajahnya di depan cermin, Sitta baru sadar akan sesuatu.Bego, gue kan belum tau wujud asli tuh cowok kayak gimana?Kalau wujudnya jelek gimana?Mampus!Kayaknya, gue harus mengatur strategi nih, supaya gue nggak kecolongan nanti.Ya bener, gue harus melakukan sesuatu supaya tuh cowok nggak bikin gue malu, dan nggak bisa macem-macem sama gue!Seketika sebuah ide brilliant pun muncul dalam benak Sitta kala itu.*****"Bos, nanti gue harus ngomong apa di depan tuh cewek? Lo tau kan kalau gue nggak pernah berinteraksi sama cewek cakep, gimana kalau gue nanti grogi? Gue kalau grogi suka nggak bisa ngomong, Bos," ucap seorang lelaki berkulit hitam dengan giginya yang tonggos dan ompong di depan.Rambut lelaki itu gondrong dan dikuncir kuda. Pakaiannya terlihat seperti seorang musisi jalanan, alias pengamen."Gue juga belum tau gimana muka tuh cewek sih Bang. Belum tentu juga dia cakep. Makanya gue suruh lo nyamar jadi gue dulu," balas Kahfi yang duduk di balik kemudi mobil mewahnya.Kebetulan, Kahfi mengenal baik abang-abang tukang parkir di salah satu minimarket depan komplek perumahan milik kedua orang tuanya. Dulu, waktu masih jamannya kuliah, Kahfi sering nongkrong hingga larut malam untuk tanding catur bersama Bang Epen di warung rokok depan minimarket."Terus jadi kita tuker tempat dulu nih sementara?" tanya Bang Epen meragu."Yoi, gue jadi supir lo khusus hari ini, dan lo majikan gue, oke?" Kata Kahfi sambil tertawa."Okehlah kalau begitu," balas Bang Epen yang juga tertawa lebar."Eits, biasa aja Bang ketawanya, nyembur tau!" Omel Kahfi yang sudah paham betul kebiasaan Bang Epen."Hehehe, maklum Fi, gigi gue kepanjangan."Kahfi kembali fokus pada jalanan di depannya, dengan beribu pikiran jahil akan pertemuan perdananya dengan wanita itu nanti.Dan sesungguhnya, inilah cara Kahfi untuk mencari tau lebih lanjut siapa sebenarnya wanita itu dan apakah benar wanita itu yang sudah membocorkan rahasianya mengenai alamat apartemen pribadinya pada sang Ibunda.Mengingat alamat rumah wanita itu yang ternyata cukup dekat dengan komplek perumahan orang tuanya, entah mengapa, keyakinan Kahfi akan hal itu pun semakin menjadi-jadi.Saat itu, mobil Kahfi sudah sampai di lokasi tujuan, dan berhenti tepat di sebuah ruko dua lantai di mana lantai satu merupakan toko laundry.Menatap seksama toko laundry itu, Kahfi merasa tidak asing dengan ruko ini.Kayaknya gue pernah nganterin Ummi ke sini sebelumnya. Tapi kapan ya?Ucap Kahfi membatin.Hingga pada saatnya, Kahfi melihat seorang wanita muslim berhijab yang keluar dari toko laundry tersebut dan menghampiri seorang pengemis yang sedang duduk di trotoar pejalan kaki.Wanita paruh baya itu tampak memberikan sebungkus nasi pada si pengemis tadi.Dan saat Kahfi memperhatikannya lebih jelas, sontak kedua bola mata Kahfi pun membola dengan keterkejutan hebat yang dia rasakan.Tante Ranti?Pekik Kahfi dalam hati, di mana dia ketahui bahwa Ranti adalah sahabat dekat sang Ibu yang memang membuka usaha laundry.Astaga, kenapa dunia sempit banget sih!Lagi-lagi, Kahfi hanya bisa mengutuk kebetulan ini.Menoleh ke arah Bang Epen di sisinya, Kahfi jadi ragu untuk melanjutkan niatannya mengerjai wanita sialan yang pastinya memiliki hubungan dengan Tante Ranti.Lagi pula, kalau pun dia turun untuk berpamitan dan meminta izin, Tante Ranti pasti akan mengenalinya dan sudah pasti mengadukan hal ini pada sang Ummi di rumah.Argh sial!Kahfi benar-benar frustasi!"Halo? Saya sudah di depan rumah kamu, saya lupa tanya, namamu siapa?" ucap Kahfi setelah dia baru saja memarkirkan kendaraannya di seberang ruko tempat tinggal Sitta."Nama gue Sitta," jawab Sitta di seberang yang saat itu sedang mengenakan hijab panjang milik sang ibunda. Sitta baru saja mengambil hijab milik Ranti yang tergantung di jemuran karena dia tak berani masuk kamar ibunya untuk sekadar meminjam hijab panjang.Ibunya itu jika sudah marah, agak menakutkan. Dia tak banyak bicara seperti ibu-ibu kebanyakan yang bawel, tapi lebih pada diam dan mengacuhkan keberadaan Sitta.Mau Sitta bicara apa pun, selama Sitta belum minta maaf dan menyesali perbuatannya, Ranti tetap tak akan menimpali ucapan sang anak gadisnya itu.Bahkan jika Sitta mogok makan seharian, Ranti tetap tak perduli. Alhasil, Sitta yang kelaparan harus menunggu Ranti tidur di malam hari, barulah dia mengendap-endap ke dapur untuk mencari makanan."Nama lo sendiri, siapa?" tanya Sitta balik dengan nada ketus."Wuih,
Di sepanjang perjalanan, keadaan di dalam mobil tampak hening.Sitta bahkan tak sama sekali berani menoleh ke kiri, tempat di mana lelaki yang dia pikir bernama Kahfi itu duduk.Sementara Kahfi yang asli, terlihat santai menyetir, melajukan kendaraan mewahnya di tengah jalanan ibukota yang ramai lancar.Sesekali, tatapan Kahfi mencuri pandang ke arah Sitta melalui kaca spion di atas kepalanya. Wajah Sitta yang terlihat badmood membuat Kahfi harus bersusah payah menahan tawa.Rasain lo!Makanya kalau punya mulut itu dijaga!Berani-beraninya ngatain gue kampret, gue kerjain tau rasa lo, hahaha...Ucap Kahfi membatin sambil senyum-senyum sendiri."By the way, Mba Sitta ini sudah kerja apa masih kuliah?" tanya Kahfi dari depan. Dari pada dia sakit perut karena harus terus menerus menahan tawa menyaksikan tingkah kikuk kedua sejoli di belakangnya, alhasil, Kahfi pun memutuskan untuk mencairkan suasana melalui obrolan santai."Mba-mba, emang muka gue keliatan tua banget apa dipanggil Mba? L
"Sitta?" pekik Arka kaget bukan main.Awalnya Arka tidak engeuh bahwa wanita berhijab yang berpapasan dengannya di jalan itu adalah Sitta sahabatnya, jika bukan karena Dinda yang memberitahunya.Sementara Sitta, yang memang berharap Arka dan Dinda tak melihatnya merasa lega begitu dia berhasil melewati dua sejoli yang sedang kasmaran itu.Namun, sial bagi Sitta saat ini ketika Arka malah mengejarnya dan menghadang langkah Sitta di depan."Jadi bener lo Sitta?" ucap Arka dengan wajah serius, setengah kaget bercampur tak percaya.Tatapan Arka lekat menelusuri penampilan Sitta dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo kenapa, Ta? Kenapa seminggu ini ngindarin gue terus? Lo juga nggak bales-bales sms gue dan nggak angkat telepon gue? Lo nggak masuk sekolah, gue pikir lo sakit, tapi pas gue ke rumah, nyokap lo malah ngusir gue." Cecar Arka panjang lebar.Sitta mengulum bibir, merasa tak enak, malu, sedih sekaligus kesal. Semua perasaan itu bercampur aduk dalam benak Sitta saat ini, hingga m
Makan malam di kediaman Kahfi sudah kembali ramai oleh celoteh riang Kalila.Kalila yang baru saja bercerita bahwa dirinya masuk menjadi nominasi tiga besar lomba cerdas cermat Matematika di sekolahnya. Hal itu jelas mendapat sambutan baik dari Wisnu dan Laras selaku kedua orang tua Kalila. Sama halnya dengan Kahfi yang turut memberikan pujian pada sang adik tercintanya itu."Dulu waktu hamil Kalila Ummi ngidam apa sih? Kok bisa Kalila pinter banget begini? Hebat adiknya Kahfi," puji Kahfi seraya mengelus ubun-ubun Kalila yang tertutup hijab."Ya sama aja sih kayak waktu Ummi hamil kamu dulu, Fi. Ummi perbanyak lagi ibadah, shalat sunnahnya dikencengin, dzikirnya, hafalan qur'annya. Itu aja," jawab Laras mengingat-ingat."Dan yang pasti, saat Ummi hamil dulu, Abi selalu berusaha membuat Ummi bahagia. Karena kunci kesehatan janin di dalam kandungan itu ada pada kebahagiaan hati ibunya," tambah Wisnu menjelaskan dengan penuh kebanggaan. "Ummi kalian ini dulu waktu lagi hamil kalian itu
"Genk motor Rival ancem kami akan memperkosa dan membunuh Sitta kalau sampai kami berani lapor polisi, Bang!"Seperti sebuah dejavu saat kalimat itu keluar dari mulut Andi.Membuat Kahfi tertegun mendengarnya.Hingga ingatan Kahfi pun seolah terbang ke masa lalu.*"Gengnya Regan ancem gue, Fi. Katanya, kalau sampe lo ngaduin soal Regan yang pakai sabu ke Pak Kepsek, Regan akan buat perhitungan sama lo! Dia mau memperkosa Nanda!"*Mengingat hal itu, tubuh Kahfi langsung menegang. Kedua tangan lelaki itu terkepal keras di sisi tubuhnya, bahkan saking kerasnya kepalan tangan itu, hingga memperlihatkan buku-buku jarinya yang memutih.Urat nadi di leher Kahfi yang berkulit putih pun tampak menonjol keluar, karena Kahfi yang terlalu kuat menekan kedua rahangnya.Dada lelaki itu bergemuruh dengan hebatnya seolah siap untuk meledakkan lahar panas yang selama ini terpendam bertahun-tahun lamanya di dada.Nanda, gadis yang dicintainya harus ternoda karena ulahnya. Karena keegoisannya.Lantas,
"Sitta?" pekik Arka dari arah luar.Sampai di dalam kamar, di mana Sitta berada, Arka menjadi terkejut saat dilihatnya keberadaan lelaki lain yang bukan anggota genk motor mereka.Hanya saja, kabar mengenai Sitta yang ditemukan pingsan di jalan oleh Andi, membuat Arka panik setengah mati, hingga dia pun mengabaikan keberadaan Kahfi di sana.Mendekati Sitta dan memastikan keadaan Sitta baik-baik saja, sikap Arka terlihat berlebihan."Lo nggak apa-apa, kan Ta?" Tanya Arka sambil memeriksa sekujur tubuh Sitta dari mulai depan belakang, wajah hingga ke bawah lututnya. Hal itu jelas membuat Sitta marah."Ish, apaan sih? Lebay banget. Gue nggak kenapa-napa kali! Mau aja lo diboongin sama Bang Keling," ucap Sitta kemudian.Arka hendak kembali bicara, namun pergerakan Sitta yang lantas berjalan menuju tepian ranjang tempat di mana Kahfi masih terduduk diam di sana membuat Arka pun bungkam suara.Lagi-lagi Arka kembali dibuat penasaran mengenai siapa sebenarnya Kahfi."Gue tau, lo cuma pura-pu
Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir."Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun."Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi de
"Halo, Kak Bulan?" sapa Sitta di telepon membuka percakapan. "Kemana aja sih? Kok baru telepon? Udah sms Sitta nggak pernah dibales lagi, sok sibuk banget!" Omel Sitta sebelum orang di seberang sempat buka suara.Terdengar tawa kecil suara seseorang di seberang. "Assalamualaikum," ucapnya mengawali percakapan.Sitta berdecak, merasa tersindir dengan ucapan salam sang kakak. "Waalaikum salam," jawabnya malas-malassan."Barusan kakak habis telepon Ibu," beritahu seseorang yang selama ini memiliki peran terpenting bagi keberlangsungan hidup Sitta. Seseorang yang begitu Sitta sayang dan seseorang yang menjadi tempat Sitta mencurahkan segala perasaan gundah gulana dalam hatinya selama ini. Termasuk, tempat Sitta mengadu jika Sitta sedang bertengkar dengan Ibundanya. "Gimana kabar kamu di sana? Ibu bilang, kamu diterima masuk universitas negeri ya di Jakarta? Selamat ya, Sitta."Sitta tak langsung menjawab karena dia masih belum terima atas sikap Bulan yang sudah mengabaikannya beberapa tah