Aku hanya diam tanpa merespon perkataan Abian. Pria ini terlalu baik bagiku, dan aku tak ingin kembali menyakiti hatinya."Mawar,""Hem?" "Aku berjanji akan membantumu, jadi aku harap kau tidak perlu sungkan untuk meminta bantuanku.""I, iya."aku dapat merasakan bagaimana rasanya diperhatikan oleh orang lain selain suamiku sendiri. Hal ini begitu terasa menyenangkan sekaligus menjadi tolak ukur perbedaan antara Mas Akbar dan juga Abian. Aku memejamkan kedua mataku, lalu bersandar pada kursi Mobil. Tiba-tiba saja muncul rasa kantuk dan itu menyebabkan diriku tak bisa menahannya."Abian, bangunkan aku jika sudah sampai rumah nanti. Aku ngantuk sekali," Abian tersenyum memandang ke arah wanita yang kini telah terbang bebas ke alam mimpinya.***Setelah menampar wajah Mulan, Akbar kembali menggoyangkan pinggulnya agar mendapatkan pelepasan yang sempurna. Ia tidak memperdulikan wanita yang saat ini sudah tak sadarkan diri oleh tamparannya atau rasa sakit yang telah ia ciptakan. Karena b
Hari berikutnya, aku memutuskan untuk kembali melihat rekaman video yang mempertontonkan adegan panas Suamiku dan Mulan. Kalau dulu aku merasa jijik dan Mual saat melihat hal tersebut, kali ini aku tak merasakan apa-apa. Semua hal yang telah berlalu mengajarkan satu hal padaku. Pengkhianatan dan balas dendam.Setelah selesai memindahkan file ke dalam sebuah flashdisk, aku bergegas menuju ke tempat dimana seseorang telah menunggu kedatanganku."Kenapa terburu-buru?"aku menoleh dan mendapati Senyuman seorang Akbar Sandoro. Pria itu telah berada di ruang tamu tanpa sepengetahuanku. Karena terlalu fokus pada satu hal, aku tidak memperhatikan jika Mas Akbar telah berada di rumah."Kapan kau pulang, Mas?" hatiku mulai gelisah saat menyadari bahwa tatapan Mas Akbar begitu tajam melihatku."Apa kau tidak suka dengan kepulangan ku?" "Bukan begitu, hanya saja aku tidak menyangka kau sudah berada di rumah tanpa masuk kedalam kamar.""Walaupun aku tidak masuk ke dalam kamar, tapi aku tahu semua
Mas Akbar mencium pipiku dengan sangat lembut. Bahkan aku dapat merasakan bibir lembutnya menyentuh kulitku dengan sangat perlahan. Aku syok, jantungku berdebar keras. Hatiku seperti ikan Mas yang menggelepar di lantai tanpa adanya air. Perhatian Mas Akbar terlalu berlebih-lebihan."Apa kau sedang merencanakan sesuatu?" setelah puas menempelkan bibirnya pada pipiku, Mas Akbar menggenggam erat tanganku."Apa maksudmu Mas?" Mas Akbar menyandarkan kepalanya pada bahuku."Entahlah, tapi aku berharap kau tidak melakukan hal-hal yang tidak aku ketahui. Aku ingin kau tetap menjadi Mawar yang aku kenal. Walaupun ada hal yang membuatmu sakit hati, aku harap kau bisa bicara langsung padaku tanpa melibatkan orang lain."Sekarang aku mengerti perasaan khawatir Mas Akbar. Pria itu merasa telah bersalah padaku, namun masih ingin menutupinya. "Ada yang harus kau ketahui Mawar,""Apa Mas?""Jika kau menuang bubuk garam pada luka yang aku torehkan, bukan kesembuhan yang kau dapatkan melainkan luka b
Mulan merasa tubuhnya kembali seperti sedia kala, bagian bawah tubuhnya juga sudah mulai merasa baikan dan tidak perih lagi. Walaupun Ia hanya sendiri di rumah, Mulan mencoba untuk menenangkan diri sendiri dan tak ingin banyak mengeluh. Kepergian Akbar bukanlah hal yang harus selalu Ia tangisi terus menerus. Saat akan berjalan menuju ke arah dapur, Mulan Mendengar pintu rumahnya diketuk berulang kali. Kalaupun itu adalah Jimmy atau Akbar, dua pria itu seharusnya tidak perlu mengetuk pintu karena telah memiliki kunci cadangan rumah.Karena penasaran, Mulan memutuskan untuk mengintip dari balik jendela yang memiliki kaca gelap dan tak terlihat dari arah luar."Rose?" kedua mata Mulan membulat sempurna saat melihat wanita yang sedang berusaha untuk bisa masuk ke dalam rumahnya adalah sahabatnya itu.Tanpa berpikir panjang, Mulan langsung membuka pintu rumah.Saat pintu rumah terbuka lebar, aku dapat melihat raut wajah terkejut Mulan saat memandangi kedatanganku."Rose, bagaimana bisa…"
Aku kembali duduk di kursi, mengamati wajah Jimmy yang masih terlihat begitu datar saat memandang wajahku."Apa yang aku dapatkan dengan membantu dirimu?""Tidak ada."Jimmy membuang nafas kasar, kesal dengan Jawaban yang aku lontarkan."Jangan main-main denganku Mawar, semua video dirimu dan Mulan ada ditanganku."Jimmy menatapku sambil meletakkan cangkir di meja. tatapan merendahkan lawan bicaranya itu tercetak jelas pada wajahnya."Aku tidak takut."Jimmy mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kau tidak takut dengan ancamanku? Rahasiamu bisa terbongkar setelah Videomu bersama dengan Mulan aku berikan pada Akbar ataupun Sandoro." "Sama sekali tidak."Rahang Jimmy mengeras. Wajahnya terlihat memerah menahan amarahnya."Jadi kau ingin hal itu benar-benar terjadi?" Ia menatapku dengan menaikkan satu alisnya untuk bisa menyiksaku. Senyuman mengejek kembali terlihat sangat jelas menghiasi wajahnya. Ternyata pria ini mampu mempermainkan lawan bicaranya dengan cepat berganti ekspresi wajah.Ak
"Milikmu?""Sudahlah Rose, pergi dari sini. Aku malas melihat wajahmu." Mulan masih berdiri dan menatap dengan merendahkan diriku."Kau adalah wanita yang sudah terbuang. Jadi, derajat kita sudah berbeda. Aku masih memiliki seorang anak dan Suami. Sedangkan kau, hanyalah wanita Selingkuhan yang memilih untuk pergi dan menikmati uang yang tak seberapa itu. Kau sudah tidak layak menjadi sahabatku. Kau hanyalah wanita biasa yang bisa kapan saja kehabisan uang. Sedangkan aku, tidak mungkin bisa kehilangan semuanya karena Mas Akbar masih memilih diriku untuk bersamanya. Aku adalah wanita terpilih untuk melengkapi rumah tangga pertamanya yang tak sempurna.""Lalu? Sekarang kau tak butuh aku, begitu?"Mulan mengibaskan rambutnya, bergaya seperti seorang wanita berkelas."Tidak. Aku tidak membutuhkan siapapun kecuali Mas Akbar.""Bagaimana dengan Jimmy?" Mulan hendak menarik tubuhku, namun dengan cepat aku segera menepisnya sehingga tubuhnya terhuyung ke belakang dan terduduk di Sofa."Kuran
Aku tersenyum mendengar suara Siti yang terdengar serak. Sahabatku ini seperti sedang menahan tangisnya."Percayalah padaku."Dua kata itu mampu membuat Siti tersenyum dan memeluk lengan kananku. Kepalanya disandarkan di bahu, hal ini biasa ia lakukan saat kami masih kuliah dulu."Akhir-akhir ini mimpiku buruk. Apakah kau benar-benar berniat melakukan itu semua?""Kenapa sit?""Aku ragu kau bisa melawan mereka semua.""Aku tidak selemah itu, aku bisa menghancurkan mereka semua." Hari berikutnya, aku memutuskan untuk tetap berada di rumah menunggu kedatangan Suamiku. Walaupun sebenarnya aku tahu Mas Akbar kemungkinan besar akan datang untuk melihat gaun pesta yang akan aku kenakan nanti, sekelumit pikiran melayang di benakku akan kedatangannya. Dan secuil harapan itu sirna saat aku mendapatkan pesan wa dari Mas Akbar bahwa ia tidak dapat menemani diriku untuk memilih gaun yang akan aku kenakan saat ke pesta nanti.***"Besok malam?" Mulan meremas rok sebatas lutut yang ia pakai. Pikir
Mulan menggeleng cepat, kepalanya ia sandarkan pada sofa. entah mengapa, melihat hal dihadapannya membuat dirinya begitu ketakutan. "Kau tidak ingin melakukannya?" sentak Akbar tak sabar, terlebih melihat gerakan kepala Mulan yang menunjukkan ekspresi penolakan terhadap apa yang diinginkannya."Maaf Mas, aku merasa sedikit mual.""Mual? Kau ingin muntah melihat junior milikku ini!" Akbar meraih benda kenyalnya dengan tangannya itu. Ia menatap sekilas wajah Mulan, lalu tersenyum licik.Akbar menarik paksa kepala Mulan mendekat pada dirinya."Puaskan aku, atau kau akan memuaskan para pengawal pribadi keluarga Sandoro. Akan aku pastikan kau akan merasakan deretan rasa sakit dan nikmat sampai akhir hayatmu."Mulan menggeleng lebih cepat lagi, ia tak dapat membayangkan bagaimana tubuhnya akan rusak dan koyak dikeroyok oleh para lelaki yang pastinya lebih dari satu."Mas, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Dulu kau tak pernah sekalipun menyakiti diriku." cicit Mulan sambil meraih tangan A