"Bukankah itu bagus?" Abian menyunggingkan senyumnya. Pria itu nampak mengambil garpu dan sendok untuk memulai menyantap sapi lada hitam yang telah menggoda indera penciuman sejak tadi."Tapi, setahuku baru kemarin aku…""Apa kau pikir selama ini orang tuamu akan diam saja melihat anaknya terus disakiti Seperti itu? Ayahmu sudah mengurus semuanya sebelum insiden pesta Anniversary pernikahanmu dengan Akbar." Abian terlihat memasukkan satu potongan daging ke dalam mulutnya.Aku hanya bisa tersenyum sinis, terkejut mendengar ucapan Abian. Bahkan, dulu aku sempat berpikir bahwa Mama dan Papa tidak memikirkan bagaimana perasaanku saat mengetahui perselingkuhan Mas Akbar."Makanlah, Mawar. Mumpung masih hangat," Abian kembali mengingatkan.Aku menatap makanan yang berada di hadapanku. "Ini, dimasak oleh bibi yang tadi mengantar…""Iya, beliau sudah hampir tiga tahun bekerja disini. Yang paling aku sukai adalah masakannya yang begitu enak.""Cobalah, aku yakin kau juga pasti menyukainya."T
"Apa sampai saat ini kau masih belum mempercayaiku?""Apa yang kau ingin kau katakan, katakanlah. Jangan bertele-tele.""Mawar yang diam-diam mendekati diriku yang merupakan selingkuhan suaminya."Akbar diam saja. Pria yang hanya memakai celana dalam saja itu turun dari ranjang dan berjalan menuju ke dalam kamar mandi.Mulan hanya dapat meneteskan air matanya, perasaannya begitu kesal, tapi ia tak mampu berbuat apa-apa. Ingin meninggalkan Akbar, tapi bagaimana kelak kehidupannya nanti?***Abian telah menghabiskan makanannya. Pria itu kembali terlihat begitu dingin dan terkadang sama sekali tidak terlihat memiliki perasaan padaku. Wajah datarnya kembali hadir saat kami membahas soal anak yang aku kandung. Padahal, itu hanyalah sebuah perumpamaan saja. Tapi, sikapnya terhadap diriku kembali seperti orang asing."Apa kau ingin aku suapi?""Ap…apa?""Cepatlah, ada yang harus aku lakukan." Ucap Abian dengan tatapan dinginnya."Sudah, aku sudah kenyang. Tapi, sebelum pergi. Bolehkah aku me
"Apa ini?" Akbar meneliti setiap kata yang ia baca.Pria berkepala plontos hanya dapat diam dan tak berani menatap wajah Akbar. "Siapa yang mengirimkan dokumen ini?""Tadi ada seorang pria yang datang dan menyerahkan dokumen tersebut. Katanya ini untuk anda, pak.""Sialan! Aku kalah cepat. Atau jangan-jangan…ini sudah jauh-jauh hari direncanakan." Akbar mengepalkan tangannya, menyalurkan rasa kesal yang tiba-tiba saja menggerogotinya hatinya. Miris sekali. Saat ia mengetahui bahwa Mawar telah menggugat cerai dirinya.***"Kita sudah sampai." Ucap Abian saat mobilnya telah memasuki pekarangan rumahku."Baiklah, terimakasih sudah mau mengantarku pulang."Saat akan membuka pintu mobil, Abian menghentikannya. Aku dapat merasakan hembusan nafasnya di dekat telinga dan wajahku. Aku tak berani bergerak, jika bergerak sedikit saja. Pasti wajahku akan menempel pada wajahnya."Maaf, atas perlakuanku. Aku tidak tahu, bagaimana harus bersikap biasa denganmu, Mawar. Kau seperti bom atom yang siap
Abian melajukan mobilnya membelah jalanan kota dengan kecepatan sangat cepat. Ia tidak ingin terlambat untuk menghadiri rapat dadakan yang dilakukan oleh Wibowo.Walaupun sebenarnya hubungan antara keduanya belum terlalu baik. Tapi, Abian berusaha mencoba untuk membuat hubungannya dengan Wibowo lebih baik lagi. Setelah sampai di kantor, Abian segera mengambil langkah menuju ke tempat rapat yang telah diberitahukan oleh Aslan. Sesampainya di ruangan, Abian disambut oleh Aslan dan dipersilahkan untuk duduk di kursi yang telah ditentukan.Abian menurut, karena rapat tengah sedang berjalan dengan suara Wibowo yang begitu mendominasi. Dari awal Keluarga kecilnya ini mengangkatnya sebagai seorang anak, jujur Abian begitu mengagumi sosok Wibowo. Pria tegas dengan ide-ide cemerlang yang begitu hebat."...karena kerugian tersebut, pihak Sandoro group membutuhkan suntikan dana. Jadi, saya memutuskan untuk membeli saham yang tengah mereka jual."Abian mengerti, buntut Video Akbar begitu mempeng
"Abian, jangan melihatku dan mengatakan hal yang tidak-tidak!" protesku sambil memanyunkan bibirku."Jangan menggodaku, Mawar!""Siapa yang menggodamu?""Bibirmu, jangan sampai aku kembali menciumnya!"aku menepuk keningku dan menggeleng cepat, berusaha untuk menyembunyikan ketakutanku. Tetapi, Mana mungkin Abian akan melakukan hal-hal seperti itu, sedangkan ini adalah rumahku."Kenapa melamun?""Ah, tidak. Aku hanya berpikir, kenapa Papa bisa berubah secepat itu." aku tersenyum getir saat mengingat saat -saat dimana Abian diperlakukan sangat berbeda dengan teman kuliahku."Apa karena sekarang kau sudah menjadi bagian dari lingkungan orang terpandang dan memiliki segalanya?"Abian menaikkan kedua bahunya pertanda tak peduli dengan masa lalunya yang tak diterima oleh Papa."Ada beberapa hal yang tak kau mengerti, Mawar. Tapi aku yakin, suatu saat nanti kau akan mengerti jika sudah memiliki seorang anak. Setiap orang tua menginginkan sebuah kebaikan untuk anak gadisnya. Dan, aku yakin. P
"Bagaimana denganku?" lagi, Mulan mempertanyakan hal yang sama. Wanita itu begitu menginginkan sebuah jawaban, walaupun dalam hati kecilnya, ia sangat mengetahui bahwa Mawar adalah rival terberatnya dalam menaklukkan hati Akbar."Aku sudah pernah mengatakannya, kalau Mawar adalah salah satu wanita yang berada dalam hatiku. Sama halnya dengan dirimu, Mulan. Jadi tidak perlu terus menerus mempertanyakan hal yang sama." Akbar menarik diri agar tak terlalu duduk berdekatan dengan Mulan. Pria itu menyandarkan kepala dan tubuhnya pada Sofa. Wajahnya menatap langit-langit dan membayangkan wajah Mawar. Akbar masih ingat, saat pertama kali melihat wajah Mawar saat acara makan malam keluarga. Wanita itu tampak malu-malu, begitu manis dan menggemaskan. Wanita berwajah manis dan tak pernah sekalipun membosankan jika dilihat berulang kali. Pribadi yang selalu ceria dengan segala macam cerita yang ia miliki dapat menarik perhatian Akbar. Namun, sayangnya Akbar tidak suka dengan sifat kemandirian y
"Papa!"Papa tampak tak memperdulikan rentetan kekesalan yang telah aku luapkan. Pria yang sebagian rambutnya telah memutih itu tampak begitu bersemangat untuk memojokkan diriku."Pa…" kembali aku mencoba bernegosiasi dengan berjalan mendekati Papa. Aku memilih duduk di sofa yang berhadapan dengan Papa, tak kupedulikan jika tubuhku menghalangi kedua pria itu untuk melihat ke arah televisi."Mawar, ayolah. Papa ingin melihat berita," protes Papa.Aku menggeleng cepat menanggapi hal tersebut. "Kita harus bicara. Aku tidak ingin lagi dijodoh-jodohkan, karena aku ingin fokus terlebih dahulu untuk mengerjakan tugas untuk melakukan Restoran. Dan juga, aku ingin kembali ke dunia kepenulisan."Abian terlihat lebih memilih untuk memainkan ponselnya tanpa memandang ke arahku. Hanya Papa yang terlihat menyimak ucapanku."Kau bisa melakukan hal itu bersama dengan Abian," sergah Papa."Aku belum ingin menjalin hubungan baru, Pa. Jadi aku harap, Papa dapat mengerti dan memahami keputusanku."Papa m
"Ini tidak ada hubungannya dengan Ibumu, Akbar. Jadi tidak perlu repot-repot memikirkan bagaimana kehidupan ibumu." Sergah Sandoro yang terlihat kesal dengan sikap Akbar yang mulai mengaturnya."Bukankah nasib Ibu hampir sama seperti Mawar. Keduanya sama-sama diselingkuhi oleh suaminya. Bedanya, Mawar istriku itu berontak. Berbeda dengan Ibu yang terus-menerus diam saja dengan penghianatan yang Ayah lakukan.""Tutup mulutmu!"Akbar tersenyum miring menanggapi perkataan Sandoro."Kenyataannya Seperti itu, Ayah. Dan aku sangat mengerti, Ayah takut jika aku terus mempertahankan Mawar, Bisnis Ayah akan hancur seketika. Benar bukan?""Kalau kau tahu, kenapa masih saja keras kepala! Biarkan saja Mawar memilih jalannya sendiri, dan kau hidup bahagia dengan Mulan.""Kalau aku tidak bisa mendapatkan kembali Hati Mawar, aku Jamin. Tidak ada lagi pria yang bisa menikahinya.""Terserah, yang penting jangan sampai mengganggu Bisnisku! Karena kebodohanmu dan Mulan, Bisnisku berada di ujung tanduk!"