Abian memandang penuh takjub wanita yang saat ini sedang bersama dengan Akbar. Wanita Cantik yang selalu mengisi kekosongan hatinya selama ini. Pandangannya tak pernah sekalipun teralihkan pada hal lain. Mengamati dari kejauhan bukanlah hal baru yang dilakukannya. Mencintai istri orang lain adalah kesalahan, tapi sedikitpun Ia tak memiliki niatan untuk mendapatkan hati wanita idamannya itu sebelum Ia mengetahui bahwa Akbar telah berani menyelingkuhi dan menyakiti hati Mawar."Kenapa tidak mendekat saja?" Aslan memberikan sebuah nasehat.Abian hanya mengangkat kedua bahunya dan acuh pada perkataan Aslan."Apa kau akan datang?"Abian menarik nafas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri karena pertanyaan Aslan yang terkesan menggurui."Kapan acaranya akan selesai?" Abian mencoba mengalihkan pembicaraan."Seharusnya sudah selesai satu jam lalu. Bersabarlah."Aku dapat melihat dengan jelas bahwa Abian kini sedang menatapku, tatapannya begitu mengintimidasi dan itu membuat diriku meras
Tidak ada harapan dibalik manusia yang serakah akan sesuatu yang bersifat lebih dari satu. Kedudukan seorang istri akan jatuh apabila seorang Suami telah mengisi hatinya untuk wanita lain. Aku menyerah pada keadaan ini. Namun, bukan berarti aku mengalah. Aku hanya ingin meraih kembali harga diriku yang telah hancur lebur dalam rumah tanggaku ini."Sayang, kau tak mendengar ucapanku?"sederet kalimat pertanyaan yang terlontar dari bibir Mas Akbar membuyarkan lamunanku. Pria yang saat ini duduk dihadapanku terlihat begitu sempurna bagi siapa saja yang memandangnya. Setiap wanita dan para gadis pasti mendambakannya."Maaf Mas, aku…"Mas Akbar meraih tanganku. Tatapannya mampu membuat siapa saja akan luluh dengan sikapnya itu."Aku Mencintaimu, Mawar."Bukannya senang, dadaku terasa begitu sesak mendengar ucapan Mas Akbar. untaian kata Cinta bagi seorang Suami untuk Istrinya adalah hal yang biasa. Tapi tidak untukku. Perjuanganku selama ini berbuah pengkhianatan. Dan sekarang, Mas Akbar
"Om Wibowo?"Aku memandang takjub pria di hadapanku saat ini. Setelah hampir dua tahun tak melihat wajah beliau, kali ini aku diberi kesempatan untuk melihat wajah pria yang tak lain adalah Ayah Abian dan juga sahabat Papaku."Apa kabar, Om?" kuberanikan diri untuk maju selangkah demi bisa menatap wajah beliau dengan lebih jelas lagi."Ini benar Om Wibowo?" kembali ku ulang pertanyaanku sambil tersenyum bahagia."Iya, Mawar. Ini om, apa kabar dirimu yang saat ini terlihat begitu kurus?" Jawaban om Wibowo membuat diriku merasa aneh. Sifat Abian yang terkesan apa adanya dan blak-blakan menurun pada Sifat Ayahnya ini."Jangan begitu Om,saya…""Panggil aku dengan sebutan Paman."Aku mengangguk mengiyakan saja. Jika berbeda pendapat dan saling debat, yakinlah pria ini akan menjadi pemenangnya."Kau ingin menemui Abian?""Benar Om, eh Paman. Hari ini kami akan melihat langsung pembangkit Restoran yang sudah hampir selesai.""Lalu, Siapa pria yang kau maksud tadi?"Rasanya begitu sulit untu
"Mawar?"Akbar menyesali perbuatannya sendiri. Disaat tengah menikmati ciuman panasnya sebagai suami Mulan, justru mulut kotornya menyebutkan nama lain."Maaf sayang, aku…"Mulan menepis kasar tangan Akbar yang hendak meraih wajahnya."Jangan sentuh aku, dasar Buaya!" teriaknya marah sambil terus bergerak gelisah menepis tangan Akbar yang tetap bersikeras untuk meraih tubuh Mulan. Karena terus mendapatkan perlawanan, akhirnya Akbar dengan kasar menarik baju depan Mulan sehingga menyebabkan baju tersebut robek dan menyemburkan sesuatu yang begitu besar dan pastinya membuat Akbar menelan ludahnya berulang kali."Mas Akbar!""Aku sudah tak tahan!" "Kurang ajar, kau Mas!"Akbar tak memperdulikan ekspresi atau umpatan kasar yang dilakukan oleh Mulan. Walaupun wanita itu berteriak meminta berhenti, tetapi tubuhnya begitu patuh untuk segera dieksekusi."Kau benar-benar membuatku merasa sangat nikmat setiap kali melakukannya, sayang."Akbar mengelus lembut kepala Mulan yang saat ini telah be
"Abian, mundur…" aku mendorong dada Abian agar menjauh dari tubuhku. Tapi sepertinya hal itu terlihat begitu sia-sia saja. Tubuh Abian tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Terlebih tangan kanannya yang berhasil meraih pinggangku."Aku mencintaimu, Mawar." Aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang beraroma mint."Abian, aku sudah memiliki Suami!"Sederet kalimat itu dapat membuat Abian melepaskan tubuhku darinya.Dadaku terasa begitu sesak, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Perbuatannya sungguh membuat diriku merasa tak nyaman. Namun, entah mengapa hatiku justru mendamba perlakuan khusus yang dilakukannya untuk diriku. Ini salah, tapi aku tak memintanya melakukan hal tersebut."Maaf Mawar, aku terbawa suasana.""Tapi, Abian…""Hem?""Tolong jangan minum-minuman seperti itu.""Berikan aku satu alasan agar aku menghentikan kegiatan yang biasa aku lakukan.""Kau bisa bahagia tanpa meminumnya."Abian tersenyum miring menanggapi perkataanku. Senyumannya terkesan meremehkan d
Aku hanya diam tanpa merespon perkataan Abian. Pria ini terlalu baik bagiku, dan aku tak ingin kembali menyakiti hatinya."Mawar,""Hem?" "Aku berjanji akan membantumu, jadi aku harap kau tidak perlu sungkan untuk meminta bantuanku.""I, iya."aku dapat merasakan bagaimana rasanya diperhatikan oleh orang lain selain suamiku sendiri. Hal ini begitu terasa menyenangkan sekaligus menjadi tolak ukur perbedaan antara Mas Akbar dan juga Abian. Aku memejamkan kedua mataku, lalu bersandar pada kursi Mobil. Tiba-tiba saja muncul rasa kantuk dan itu menyebabkan diriku tak bisa menahannya."Abian, bangunkan aku jika sudah sampai rumah nanti. Aku ngantuk sekali," Abian tersenyum memandang ke arah wanita yang kini telah terbang bebas ke alam mimpinya.***Setelah menampar wajah Mulan, Akbar kembali menggoyangkan pinggulnya agar mendapatkan pelepasan yang sempurna. Ia tidak memperdulikan wanita yang saat ini sudah tak sadarkan diri oleh tamparannya atau rasa sakit yang telah ia ciptakan. Karena b
Hari berikutnya, aku memutuskan untuk kembali melihat rekaman video yang mempertontonkan adegan panas Suamiku dan Mulan. Kalau dulu aku merasa jijik dan Mual saat melihat hal tersebut, kali ini aku tak merasakan apa-apa. Semua hal yang telah berlalu mengajarkan satu hal padaku. Pengkhianatan dan balas dendam.Setelah selesai memindahkan file ke dalam sebuah flashdisk, aku bergegas menuju ke tempat dimana seseorang telah menunggu kedatanganku."Kenapa terburu-buru?"aku menoleh dan mendapati Senyuman seorang Akbar Sandoro. Pria itu telah berada di ruang tamu tanpa sepengetahuanku. Karena terlalu fokus pada satu hal, aku tidak memperhatikan jika Mas Akbar telah berada di rumah."Kapan kau pulang, Mas?" hatiku mulai gelisah saat menyadari bahwa tatapan Mas Akbar begitu tajam melihatku."Apa kau tidak suka dengan kepulangan ku?" "Bukan begitu, hanya saja aku tidak menyangka kau sudah berada di rumah tanpa masuk kedalam kamar.""Walaupun aku tidak masuk ke dalam kamar, tapi aku tahu semua
Mas Akbar mencium pipiku dengan sangat lembut. Bahkan aku dapat merasakan bibir lembutnya menyentuh kulitku dengan sangat perlahan. Aku syok, jantungku berdebar keras. Hatiku seperti ikan Mas yang menggelepar di lantai tanpa adanya air. Perhatian Mas Akbar terlalu berlebih-lebihan."Apa kau sedang merencanakan sesuatu?" setelah puas menempelkan bibirnya pada pipiku, Mas Akbar menggenggam erat tanganku."Apa maksudmu Mas?" Mas Akbar menyandarkan kepalanya pada bahuku."Entahlah, tapi aku berharap kau tidak melakukan hal-hal yang tidak aku ketahui. Aku ingin kau tetap menjadi Mawar yang aku kenal. Walaupun ada hal yang membuatmu sakit hati, aku harap kau bisa bicara langsung padaku tanpa melibatkan orang lain."Sekarang aku mengerti perasaan khawatir Mas Akbar. Pria itu merasa telah bersalah padaku, namun masih ingin menutupinya. "Ada yang harus kau ketahui Mawar,""Apa Mas?""Jika kau menuang bubuk garam pada luka yang aku torehkan, bukan kesembuhan yang kau dapatkan melainkan luka b