"Oh, ya. Barusan ada tamu ya? Tadi papa ketemu di luar rumah dan kaget saat melihat orang yang nyetir mobilnya ternyata teman SMA papa. Dia pak Danu kan? Pengacara yang biasa menangani kasus perceraian. Ada urusan apa pak Danu kemari, Na?" tanya Papa mertua Nana membuat Nana menelan ludah. Nana menimbang-nimbang kemungkinan nya untuk berterus terang ataukah mendiamkan masalah ini sampai berkas masuk ke pengadilan agama. "Hm, papa yakin kalau tamu yang baru datang tadi adalah teman SMA Papa?" tanya Nana hati-hati. Papa mertua Nana menatap ke arah menantu nya. "Yakin lah. Yakin banget! Kan tadi pak Danu membuka kaca jendela mobil. Jadi papa bisa melihat dengan jelas wajah teman papa itu," ujar papa mertua Nana. "Hm, gitu ya. Wah, kalau saja mama dan papa sampai di sini lebih awal, mungkin mama dan papa bisa reunian dengan beliau ya," jawab Nana mengambang. "Na, jadi benar yang kerumah mu tadi pak Danu? Ada apa? Apa ada masalah dengan pernikahan kalian?" tanya mama mertua nya. Tamp
Belum selesai Nana membaca halaman itu, mendadak terdengar suara dari pintu kamar Dita."Mbak...?"Buku agenda di tangan Nana terjatuh. Nana segera memungutnya lalu menoleh ke asal suara. "Ada apa mbok Inah?" tanya Nana menatap ke arah mbok Nah yang sedang berjalan ke arahnya membawa sebuah paket. "Oh, bu Nana. Saya kira mbak Dita sudah pulang dari kampus. Kok pintu nya terbuka."Nana tersenyum. "Iya, saya cuma ingin mencari buku saya yang semalam dipinjam Dita. Kalau Dita nya ya belum pulang."Nana menjeda kalimatnya. "Memangnya kenapa, Mbok?" "Ini ada paket, Bu." Mbok Inah mengulurkan paket yang terbungkus plastik berwarna hitam dari tangannya ke arah Nana. "Sudah dibayar ini, Mbok? Apa COD?""Sudah lunas, Bu.""Ya sudah. Paket milik Dita saya terima dan saya simpan di kamar, Mbok."Mbok Inah mengangguk lalu keluar dari kamar. Nana melihat paket berukuran sedang itu seraya duduk di pinggir ranjang. Pada awalnya dia berniat untuk meninggalkan paket itu begitu saja. Tapi kemudia
Nana pun langsung membuka pintu kamar Dita, dan tampaklah adiknya itu sedang memakai lingerie di depan lemari kaca seolah memang menunggu kedatangan seseorang. Suara langkah di belakang Dita terdengar jelas. Namun Dita tetap mengaca dan mengoleskan lipstik di bibirnya yang ranum. Lingerie yang dipakai Dita sangat vul gar. Benar-benar hanya diperuntukkan bagi pasangan suami istri yang sah saja. "Gimana menurut kamu? Warna hitam ini cocok untuk ku kan?" tanya Dita. Nana masih terdiam mengawasi adiknya tanpa melangkah lagi. Dita yang curiga karena tidak mendapat kan respon seperti yang diharapkan, akhirnya menoleh ke arah pintu. "Astaga, Mbak Nana! Kok sudah pulang?!" jerit Dita kaget seraya meraih selimut di atas kasurnya dengan cepat lalu menutup kannya ke tubuhnya. Nana tersenyum kecut. "Kenapa kamu kaget? Apa kamu tidak memprediksi kan bahwa aku yang datang? Atau kamu ingin yang berada di kamar kamu saat ini bukan aku, tapi yang lain? Siapa? Mas Rama? Kamu berharap mas Rama yan
"Hm, kamu bilang kayak gitu seolah-olah kamu yang jadi kakak kandungnya Dita, Mas. Bukan aku. Atau kamu cemburu jika ada laki-laki lain yang mendekati adikku?" sahut Nana memasang tampang curiga. "Astaga, Sayang! Kamu ini ngomong apa sih? Orang yang menjadi keluarga kamu tentu saja menjadi keluarga ku. Orang yang kamu jaga, tentu saja akan kujaga juga," ujar Rama cepat. Nana diam sesaat."Tadi mama dan papa kesini, Mas.""Iya. Aku tahu. Mama tadi sudah menelepon ku dan bilang ingin mengantarkan lauk dan mainan untuk anak kita. Mama seneng banget dengan kehamilan kamu dan menunggu-nunggu kelahiran cucu pertama nya. Padahal dedek utun belum launching, tapi sudah banyak kado buat dia," sahut Rama sumringah. "Sebenar nya tadi mama mengatakan sesuatu yang membuatku kepikiran dan overthinking," sahut Nana."Hah, emang mama bilang apa?" "Mama bilang kalau ipar adalah maut. Dan sebenarnya mama tidak setuju kalau Dita tinggal di sini."Rama terkejut mendengar ucapan Nana. "Lah memangnya k
Beberapa saat sebelum nya, Rama duduk di belakang kemudi sambil menunggu Dita keluar dari kampus. [Honey, aku sudah menunggu kamu di depan kampus.]Rama menunggu beberapa saat sampai tanda centang berubah biru. [Lho, Mas. Sudah mau jemput aku? Aku masih nugas sama nongkrong di kafe kampus.][Iya. Aku kan sebenarnya pulang jam 3 sore. Tapi selalu pulang lebih lama karena mengambil lemburan. Hari ini aku ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan kamu. Yuk, Honey, cepetan ya. Katanya kamu sudah beli lingerie?]Di kafe tempat nongkrong, Dita tersenyum sambil menatap ponsel nya. [Oke, Mas. Aku keluar sekarang.]Dita segera membereskan buku dan netbook nya dan memasukkan nya ke dalam tas. Lalu bergegas ke pelataran parkiran kampus mencari Rama. Hati Dita berdebar saat membuka pintu mobil Rama. Digenggamnya erat-erat tas nya yang berisi lingerie warna hitam miliknya. Dita dan Rama saling menatap sejenak. Keduanya tersenyum saat Rama membelai pipi Dita. "Kamu cantik sekali!""Hm, maka
"Pak polisi! Tolong bawa saja kedua orang ini! Karena saya tidak mau berdamai dengan mereka!" ujar Nana geram. Polisi menarik tangan Dita sehingga menjauh dari Nana. Dita hampir terjerembab di lantai kamar. Rama buru-buru bergegas menolongnya. Dita menatap wajah Rama dengan tatapan sedih. "Mas, tolong katakan pada mbak Nana agar melepaskan kita. Bukankah kita adalah saudara? Tolong Mas, aku nggak mau di penjara," ujar Dita menghiba. Rama mengangguk lalu mendekat ke arah Nana. "Sayang, aku khilaf. Kami khilaf. Aku akui kami bersalah. Tapi mengingat pernikahan kita yang hampir 2 tahun dan anak kita yang akan lahir, kumohon maafkan aku. Aku berjanji kalau kamu memberikan aku kesempatan kedua, aku akan lebih mencintai dan menyayangimu. Aku ingin berdamai dengan kamu, Na. Kamu masih mencintai aku kan?" tanya Rama menghiba. Rama menatap intens mata Nana. Mencoba untuk membuat istri nya iba sehingga mau memaafkan perlakuan nya. "Seharusnya kamu memikirkan tentang hal ini lebih dulu se
Suasana hening sejenak. "Ehem, Nak Nana." Kali ini giliran papa mertua Nana yang angkat bicara. "Ya, Pa?""Papa dan Mama sangat menyayangi mu. Papa juga menyayangkan perselingkuhan yang dilakukan oleh Rama. Tapi Papa tidak mau anak sulung papa di penjara. Jadi.. Papa minta padamu untuk menawarkan jalan damai. Apapun yang kamu minta pasti papa kabulkan, asalkan kamu mau mencabut tuntutan kamu pada Rama. Papa membawa pengacara untuk memudahkan kasus ini, Na. Biarlah Rama menyadari kesalahannya di rumah papa bukan di penjara," ujar papa mertua Nana. Nana menghela napas panjang. Sebenarnya dia ingin melihat suami dan adik kandung nya dipenjara agar mengalami rasa sakit lebih daripada yang dirasakan nya. Tapi dia juga mempunyai rencana lain jika keluarga Rama memilih damai. "Baiklah, Pa, Ma. Saya bersedia berdamai dengan beberapa syarat.""Katakan apa saja syarat jalan damainya, papa dan mama akan usahakan, Na.""Pertama saya ingin bertanya pada papa dan mama, apakah papa dan mama jug
"Huhuhu, mbak Nana jahat! Teganya dia memasukkan aku ke sini!" gumam Dita lirih diantara isak tangis. Dia baru berhenti menangis saat sebuah suara mengagetkan nya. "Heh, Lu jangan menangis saja! Brisik! Gue hajar juga ya ntar kalo nggak bisa diam!"Dita menoleh ke asal suara. "Memang nya tahanan ini hanya punya kamu? Kesel! Jangan seenaknya nyuruh-nyuruh orang!" desis Dita kesal. Dia sangat kesal dengan Nana dan sedang ingin melampiaskan kemarahannya. Dita baru saja menyelesaikan kalimat nya saat teman di tahanannya itu mendelik dan menarik rambut panjang nya. "Astaga! Lepasin! Sakit tahu!" teriak Dita galak. Tapi tahanan yang satu sel dengan Dita itu tidak melepaskan tangannya. Dia justru semakin erat menjambak rambut Dita. Dita pun membalas menjambak rambut teman satu sel nya dengan sekuat tenaga. "Lepasin b r e n g s e k!""Nggak! LU yang b r en g sek! Lu kan ditahan di sini atas kasus ku mpul k ebo kan?! Cih, dasar murahan! Aku ini paling benci valakor!"Dita terperanjat mend