"Kenapa jadinya datang ke rumahmu, Abian!" protesku saat baru menyadari bahwa mobil Abian telah terparkir sempurna di halaman rumahnya. Jujur saja, jika Abian tidak membangunkan tidurku, aku tidak akan sadar bahwa pria itu telah mempermainkan diriku dengan diam-diam mengajakku untuk pergi ke rumahnya."Turunlah, ada yang ingin aku bicarakan." Abian sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapanku. Pria itu langsung turun dari mobil dan mengambil belanjaannya yang diletakkan di bagasi mobil.Aku hanya dapat menghela nafas panjang, berharap hari ini berlalu begitu cepat dan mudah bagiku untuk pulang ke rumah tanpa ada drama yang kembali diciptakan oleh Abian.Saat memasuki rumah Abian, aku disambut oleh wanita paruh baya yang tersenyum hangat padaku."Silahkan ikuti saya, nona. Tuan Abian akan mengganti bajunya terlebih dahulu."aku mengangguk seraya membalas senyumannya. Wanita yang tak kuketahui namanya itu berjalan menaiki tangga menuju ke lantai atas. "Kenapa tidak menunggu di ruang tu
"Tapi aku peduli, Abian. Aku tidak ingin masyarakat menuduhku berselingkuh denganmu.""Apa kau pernah mendengar mereka mengatakan bahwa kau berselingkuh?""Abian, jangan membolak-balikkan ucapanku. Sudahlah, lebih baik kau antar…""Maaf, mengganggu Tuan." Wanita yang tadi mengantarkan diriku ke kamar ini terlihat membawa nampan yang berisi makanan dan minuman."Letakkan disini, Nanny.""Baik, Tuan." Wanita yang dipanggil dengan sebutan Nanny itu meletakkan isi nampan satu persatu di atas meja. Sapi lada hitam dan air putih, dua porsi makanan itu terlihat masih panas. Terlebih, aroma wangi makanan itu begitu menusuk penciumanku, terasa sangat menggoda lidah untuk segera mencicipinya."Terima Kasih Nanny, kau boleh keluar."Nanny tersenyum menanggapi perkataan Abian, setelah itu ia keluar dari kamar."Makanlah, setelah ini aku akan mengantarkan dirimu pulang." Ucap Abian tepat setelah ia duduk di Sofa menghadap langsung dengan diriku yang dibatasi oleh meja yang telah diletakkan makanan
"Bukankah itu bagus?" Abian menyunggingkan senyumnya. Pria itu nampak mengambil garpu dan sendok untuk memulai menyantap sapi lada hitam yang telah menggoda indera penciuman sejak tadi."Tapi, setahuku baru kemarin aku…""Apa kau pikir selama ini orang tuamu akan diam saja melihat anaknya terus disakiti Seperti itu? Ayahmu sudah mengurus semuanya sebelum insiden pesta Anniversary pernikahanmu dengan Akbar." Abian terlihat memasukkan satu potongan daging ke dalam mulutnya.Aku hanya bisa tersenyum sinis, terkejut mendengar ucapan Abian. Bahkan, dulu aku sempat berpikir bahwa Mama dan Papa tidak memikirkan bagaimana perasaanku saat mengetahui perselingkuhan Mas Akbar."Makanlah, Mawar. Mumpung masih hangat," Abian kembali mengingatkan.Aku menatap makanan yang berada di hadapanku. "Ini, dimasak oleh bibi yang tadi mengantar…""Iya, beliau sudah hampir tiga tahun bekerja disini. Yang paling aku sukai adalah masakannya yang begitu enak.""Cobalah, aku yakin kau juga pasti menyukainya."T
"Apa sampai saat ini kau masih belum mempercayaiku?""Apa yang kau ingin kau katakan, katakanlah. Jangan bertele-tele.""Mawar yang diam-diam mendekati diriku yang merupakan selingkuhan suaminya."Akbar diam saja. Pria yang hanya memakai celana dalam saja itu turun dari ranjang dan berjalan menuju ke dalam kamar mandi.Mulan hanya dapat meneteskan air matanya, perasaannya begitu kesal, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa. Ingin meninggalkan Akbar, tapi bagaimana kelak kehidupannya nanti?***Abian telah menghabiskan makanannya. Pria itu kembali terlihat begitu dingin dan terkadang sama sekali tidak terlihat memiliki perasaan padaku. Wajah datarnya kembali hadir saat kami membahas soal anak yang aku kandung. Padahal, itu hanyalah sebuah perumpamaan saja. Tapi, sikapnya terhadap diriku kembali seperti orang asing."Apa kau ingin aku suapi?""Ap…apa?""Cepatlah, ada yang harus aku lakukan." Ucap Abian dengan tatapan dinginnya."Sudah, aku sudah kenyang. Tapi, sebelum pergi. Bolehkah aku me
"Apa ini?" Akbar meneliti setiap kata yang ia baca.Pria berkepala plontos hanya dapat diam dan tak berani menatap wajah Akbar. "Siapa yang mengirimkan dokumen ini?""Tadi ada seorang pria yang datang dan menyerahkan dokumen tersebut. Katanya ini untuk anda, pak.""Sialan! Aku kalah cepat. Atau jangan-jangan…ini sudah jauh-jauh hari direncanakan." Akbar mengepalkan tangannya, menyalurkan rasa kesal yang tiba-tiba saja menggerogotinya hatinya. Miris sekali. Saat ia mengetahui bahwa Mawar telah menggugat cerai dirinya.***"Kita sudah sampai." Ucap Abian saat mobilnya telah memasuki pekarangan rumahku."Baiklah, terimakasih sudah mau mengantarku pulang."Saat akan membuka pintu mobil, Abian menghentikannya. Aku dapat merasakan hembusan nafasnya di dekat telinga dan wajahku. Aku tak berani bergerak, jika bergerak sedikit saja. Pasti wajahku akan menempel pada wajahnya."Maaf, atas perlakuanku. Aku tidak tahu, bagaimana harus bersikap biasa denganmu, Mawar. Kau seperti bom atom yang siap
Abian melajukan mobilnya membelah jalanan kota dengan kecepatan sangat cepat. Ia tidak ingin terlambat untuk menghadiri rapat dadakan yang dilakukan oleh Wibowo.Walaupun sebenarnya hubungan antara keduanya belum terlalu baik. Tapi, Abian berusaha mencoba untuk membuat hubungannya dengan Wibowo lebih baik lagi. Setelah sampai di kantor, Abian segera mengambil langkah menuju ke tempat rapat yang telah diberitahukan oleh Aslan. Sesampainya di ruangan, Abian disambut oleh Aslan dan dipersilahkan untuk duduk di kursi yang telah ditentukan.Abian menurut, karena rapat tengah sedang berjalan dengan suara Wibowo yang begitu mendominasi. Dari awal Keluarga kecilnya ini mengangkatnya sebagai seorang anak, jujur Abian begitu mengagumi sosok Wibowo. Pria tegas dengan ide-ide cemerlang yang begitu hebat."...karena kerugian tersebut, pihak Sandoro group membutuhkan suntikan dana. Jadi, saya memutuskan untuk membeli saham yang tengah mereka jual."Abian mengerti, buntut Video Akbar begitu mempeng
"Abian, jangan melihatku dan mengatakan hal yang tidak-tidak!" protesku sambil memanyunkan bibirku."Jangan menggodaku, Mawar!""Siapa yang menggodamu?""Bibirmu, jangan sampai aku kembali menciumnya!"aku menepuk keningku dan menggeleng cepat, berusaha untuk menyembunyikan ketakutanku. Tetapi, Mana mungkin Abian akan melakukan hal-hal seperti itu, sedangkan ini adalah rumahku."Kenapa melamun?""Ah, tidak. Aku hanya berpikir, kenapa Papa bisa berubah secepat itu." aku tersenyum getir saat mengingat saat -saat dimana Abian diperlakukan sangat berbeda dengan teman kuliahku."Apa karena sekarang kau sudah menjadi bagian dari lingkungan orang terpandang dan memiliki segalanya?"Abian menaikkan kedua bahunya pertanda tak peduli dengan masa lalunya yang tak diterima oleh Papa."Ada beberapa hal yang tak kau mengerti, Mawar. Tapi aku yakin, suatu saat nanti kau akan mengerti jika sudah memiliki seorang anak. Setiap orang tua menginginkan sebuah kebaikan untuk anak gadisnya. Dan, aku yakin. P
"Bagaimana denganku?" lagi, Mulan mempertanyakan hal yang sama. Wanita itu begitu menginginkan sebuah jawaban, walaupun dalam hati kecilnya, ia sangat mengetahui bahwa Mawar adalah rival terberatnya dalam menaklukkan hati Akbar."Aku sudah pernah mengatakannya, kalau Mawar adalah salah satu wanita yang berada dalam hatiku. Sama halnya dengan dirimu, Mulan. Jadi tidak perlu terus menerus mempertanyakan hal yang sama." Akbar menarik diri agar tak terlalu duduk berdekatan dengan Mulan. Pria itu menyandarkan kepala dan tubuhnya pada Sofa. Wajahnya menatap langit-langit dan membayangkan wajah Mawar. Akbar masih ingat, saat pertama kali melihat wajah Mawar saat acara makan malam keluarga. Wanita itu tampak malu-malu, begitu manis dan menggemaskan. Wanita berwajah manis dan tak pernah sekalipun membosankan jika dilihat berulang kali. Pribadi yang selalu ceria dengan segala macam cerita yang ia miliki dapat menarik perhatian Akbar. Namun, sayangnya Akbar tidak suka dengan sifat kemandirian y