Share

perselingkuhan 5

"Baiklah, Mas. Tiga hari lagi kamu akan melihat apa yang bisa kulakukan. Kelakuan kamu dan adik ku sungguh tidak bisa dimaafkan!" ucap Nana geram.

Dikembalikannya lagi ponsel sang suami ke atas nakas, lalu bersandar di tempat tidur. Perutnya kembali mengencang setiap kali dia memikirkan perselingkuhan adik dan suaminya.

Nana menghela napas panjang lalu mengelus perutnya berulang-ulang. Mencoba berdamai dengan nasib yang menimpanya. Hingga rasa kantuk membuainya kedalam mimpi.

Sebuah tepukan hangat membangunkannya, membuat Nana membuka mata. Tampak sang suami dengan senyumannya yang khas berdiri di hadapan nya.

"Apa yang baru kamu lakukan semalam sampai kamu tidur dengan posisi duduk di ranjang, Yang?" tanya Rama. Nana memaksakan senyumnya.

"Perutku mengencang. Rasanya agak nyeri," jawab Nana jujur. Dia menoleh ke arah jam bulat yang menempel di dinding kamar. Masih jam setengah lima pagi.

Rama mengusap dan mencium perut sang istri. "Jagoan papa semalam main bola? Besok kalau sudah lahir, pasti bisa mengalahkan papa kalau tanding futsal.

Tapi kamu jangan membuat mama kesakitan ya, Nak! Kasihan sekali Mama kamu," ujar Rama lembut.

Nana hanya tersenyum kecut. Dulu saat Rama mengelus dan mencium perutnya, dia pasti merasa bahagia, seolah-olah ribuan bunga bermekaran dalam hatinya. Tapi sekarang? Yang dirasakan nya saat Rama sedang memanjakan nya hanya rasa sakit mendalam. Karena Nana merasa sikap suaminya yang manis hanya untuk kamuflase atau pencitraan dalam menutupi perselingkuhan dirinya.

"Kalau rasa sakitnya sudah semakin sering, apa tidak lebih baik kamu segera ijin cuti ke rumah sakit?" usul Rama.

"Iya, sebentar lagi, Mas. Kamu jangan khawatir. Aku tidak apa-apa."

Rama mengelus pipi Nana lalu mengecup kening sang istri.

"Ya sudah, kamu istirahat saja, biar mas yang membuat sarapan untuk kita. Oke?!"

"Yah, kita bisa beli sarapan kan? Kamu juga enggak usah susah-susah masak, Mas," saran Nana.

"Nggak. Nggak susah kok. Aku cuma ingin masakin nasi goreng buat kamu, Dita, dan aku. Jadi kamu tenang saja di kamar. Aku masak dulu ya," ujar Rama dan tanpa menunggu jawaban Nana, lelaki itu berlalu ke dapur.

"Mas, pandai sekali kamu bersandiwara. Manis di bibir dan perlakuan saja, padahal dibelakangku kamu menusuk ku dengan kejam," gumam Nana sedih.

***

Rama sudah berangkat bekerja, Dita pun sudah berangkat ke kampusnya, tinggallah Nana di rumah dengan mbok Inah yang sedang menyetrika baju. Hari ini memang Nana mendapatkan jadwal dinas siang.

Nana meraih ponselnya dan menekan nomor Rinta.

"Halo, Rin, apa kamu sibuk?"

"Halo, Na. Aku nggak sibuk. Cuma baru saja sarapan. Ada apa?"

"Aku ingin minta tolong padamu."

"Ada apa, Na? Aku pasti akan menolong kamu kalau aku bisa. Ada apa sih, Na? Kamu bikin aku khawatir."

Nana menjeda kalimat nya.

"Ayah kamu kan pengacara yang biasa mengurus kasus perceraian suamu istri, hak asuh anak, dan harta gono gini. Dan aku sudah yakin untuk menggugat cerai mas Rama. Jadi aku butuh bantuan dari ayah kamu," ujar Nana. Ada nada getir dalam suaranya.

Hening sejenak. Rinta termenung. Perasaan temannya yang sdang patah hati seolah tersampaikan padanya.

"Jadi kamu benar-benar sudah fix dengan keputusan kamu?" tanya Rinta.

"Yah, aku sudah bulat dan tidak bisa ditawar lagi. Parah banget adik dan suami ku. Mereka akan staycation di hotel tiga hari lagi dan rencana ku, aku ingin menangkap basah mereka," sahut Nana lirih.

"Baiklah, sepertinya hari ini jadwal ayahku sedang kosong. Kami akan ke rumah kamu untuk membicarakan hal ini dan syarat-syarat pengajuan cerai di pengadilan agama."

"Baiklah, terima kasih sekali. Aku akan menunggu mu, Rin."

***

Syarat-syarat pengajuan perceraian sudah diberikan oleh Nana pada Rinta dan ayahnya. Saran-saran dari pengacara senior itu untuk melancarkan kasusnya di pengadilan agama juga diingat baik-baik oleh Nana.

"Jadi seperti itu ya mbak Nana. Seperti yang sudah saya bilang hati-hati dalam melakukan penggerebekan pada suami kamu karena mbak Nana sudah hamil tua. Khawatir jika terjadi sesuatu saat mbak Nana menggerebek suaminya. Jadi biar Rinta menemanimu, Mbak," ujar Ayah Rinta.

Nana mengangguk. "Terima kasih sekali atas kedatangan bapak dan kamu, Rin."

"Sama-sama. Kamu nggak usah sungkan. Sesama teman harus saling menolong. Berkas kamu baru bisa dibuat setelah bukti lengkap ya?"

Nana menganggukkan kepalanya. Rinta dan ayahnya lalu berpamitan pada Nana. Rinta memeluk Nana perlahan untuk menguatkan hati sahabat nya itu. Sebelum akhirnya pulang dengan sang ayah.

Baru saja Nana mengantarkan Rinta dan ayahnya pulang, mobil mertuanya memasuki halaman rumah Nana. Wajah Nana tegang sesaat. Dia menghela napas panjang. Kedatangan mertuanya memang mendadak, dia menimbang dua pilihan, antara memberitahu kedua mertuanya atau tidak atas perselingkuhan suami nya.

"Papa! Mama! Kok mendadak datangnya?" seru Nana menyalami mertuanya yang datang dengan membawa beberapa tupperware dan beberapa kantong plastik.

"Wah, kamu kayak siapa saja, Na. Emang nggak boleh ya papa mama datang ke rumah kamu? Lagipula rumah mama kan deket, cuma lima belas menit dari rumah kamu," Sahut mama mertuanya sambil mengelus perut Nana.

Nana menjadi salah tingkah.

"Boleh dong. Tapi kan Nana belum sempat mempersiapkan makanan untuk menyambut kedatangan mama dan papa?!" ujar Nana tersenyum.

"Ck, kamu kayak sama siapa saja. Mama justru datang kesini untuk membawakan kamu masakan mama, biar kamu nggak usah repot-repot masak."

"Wah, terimakasih sekali, Ma! Mbok Inah! Tolong bantu saya membawa bawaan mama dan papa di ke dalam," pinta Nana.

"Ya, Bu!"

Mbok Inah dan Nana pun lalu membawa aneka makanan ke dapur dan mainan bayi ke kamar bayinya.

"Ma, Pa, kok repot-repot banget membawakan banyak makanan dan mainan kemari?" tanya Nana saat dia sudah kembali ke ruang tamu. Di belakang Nana, bi Inah membawa nampan berisi minuman dan dua toples cemilan.

Mertuanya tersenyum. "Kamu kayak sama siapa saja sih, Na. Kan wajar kalau mama membawa kan kamu makanan bergizi, biar enggak usah repot-repot masak."

"Iya. Santai saja, Na. Papa sudah nggak sabar ingin melihat cucu pertama papa lahir. Oh ya, kapan perkiraan lahirnya?" tanya Papa mertua Nana.

"Insyallah kurang 1,5 bulan lagi, Pa, Ma. Doakan proses persalinan Nana lancar ya?"

"Aamiin, papa dan mama selalu mendoakan kamu, Nak. Mendoakan kebahagiaan kamu dan Rama. Mendoakan persalinan kamu agar lancar, kamu dan cucu kami sehat dan selamat," ujar Papa mertuanya. Nana mengamini dengan penuh rasa syukur.

"Oh, ya. Barusan ada tamu ya? Tadi papa ketemu di luar rumah dan kaget saat melihat orang yang nyetir mobilnya ternyata teman SMA papa. Dia pak Danu kan? Pengacara yang biasa menangani kasus perceraian. Ada urusan apa pak Danu kemari, Na?" tanya Papa mertua Nana membuat Nana menelan ludah.

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status