Aku kembali duduk di kursi, mengamati wajah Jimmy yang masih terlihat begitu datar saat memandang wajahku."Apa yang aku dapatkan dengan membantu dirimu?""Tidak ada."Jimmy membuang nafas kasar, kesal dengan Jawaban yang aku lontarkan."Jangan main-main denganku Mawar, semua video dirimu dan Mulan ada ditanganku."Jimmy menatapku sambil meletakkan cangkir di meja. tatapan merendahkan lawan bicaranya itu tercetak jelas pada wajahnya."Aku tidak takut."Jimmy mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kau tidak takut dengan ancamanku? Rahasiamu bisa terbongkar setelah Videomu bersama dengan Mulan aku berikan pada Akbar ataupun Sandoro." "Sama sekali tidak."Rahang Jimmy mengeras. Wajahnya terlihat memerah menahan amarahnya."Jadi kau ingin hal itu benar-benar terjadi?" Ia menatapku dengan menaikkan satu alisnya untuk bisa menyiksaku. Senyuman mengejek kembali terlihat sangat jelas menghiasi wajahnya. Ternyata pria ini mampu mempermainkan lawan bicaranya dengan cepat berganti ekspresi wajah.Ak
"Milikmu?""Sudahlah Rose, pergi dari sini. Aku malas melihat wajahmu." Mulan masih berdiri dan menatap dengan merendahkan diriku."Kau adalah wanita yang sudah terbuang. Jadi, derajat kita sudah berbeda. Aku masih memiliki seorang anak dan Suami. Sedangkan kau, hanyalah wanita Selingkuhan yang memilih untuk pergi dan menikmati uang yang tak seberapa itu. Kau sudah tidak layak menjadi sahabatku. Kau hanyalah wanita biasa yang bisa kapan saja kehabisan uang. Sedangkan aku, tidak mungkin bisa kehilangan semuanya karena Mas Akbar masih memilih diriku untuk bersamanya. Aku adalah wanita terpilih untuk melengkapi rumah tangga pertamanya yang tak sempurna.""Lalu? Sekarang kau tak butuh aku, begitu?"Mulan mengibaskan rambutnya, bergaya seperti seorang wanita berkelas."Tidak. Aku tidak membutuhkan siapapun kecuali Mas Akbar.""Bagaimana dengan Jimmy?" Mulan hendak menarik tubuhku, namun dengan cepat aku segera menepisnya sehingga tubuhnya terhuyung ke belakang dan terduduk di Sofa."Kuran
Aku tersenyum mendengar suara Siti yang terdengar serak. Sahabatku ini seperti sedang menahan tangisnya."Percayalah padaku."Dua kata itu mampu membuat Siti tersenyum dan memeluk lengan kananku. Kepalanya disandarkan di bahu, hal ini biasa ia lakukan saat kami masih kuliah dulu."Akhir-akhir ini mimpiku buruk. Apakah kau benar-benar berniat melakukan itu semua?""Kenapa sit?""Aku ragu kau bisa melawan mereka semua.""Aku tidak selemah itu, aku bisa menghancurkan mereka semua." Hari berikutnya, aku memutuskan untuk tetap berada di rumah menunggu kedatangan Suamiku. Walaupun sebenarnya aku tahu Mas Akbar kemungkinan besar akan datang untuk melihat gaun pesta yang akan aku kenakan nanti, sekelumit pikiran melayang di benakku akan kedatangannya. Dan secuil harapan itu sirna saat aku mendapatkan pesan wa dari Mas Akbar bahwa ia tidak dapat menemani diriku untuk memilih gaun yang akan aku kenakan saat ke pesta nanti.***"Besok malam?" Mulan meremas rok sebatas lutut yang ia pakai. Pikir
Mulan menggeleng cepat, kepalanya ia sandarkan pada sofa. entah mengapa, melihat hal dihadapannya membuat dirinya begitu ketakutan. "Kau tidak ingin melakukannya?" sentak Akbar tak sabar, terlebih melihat gerakan kepala Mulan yang menunjukkan ekspresi penolakan terhadap apa yang diinginkannya."Maaf Mas, aku merasa sedikit mual.""Mual? Kau ingin muntah melihat junior milikku ini!" Akbar meraih benda kenyalnya dengan tangannya itu. Ia menatap sekilas wajah Mulan, lalu tersenyum licik.Akbar menarik paksa kepala Mulan mendekat pada dirinya."Puaskan aku, atau kau akan memuaskan para pengawal pribadi keluarga Sandoro. Akan aku pastikan kau akan merasakan deretan rasa sakit dan nikmat sampai akhir hayatmu."Mulan menggeleng lebih cepat lagi, ia tak dapat membayangkan bagaimana tubuhnya akan rusak dan koyak dikeroyok oleh para lelaki yang pastinya lebih dari satu."Mas, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Dulu kau tak pernah sekalipun menyakiti diriku." cicit Mulan sambil meraih tangan A
"Masuklah!" perintah Abian saat kami telah berada di tempat parkir mobil."Tapi, Siti…""Apa kau tidak ingin melihat kondisi Restoran yang sebentar lagi akan buka?""Benarkah?" tanyaku dengan perasaan senang bercampur haru. Tak terasa tanganku masih berada dalam genggaman Abian.Abian mengangguk mengiyakan dan kembali memberikan isyarat agar aku masuk ke dalam mobilnya."Tapi, Siti akan mencariku. Aku tidak mungkin meninggalkan dirinya begitu saja bersama dengan Aslan.""Aslan adalah pria yang baik, aku yakin kau mengetahuinya." "Baiklah, kali ini aku setuju denganmu."***Mulan hampir saja memuntahkan cairan yang keluar dari tubuh Akbar. Namun, wanita itu segera menelan cairan itu walaupun perutnya bergejolak menahan rasa mual tak tertahankan."Bagus," Akbar membenarkan resleting celananya. Pria itu lalu berjongkok menatap wajah Mulan yang memerah. Entah karena malu atau marah dengan sikap Akbar, namun Akbar tak ingin membuat suasana hatinya menjadi rusak karena prasangka yang ada d
"Aku belum bercerai, Abian. Jangan lupakan hal itu."Abian membuang pandangannya. Ia tak lagi memandang ke arahku. "Ayolah Abian, jangan bertingkah seperti…""Anak kecil?" Abian memotong pembicaraanku.Aku tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihku."Apa yang sebenarnya kau Rencanakan?" Abian mengalihkan pembicaraan dan memilih duduk di meja menghadap ke arahku."Tidak ada."Abian mengerucutkan bibirnya, terlihat lucu dan menggemaskan. Baru kali ini aku melihat seorang Abian Wibowo membuat ekspresi wajah seperti itu."Kau menolak semua bantuan dari Paman Hamzah. Lalu, siapa partner kerjamu saat ini?" Tatapan Abian menyiutkan nyaliku, entah mengapa rasanya begitu aneh jika ditatap seperti itu."Abian, berikan nomer rekeningmu. Aka aku transfer…""Sudah aku katakan, ini adalah hadiah untukmu. Jangan protes lagi,"Aku terpaksa menuruti permintaan Abian. Susah sekali untuk mematahkan perkataan Abian. Jika sudah memutuskan sesuatu, pasti akan susah untuk mengubah keputusannya.***Aku
"Setelah ini, kau harus memastikan tentang acara pestanya. Jangan sampai ada yang merusak suasana hatiku dengan sesuatu yang menjengkelkan." Ucap Sandoro saat berada di dalam mobil. "Baik, pak!" jawab Jimmy tegas, namun kedua sudut bibirnya melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman.Keduanya saat ini sedang menuju ke bandara untuk penerbangan kembali ke Balikpapan. ***Aku membuka semua kotak perhiasan emas yang kumiliki. Walaupun saat nanti aku pakai tak terlihat karena tertutup oleh jilbabku, entah mengapa aku tetap ingin memakainya."Sedang apa sayang?"Mas Akbar datang dari arah belakang sambil memeluk tubuhku dari belakang. Aroma wangi parfumnya dapat membekukan siapa saja yang mendapatkan perlakuan seperti ini."Aku ingin memilih perhiasan yang akan aku pakai besok, Mas…"jawabku sambil terus membuka satu persatu kotak perhiasan emas itu.Tangan mas Akbar semakin erat memelukku. Beberapa kali aku dapat merasakan bibir lembutnya menyentuh leher dan pipiku. Sebenarnya aku jijik
Melihat tubuh Mas Akbar yang nyaris tak memakai sehelai benangpun, hanya celana dalam saja yang saat ini membungkus alat kelaminnya membuat diriku semakin merasa kesal dan ingin segera berlari ke arah pintu kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutku.Aku masih membayangkan bagaimana bisa, diriku jatuh cinta pada monster menyeramkan seperti Mas Akbar. Pria egois berkedok baik yang diam-diam memberikan racun pada istrinya. Racun itu tidak mematikan, namun dapat membuat hati terasa begitu perih di setiap mata memandang wajahnya."Mawar," aku tersadar bahwa Mas Akbar telah berada di hadapanku. Tangannya terulur untuk menyentuh pipiku. Aku tak dapat berkata-kata, karena aku merasakan bahwa cairan yang berada dalam perutku sudah naik ke tenggorokan. Sekali membuka mulut, pasti cairan itu akan keluar dari tempat persembunyiannya.Mas Akbar menundukkan kepalanya, meraih daguku dan hendak kembali meraup bibir yang telah aku poles dengan lipstik berwarna pink.Aku sedikit mendorong dada Mas Ak