Share

perselingkuhan 6

"Oh, ya. Barusan ada tamu ya? Tadi papa ketemu di luar rumah dan kaget saat melihat orang yang nyetir mobilnya ternyata teman SMA papa. Dia pak Danu kan? Pengacara yang biasa menangani kasus perceraian. Ada urusan apa pak Danu kemari, Na?" tanya Papa mertua Nana membuat Nana menelan ludah.

Nana menimbang-nimbang kemungkinan nya untuk berterus terang ataukah mendiamkan masalah ini sampai berkas masuk ke pengadilan agama.

"Hm, papa yakin kalau tamu yang baru datang tadi adalah teman SMA Papa?" tanya Nana hati-hati.

Papa mertua Nana menatap ke arah menantu nya.

"Yakin lah. Yakin banget! Kan tadi pak Danu membuka kaca jendela mobil. Jadi papa bisa melihat dengan jelas wajah teman papa itu," ujar papa mertua Nana.

"Hm, gitu ya. Wah, kalau saja mama dan papa sampai di sini lebih awal, mungkin mama dan papa bisa reunian dengan beliau ya," jawab Nana mengambang.

"Na, jadi benar yang kerumah mu tadi pak Danu? Ada apa? Apa ada masalah dengan pernikahan kalian?" tanya mama mertua nya. Tampak khawatir.

Nana tersenyum. Dia menatap mertuanya yang sudah berusia lima puluh lima tahun.

"Tidak ada apa-apa, Pa, Ma. Tamu yang datang ke rumah tadi memang pak Danu. Beliau ayahnya teman kerja saya, Rinta. Tadi Rinta sedang ada urusan keluarga dengan ayahnya, lalu pulang nya mampir kemari untuk membawakan oleh-oleh," ujar Nana sekenanya.

'Maaf kan Nana ya, Pa, Ma. Nana tidak sampai hati mengatakan tentang perselingkuhan mas Rama sekarang. Karena Nana merasa bahwa hal itu bukan hanya kesalahan mas Rama. Tapi Nana juga yang memulainya karena terlalu mengkhawatirkan Dita sehingga mengajaknya untuk tinggal di sini,' batin Nana sedih.

"Oh, gitu. Mama dan papa lega kalau rumah tangga kalian baik-baik saja. Dan sebenarnya ada yang ingin mama sampaikan," ujar mertua Nana melihat ke arah Nana dengan serius.

"Ada apa ya, Ma? Apa Nana berbuat salah?" tanya Nana khawatir melihat ekspresi wajah mertua nya yang tegang.

"Enggak. Kamu enggak salah. Hanya saja..."

Mertua nya tampak ragu dengan kata-kata yang mengganjal di hati.

"Ada apa sih, Ma? Mama bikin aku cemas," sahut Nana, mendadak merasa tak enak.

"Sebelumnya maaf kalau kamu merasa terganggu dengan ucapan Mama ya Nak. Mungkin hal ini bisa menyinggung perasaan kamu. Tapi mama hanya ingin mengatakan tentang pendapat mama."

Mama mertua nya menghela napas. Sedangkan Nana menunggunya dengan tegang. "Ini tentang Nak Dita. Mama tahu kalau Nak Dita dan kamu sudah tidak mempunyai orang tua. Mungkin kamu juga tidak tega membiarkan adik kamu tinggal sendiri di luar rumah. Tapi mama pernah mendengar pengajian bahwa ipar adalah maut. Jadi apa tidak sebaiknya..."

Deggg!

Sebuah hantaman menekan hati Nana. Pertahanan Nana nyaris jebol dengan kata-kata mama mertua nya.

"Ma, jangan begitu! Kalau memang Nana dan adik nya bisa hidup rukun serumah dengan Rama, biar saja. Jangan malah membuat Nana menjadi overthinking dengan pendapat kamu," ujar papa mertua Nana.

Nana tersenyum getir. Apa yang akan dilakukan mama dan papa mertua nya jika tahu bahwa kondisi rumah tangga anaknya sedang di ujung tanduk?

Nana hanya mampu tersenyum. Tidak mengiyakan tapi tidak menyalahkan pendapat mertua nya. Dia juga dalam posisi serba salah.

"Bukan gitu, Pa. Mama hanya takut apa yang dikatakan dalam pengajian itu benar," ujar Mama mertua Nana.

"Hm, Mama, Papa, apa mas Rama tahu kalau mama dan papa ke rumah?" tanya Nana mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Sudah. Kami tadi memang menelepon Rama lebih dulu. Kami tanya apa kamu ada di rumah. Dia bilang kamu dinas siang, jadi kami kemari. Kalau kamu tidak ada di rumah, kamu tunda saja kesini."

"Lho, jadi papa dan mama sengaja kesini hanya untuk bertemu saya?"

"Ya, mama ingin membawakan mainan bayi dan masakan mama sekaligus menyampaikan kekhawatiran mama tadi secara khusus dengan kamu. Mama harap kamu bisa mempertimbangkan nya," ujar mertuanya tulus.

"Terimakasih perhatian nya, Ma, Pa," sahut Nana tersenyum. Mulutnya terkunci untuk berbicara lebih jauh tentang perbuatan suami dan adik kandung nya.

"Ma, sudah siang. Ayo pulang saja. Biar Nana istirahat, dia kan dinas nanti. Jangan sampai kita menganggu istirahat Nana," ujar Papa mertua Nana.

Mama mertua Nana tersenyum dan berpamitan pada Nana.

"Kamu jaga kesehatan ya, Na. Kalau ada apa-apa atau butuh apa-apa, beritahu mama dan papa!"

Nana mengangguk dan mengantarkan mertua nya keluar rumah.

***

Nana menuju ke meja makan. Menatap lauk yang dibawa mertua nya. Ada bakso, rendang, ayam goreng laos, dan kerupuk udang.

"Mama dan papa begitu baik dan perhatian sekali padaku. Apa memang aku yang salah dengan membiarkan Dita tinggal di sini?" gumam Nana.

Dia lalu berjalan ke arah ruangan yang dipersiapkan untuk bayinya. Menurut USG, anak dalam rahim nya berjenis kelamin laki-laki. Ditatapnya ruangan itu lama. Dulu dia menata ruangan itu dengan penuh bahagia bersama suami dan adiknya.

Iseng-iseng dia melanjutkan langkah nya ke dalam kamar sang adik. Kamar yang selama ini jarang sekali dimasukinya.

Klik.

Kamar tidur adiknya rupanya dikunci. Tapi Nana tidak kekurangan akal. Dia mengambil kunci duplikat. Memang rumah ini dan tiga kamar di rumah ini mempunyai kunci duplikat.

Dia dan suami nya sepakat untuk menggandakan kunci rumah untuk berjaga-jaga jika salah satu pihak sedang bekerja sedangkan anggota keluarga lain perlu masuk ke dalam rumah. Juga untuk berjaga-jaga jika ada yang kehilangan atau lupa meletakkan kunci.

Nana membuka kamar adiknya. Suasana merah muda langsung menyapa kamarnya. Adiknya memang feminin, cantik, lembut, seharusnya bisa memilih laki-laki lajang, bukan suami nya.

Nana melangkah maju ke arah meja belajar Dita. Mengelus tumpukan buku cetak yang tertata rapi di sana. Mata Nana tertuju pada sebuah buku agenda berwarna merah muda yang berada di bagian paling bawah tumpukan.

Dengan penuh rasa ingin tahu, Nana membuka buku itu. Isinya membuat Nana tercengang bukan main.

Beberapa halaman awal memang hanya berisi cerita tentang kesedihannya saat orang tua mereka meninggal karena kecelakaan. Tapi halaman-halaman selanjutnya membuat hati Nana seolah terlepas dari rongganya.

[Dear diary, hari ini mbak Nana memperkenalkan calon suaminya padaku. Namanya mas Rama. Dia sangat tampan dan mapan. Aku iri pada mbak Nana. Betapa beruntung nya dia mendapatkan calon suami yang tampan dan mapan.]

Nana kembali membuka halaman demi halaman buku agenda milik sang adik.

[Sebenarnya aku tidak ingin serumah dengan mbak Nana. Tapi aku tidak punya siapa-siapa lagi. Bapak dan ibu anak tunggal. Kakek nenek sudah meninggal. Aku juga takut jika tinggal sendiri di kost atau di kontrakan. Takut ada maling. Tapi kalau tinggal serumah dengan mbak Nana, aku cemburu. Mas Rama kayak cinta banget sama mbakku. Bucin banget.]

[Mertua mbak Nana juga sayang sekali dengan mbak Nana. Aku ingin menggantikan posisi mbak Nana. Enak kali ya kalau jadi istri mas Rama. Aku nggak perlu kerja.]

Gemuruh menguasai da da Nana. Apalagi saat dia membuka halaman berikut nya.

[Mas Rama suka main ML, asikkk, aku jadi punya alasan untuk mendekati nya. Doain mas Rama bisa berpaling dari mbak Nana!]

Nana membuka halaman lain.

[Hari ini mbak Nana dinas malam, dan kami hanya berdua di rumah. Aku memberanikan diri untuk membuatkan mas Rama kentang goreng. Suasananya pas karena hujan dan malam-malam dingin, sehingga tanpa sadar, aku memeluk mas Rama. Tapi...]

Belum selesai Nana membaca halaman itu, mendadak terdengar suara dari pintu kamar Dita.

"Mbak...?"

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status