Ketika dia mendengar bahwa Wina sudah pergi, Jihan segera berdiri dan berjalan keluar ruangan. Dia bahkan tidak melihat ke samping dan langsung menuju lift.Wina dan Alta saling berpandangan, lalu Wina melangkah maju dan menepuk pundak Jihan. "Sayang, aku di sini. Kamu mau pergi ke mana?"Jihan berbalik dan melihat Wina yang sedang memiringkan kepala menatapnya sambil tersenyum dengan manis.Wina mengangkat kotak tahan panas yang dia bawa dan menggoyangkannya di depan Jihan. "Ayo kita makan siang bareng di ruanganmu."Melihat kotak bekal itu, ekspresi Jihan berangsur-angsur berubah menjadi senang.Wah, istrinya juga datang ke perusahaan untuk mengantarkan makanan kepadanya!Jihan mengambil kotak bekal itu dengan satu tangan, sementara tangannya yang satu lagi menggandeng Wina menuju ruang kerjanya."Paman Rudi minta koki masak apa?""Enak saja, ini aku yang masak sendiri. Kamu 'kan suka banget makan dengan empat jenis lauk dan satu jenis sup. Aku bahkan nggak memperlakukan Gisel begini
Wina yang sedang berdiri pun sedikit membungkuk bersandar ke telinga Jihan, lalu berbisik,"Kamu memetik bunga mawar untukku setiap pagi dan aku akan membawakanmu makanan setiap siang. Mari kita lihat siapa yang bisa bertahan sampai akhir."Jihan refleks tersenyum senang, senyumannya sama cerahnya dengan sinar matahari di luar jendela besar sana. Saking senangnya, bahkan alis Jihan sampai tampak melengkung."Nyonya Wina, kenapa kamu begitu baik?""Nggak baik-baik amat kok. Yang kuberikan padamu di hari pertama memang masakanku sendiri, tapi mulai sekarang yang akan kubawakan adalah masakan koki."Wina tidak punya banyak waktu untuk memasak, tetapi ...."Aku akan tetap masak buatmu kalau lagi libur panjang."Setelah Wina selesai berbicara, dia mengambil obat kumur dan menyerahkannya kepada Jihan.Kebiasaan Jihan setelah makan adalah membersihkan mulutnya.Setelah pria itu mengambilnya, dia bangkit berdiri dan berjalan pergi ke kamar mandi.Ketika keluar, Jihan kebetulan melihat Wina ber
Jihan melirik Wina yang terbungkus selimut dengan hanya satu jari yang terlihat sambil tersenyum senang seolah-olah berhasil memancing mangsanya."Datanglah ke sini sendiri."Wina pemalu, itu sebabnya dia meminta Jihan untuk menghampirinya. Tidak disangka Jihan malah berbalik menyuruh Wina mendatanginya."Kamu yang ke sini."Bulu mata Jihan sedikit bergetar. Dia menahan keinginannya untuk menaklukkan Wina. Dia menundukkan kepalanya dan sengaja berpura-pura cuek sambil terus mengenakan pakaiannya.Begitu melihat Jihan akan mengencangkan ikat pinggangnya, Wina sontak merasa gelisah. Dia akhirnya memberanikan diri dan menyibakkan selimutnya, lalu bergegas memeluk pinggang Jihan."Ini semua gara-gara kamu."Begitu tangan mungil Wina melingkari pinggangnya, Jihan sontak menghela napas lega.Jika Wina lebih lama satu detik lagi saja, Jihan pasti tidak sanggup berpura-pura lagi dan sudah siap mengalah.Ternyata istrinya lebih tidak sabaran dibandingkan dirinya. Yah, tidak masalah juga sih ...
Jihan memandangi sosok menawan di dalam kamar mandi dan baru menyadari bahwa dia sudah ditipu.Dia menahan hasratnya, lalu mengambil handuk mandi di sebelahnya dan menutupi tubuh bagian bawahnya. Jihan pun berjalan ke kamar mandi dan bersandar di pintu."Sayang, kamu mau berapa lama di dalam sana?"Begitu mendengar suara Jihan, Wina yang sedang berpakaian pun berbalik tanpa mengangkat kepalanya."Sampai kamu sudah jadi frustrasi."Begitu gairah Jihan sudah padam, barulah Wina akan keluar dan kabur secepatnya.Jihan pun terkekeh. "Oke, kalau gitu kamu tetap di dalam sana saja, ya. Aku rapat dulu."Hmph! Jihan pasti ingin menipu Wina agar Wina keluar. Wina tidak akan termakan tipu dayanya! Lebih baik dia duduk di toilet sambil bermain ponsel daripada keluar.Jihan yang sudah berjalan setengah jalan pun berhenti ketika melihat Wina tidak membuka pintu.Jihan menatap pintu kamar mandi. Setelah berpikir sejenak, dia mengganti pakaiannya dan berbalik untuk meninggalkan ruang tunggu.Begitu m
Semua orang yang berdiri di hadapannya adalah anggota Keluarga Lionel, Killian berdiri di paling depan ....Selain itu, ada pula Kakek Hadrian yang pernah Jefri sebut, lalu para bibi dan orang-orang lainnya yang tidak begitu Wina kenal. Mereka juga hanya bertemu sekali sewaktu di acara pernikahan ....Mereka semua menatap Wina dengan penuh kebencian, rasa benci yang sudah mendarah daging.Punggung Wina pun langsung berkeringat dingin hingga pakaiannya juga terasa basah ....Killian berjalan ke arah Wina dengan bantuan tongkat berkepala naganya, lalu menatap Wina dengan saksama dan tajam."Harusnya aku memanggilmu Nona Wina atau Nona Verina?"Sepertinya Jodie sudah memberi tahu Killian.Wina mencengkeram ponselnya dan menoleh menatap Alta.Alta yang sedang duduk di dalam mobil sudah mengirimkan pesan kepada Jihan.Begitu Wina menatapnya, Alta langsung balas mengangguk.Wina mengerti arti anggukan Alta, jadi dia mendapatkan kembali keberaniannya untuk menghadapi Killian."Kakek, ayo kita
Killian menyerukan kalimat terakhirnya dengan geram, menunjukkan betapa dia membenci Keluarga Dinsa.Masalahnya, Wina sama sekali tidak bersalah. Dia bahkan belum pernah bertemu dengan tetua Keluarga Dinsa, tetapi dia harus menjadi garda terdepan untuk menanggung kebencian yang ditujukan kepada Keluarga Dinsa."Tuan Besar Killian, aku turut berduka cita dengan semua kehilangan yang kalian alami, tapi ini semua nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak ...."Wina hendak mengatakan bahwa dia tidak terlibat, tetapi Killian sudah terlanjur mengayunkan tongkat berkepala naganya.Gerakan Killian sangat cepat sampai-sampai Wina tidak sempat menghindar. Tongkat berjalan Killian itu pun menghantam lengan mungil Wina ....Saat Killian mengayunkan tongkatnya hendak memukul Wina lagi, tiba-tiba sebuah tangan terjulur dan menghentikan ayunan tongkat itu.Alta merebut tongkat itu, lalu mematahkannya ke atas lututnya menjadi dua."Selama ada aku di sini, siapa pun yang berniat menyakiti Nyonya harus
Wina pun menengadah menatap ke arah sumber suara. "Apa solusinya?""Tentu saja mati dibunuh," jawab salah seorang sepupu perempuan Jihan yang mengenakan sepatu hak tinggi sambil melipat kedua tangannya di depan dada.Keluarga Lionel akan memperlakukan Wina sebagaimana Keluarga Dinsa memperlakukan mereka. Jangan harap perselisihan ini bisa didamaikan.Namun, Wina merasa balas dendam ini percuma saja. Bukankah tindakan seperti ini hanya akan makin memperbesar kebencian di antara kedua keluarga?Sayangnya, Keluarga Lionel menolak mengakui kebenaran ini. Meskipun begitu, membunuh Wina karena dia tidak mau bercerai dengan Jihan juga sesuatu yang sangat kejam.Wina merasa sulit menerima ini, jadi dia memandang Killian. "Tuan Besar Killian, tolong pertimbangkan perasaan Jihan juga.""Nona Verina, dunia ini akan terus berjalan entah mau ditinggalkan oleh siapa pun," sahut Killian. Dia merasa Wina benar-benar konyol berusaha mengancamnya dengan perasaan Jihan.Contohnya saja ayah Jihan. Setelah
Sekitar pukul 18.15, Jihan berjalan secepat mungkin menuju rumahnya setelah mengetahui bahwa Killian memukuli Wina.Sekelompok pengawal berjalan mengikuti Jihan, satu per satu berdiri di belakang para anggota Keluarga Lionel yang duduk di sofa.Sikap para pengawal itu terkesan seperti sengaja mengintimidasi mereka. Para anggota Keluarga Lionel itu tampak agak ketakutan."Apa-apaan ini, Kak Jihan?" cibir Ayana Mantala.Jihan bahkan tidak melirik adik sepupunya itu. Dia langsung berjalan menghampiri Wina, lalu meraih lengan Wina dan memeriksa cederanya.Bekas kemerahan akibat pukulan tongkat berjalan Killian tercetak di sana. Lengan Wina bahkan sampai terasa membelesak ke dalam, menunjukkan seberapa kuatnya tenaga Killian saat tadi memukul Wina.Hati Jihan sontak terasa pedih. Begitu disentuh Jihan, Wina juga langsung menarik lengannya dengan kesakitan. Wina sama sekali tidak bersikap melebih-lebihkan, memang kenyataannya lengannya terasa sangat sakit. Sepertinya ada tulang Wina yang pat