"Jangan bicara sembarangan, Abian! aku akan pulang untuk menemui Mama dan papa. Ada hal yang ingin aku tanyakan pada mereka. Setelah bertemu dengan Ibu mertuaku dan Akbar, rasanya tenagaku habis diserap oleh mereka."Abian mengangguk, tak keberatan jika aku langsung pulang tanpa membantu keadaan Restoran yang sedang ramai pengunjung."Aku akan mengantarkan dirimu, pulang. ""Tidak, aku…""Tidak ada penolakan."***"Apa Mawar telah mengajukan gugatan perceraiannya?"Sania tersenyum seraya menganggukan kepalanya."Kurang ajar! Berani sekali anak itu mempermainkan diriku. Sudah aku katakan, dalam keluarga Sandoro tidak ada yang namanya perceraian. Dia harus diberikan pelajaran, agar tidak semena-mena terhadap anakku."Sania menatap iba pada suaminya itu. Dalam hal ini, seharusnya Sandoro dapat mengerti tentang hal yang dirasakan oleh Mawar, menantunya itu pasti merasakan sakit hati luar biasa karena kesalahan Akbar yang telah berselingkuh pada Mulan. Namun, nyatanya Sandoro justru menyala
Sania membekap mulutnya dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya berfokus pada gendongannya pada Nathan. Bayi itu nampak tenang, namun dirinya bagaikan kayu jati yang telah dibakar. Panas membara.Kedua matanya hanya mampu menatap wajah Sandoro yang begitu menikmati service yang telah diberikan oleh Jenny. Wanita berwajah cantik itu sudah tak memperdulikan bahwa dirinya telah melakukan hal-hal diluar batas bersama bosnya.Sania terduduk lemas, ingin meninggalkan ruangan Sandoro, tapi kedua kakinya tak dapat digerakkan. Sinyal yang dikirimkan oleh otaknya, tak mampu dilakukan dengan baik.Sania ingin memalingkan pandangannya, namun. Lagi-lagi, otak dan matanya tidak bekerja dengan baik, sehingga ia terus menatap ketika Sandoro menekan kepala Jenny agar maju mundur sesuai dengan keinginannya.Jenny begitu lihai dalam melakukan pekerjaan yang membuat Sandoro mendesah keenakan."Yes, baby. Bersiaplah, aku akan keluar…"Sania menyiratkan sebuah senyuman. Hatinya yang tadinya terluka
"Ayo masuk!""Abian, ini…"aku merapatkan tubuhku pada pria yang berdiri tepat di sebelahku."Kau takut?""Ini rumah tak berpenghuni. Sebenarnya apa sih rencanamu!" kesalku pada Abian saat pria itu masih bersikeras mendorong tubuhku agar masuk ke dalam rumah yang terlihat kotor sekali. Bahkan, di bagian atapnya banyak bersarang jaring laba-laba menghiasi sampai ke pintu."Kau akan menyesal jika tidak masuk ke dalam." bisiknya tepat di telingaku.dengan perasaan bercampur aduk, aku memaksakan diri untuk masuk ke dalam bersama dengan Abian. Rumah ini benar-benar membuatku merinding saat melihat isi rumahnya yang begitu berantakan."Abian, ayo ki…""Mawar. Akhirnya kau datang juga."Kedua netraku membulat sempurna saat melihat sesosok tubuh yang aku kenal."Jimmy?"Pria itu terlihat menyunggingkan senyumnya. Namun, senyumannya itu berbeda dengan Jimmy yang aku kenal. Jimmy yang kukenal memiliki lesung pipi setiap kali tersenyum. Sedangkan pria di hadapanku ini tidak memilikinya."Apa bena
Tubuhku menegang mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Jemmy. Walaupun pria itu terlihat begitu tenang dan santai saat mengatakannya, tetap saja. Kedua matanya yang terpejam membuat diriku merasa pasti Jemmy kembali merasakan bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang ia sayangi."Maksudmu…""Ayah mertuamu pelakunya. Jenny hamil, ia hanya menginginkan sebuah status untuk anak yang dikandungnya saat itu. Namun, takdir berkata lain. Jenny harus meregang nyawa di hadapan ibuku."Aku menutup mulutku terkejut bukan main. "Pasti kau bercanda. Mana mungkin, Ayah mertuaku melakukan itu semua. Aku yakin, pasti ada kesalah pahaman antara…" aku tidak meneruskan ucapanku. Sekelebat peristiwa yang menimpa Ayah, Abian dan Siti mengusik ketenangan jantungku yang kian berdebar-debar tak beraturan."Kau tak perlu mempercayai semuanya. Aku hanya ingin berbagi cerita kehidupanku.""Lalu, bagaimana dengan Ibumu?" aku berusaha untuk menenangkan diriku. Walaupun kenyataannya hatiku terasa tercubit
"Kenapa bertanya seperti itu?""Kalau kau hamil, itu bisa saja menjadikan senjata baru untuk Akbar. Ia tidak akan setuju bercerai padamu." Jawab Jemmy."Tidak, aku tidak hamil. Ayo Abian, aku sudah mendapatkan kabar Jimmy. Lebih baik kita pulang saja." Aku bangkit dari tempat dudukku, dan menarik tangan Abian agar mengikuti gerakanku."Apa kau berniat untuk menjalin hubungan dengan pria lain?" kembali Jemmy menanyakan hal yang tak masuk akal."Jangan berani-berani membahas masalah pribadiku."Raut wajah Jemmy kembali menampilkan senyum tipis dan tidak dapat aku artikan."Jangan mencari masalah Jemmy, karena Mawar adalah milikku." Abian menarik tanganku dan digenggamnya begitu erat. Setelah mengatakan hal tersebut, kami meninggalkan Jemmy yang masih setia duduk di sofa.Di lain tempat, Sania memilih untuk pergi ke sebuah Restoran langganannya. Hatinya masih terasa perih mengingat kejadian yang baru saja ia alami. Sandoro harus mendapatkan hukuman setimpal atas semua hal yang ia lakukan
Abian tidak langsung membawaku pulang ke rumah, pria berbadan tegap dan memiliki wajah tampan itu menghentikan mobilnya di sebuah minimarket."Apa yang ingin kau beli?"Abian menoleh melihat wajahku."Isi kulkas,""Apa?""Jangan banyak bertanya. Ayo, ikut aku memilih."Aku memilih untuk tidak menolak permintaan Abian. Lagi pula, pria itu sudah membantuku untuk mencari keberadaan Jimmy.Aku mengikuti langkah Abian, kami berhenti di depan Rak yang menyediakan berbagai macam jenis sabun mandi cair maupun batang."Sabunmu juga habis?""Untukmu," Abian mengambil botol sabun cair dan dimasukkan ke dalam keranjang belanjaan."Aku tidak pernah menggunakan Merk itu, Abian." Protesku."Lalu?""Sudah ambil saja, untuk kekasihmu."Tiba-tiba saja, Abian membalikkan tubuhnya dan meraih daguku sehingga pandanganku terfokus pada wajahnya."Kekasihku adalah dirimu.""Abian, aku adalah is…""Istri Akbar? Jangan berani-berani membahas mengenai hal itu. Sebentar lagi kau akan bercerai dengannya. Setelah
"Kenapa jadinya datang ke rumahmu, Abian!" protesku saat baru menyadari bahwa mobil Abian telah terparkir sempurna di halaman rumahnya. Jujur saja, jika Abian tidak membangunkan tidurku, aku tidak akan sadar bahwa pria itu telah mempermainkan diriku dengan diam-diam mengajakku untuk pergi ke rumahnya."Turunlah, ada yang ingin aku bicarakan." Abian sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapanku. Pria itu langsung turun dari mobil dan mengambil belanjaannya yang diletakkan di bagasi mobil.Aku hanya dapat menghela nafas panjang, berharap hari ini berlalu begitu cepat dan mudah bagiku untuk pulang ke rumah tanpa ada drama yang kembali diciptakan oleh Abian.Saat memasuki rumah Abian, aku disambut oleh wanita paruh baya yang tersenyum hangat padaku."Silahkan ikuti saya, nona. Tuan Abian akan mengganti bajunya terlebih dahulu."aku mengangguk seraya membalas senyumannya. Wanita yang tak kuketahui namanya itu berjalan menaiki tangga menuju ke lantai atas. "Kenapa tidak menunggu di ruang tu
"Tapi aku peduli, Abian. Aku tidak ingin masyarakat menuduhku berselingkuh denganmu.""Apa kau pernah mendengar mereka mengatakan bahwa kau berselingkuh?""Abian, jangan membolak-balikkan ucapanku. Sudahlah, lebih baik kau antar…""Maaf, mengganggu Tuan." Wanita yang tadi mengantarkan diriku ke kamar ini terlihat membawa nampan yang berisi makanan dan minuman."Letakkan disini, Nanny.""Baik, Tuan." Wanita yang dipanggil dengan sebutan Nanny itu meletakkan isi nampan satu persatu di atas meja. Sapi lada hitam dan air putih, dua porsi makanan itu terlihat masih panas. Terlebih, aroma wangi makanan itu begitu menusuk penciumanku, terasa sangat menggoda lidah untuk segera mencicipinya."Terima Kasih Nanny, kau boleh keluar."Nanny tersenyum menanggapi perkataan Abian, setelah itu ia keluar dari kamar."Makanlah, setelah ini aku akan mengantarkan dirimu pulang." Ucap Abian tepat setelah ia duduk di Sofa menghadap langsung dengan diriku yang dibatasi oleh meja yang telah diletakkan makanan