Lenong Panama sepertinya sadar, ramuan penghapus ingatan itu tidak terlalu berimbas pada Asoka, tapi setidaknya dia bisa bersyukur karena Asoka tidak tahu jika Gatra tiga hari lalu menggunakan tubuhnya dan mengisinya dengan energi milik Dewa Api.
Berjalan menuju gubuk, mereka berdua saling bertukar canda hingga akhirnya Lenong membuka pintu. Terdengar bentakan dari dalam ruangan, Asoka terjengkang hebat, tapi tidak dengan Lenong, dia tahu siapa yang ada di dalamnya.
Gubuk itu milik salah satu dukun terkenal di pesisir pulau Dwipa, namanya Kuntasena, teman berlayar Lenong Panama saat masih berada di kadipaten Purwo.
Keputusan mendadak Lenong Panama membuat mereka berpisah dan menjalani hidup masing-masing. Sungguh disayangkan. Padahal menurut pengakuan awak kapal, mereka lebih dari sekedar sahabat, namun memiliki nasib berbeda.
Kuntasena memilih belajar ilmu aliran hitam, sedangkan Lenong merupakan pendekar netral, tidak mengikuti hitam ataupun
Kuntasena sebenarnya orang baikdan hal itupernahdiungkapkan oleh Prabu Wusanggeni waktu ada rapat besar pendekar di Kastil Menara Cakra.Namun hampir semua petinggi Ikatan Pendekar Nusantara mencela Kuntasena karena dianggap telah berhianat dan bersekutu dengan Perguruan Elang Hitam.Pembelaan yang dilakukan Prabu Wusanggeni dan Lenong Panama waktu itu seolah bagai angin lalu, lebih-lebih Pangeran Kamandanu dan Yung Chen yang terlalu fanatik dengan aliran putih.Kuntasena terpaksa melarikan diri karena dia diburu oleh pendekar Jawa.Dibantu Lenong Panama dan Kusuma Aji, pria itu pergi menyusuri lautan dan memilih tinggal di pesisir tanah Dwipa karena hanya di sanalah dia bisa mendapat jaminan perlindungan langsung dari Datuk Lembu Sora dan Ki Seno Aji.Awalnya, orang-orang Dwipa menolak kehadiran Kuntasena, namun atas bantuan Datuk Lembu Sora, pemuda itu bisa diterima di tengah masyarakat.“Dia boleh tinggal di sini,
Airmendidihdalam gelas kecil itu disiramkan ke muka Asoka, seketika pemuda ituberteriak karena mukanya seperti dibakar oleh api membara.Panasnya seperti bara api mendidih yang dioleskan ke muka, bahkan saking panasnya, Asoka langsung terkapar sampai hilang kesadaran.Lenong Panama mengeluarkan sabit pusakanya, tapi Kuntasena segera menjelaskan alasan kenapa dia menyiram Asoka dengan air mendidih.“Panas adalah salah satu kelemahan aliran hitam. Alasan kemenangan Guru Seno waktu bertarung melawan Weng Luofi dulu, adalah karena Guru Seno memaksakan tubuhnya untuk mengeluarkan elemen api amplifi tujuh.”“Apa hubungannya api dan aliran hitam?” Lenong Panama mengernyitkan dahi.“Mereka, termasuk aku, percaya jika iblis Yasa diciptakan dari api, dan kita tidak boleh menggunakan api untuk bertarung satu sama lain. Alasan itulah yang menyebabkan semua pendekar atau siluman penganut aliran hitam lemah terhada
Lenong Panama mengajak Asokake dalam kapal, hal itu dilakukan agar Asokatidak mengganggu konsentrasi Kuntasena dalam membaca mantra, menyuwuk, hingga selesai melakukan ritualpembersihan aliran hitam dalam tubuh Ranu.Sembari mengelilingi kapal dan melihat ukiran arsitektur yang indah, Asoka jugaditunjukkan beberapa koleksi pusaka milik Lenong Panama.“Pedang ini mirip seperti pedangmu, kemari dan lihatlah, bilahnya putih dengan garis lecet di tengah. Putihnya juga sama, akan mengkilap kalau kena terpaan cahaya matahari.”Lenong Panama mengangkat pedang itu dan memberikannya pada Asoka.“Lama sekali sejak aku memutuskan hengkang dari dunia pendekar, pedang ini yang terus menemani perjalananku sampai aku diresmikan jadi pendekar tingkat kahyangan. Namun Ki Seno tidak mengizinkanku menggunakan pedang ini. Aku pun menggantungnya di dek bawah kapal sebagai pengingat jika aku dulu pernah mengabdikan diri pada Nusantara.&r
Asokamembantu Lenong Panama untuk melaut dan mencari ikan. Tiga ekor cakalang berhasil ditangkap. Saat kembali, beberapa warga sudah mengerubungi gubuk milik Kuntasena.“Keluar kau dukun!”Teriak seorang warga berambut panjang membawa tombak tiga mata di tangan kanan. “Jangan mendatangkan kesialan baru dengan membawa manusia yang berlayar melewati selat Jawa!”“Cepat keluarkan pemuda itu dari dalam gubuk!”Seorang perempuan yang nampaknya memiliki indera keenam, mengetuk pintu gubuk Kuntasena sangat keras.Kuntasena keluar dan menenangkan warga di sekitar pelabuhan. Dia coba tenang menyikapi semua ini. Jika terpancing emosi, para warga tidak segan menerobos masuk dan membunuh Ranu.Protes yang mereka layangkan sangat masuk akal.Kemarin adalah malam dengan rasi bintang berbentuk serupa sabit dengan gagang panjang, yang berarti,Selat Jawa sedang mengalami fase pasang di mana para siluman akan
Di tengah keributan yang terjadi, datanglah seorang kakek tua dengan jenggot kecokelatan. Tangannya memegang sebuah tongkat.Di ujung tongkat, terdapat sebuah lubang yang tertutup. Lubang itu memancarkan energi kuat, namun tertekan oleh energi dari tongkat. Asoka bisa merasakannya, namun dia memilih diam.“Mmm, sepertinya aku harus menyambung telepati Prabu Wusanggeni, turnamen harus diundur lagi sampai Asoka selesai mengurus urusannya di Dwipa.” Si kakek hanya mengamati dari sisi lain penginapan, hanya duduk, diam, dan mendengarkan keluhan warga.Amarah Asokadisambutnya dengan senyuman.“Sama seperti Seno, energi Bunar Kumbara terlalu meluap dalam tubuhnya, dan itu yang membuatnya mudah terpancing emosi.”Beberapa detik sebelum keributan selesai dan warga bubar, kakek itu tiba-tiba menghilang dan entah pergi ke mana. Semua orang tidak ada yang menyadari keberadaan si kakek, kecuali Kuntasena.Sang dukun tahu jika
“Di mana letak kerajaan itu?” tanya Asokaantusias, dia tidak bisa menunggu lagi, pikiran tentang Ranu selalu menghantui pikirannya. Tidak sedikitpun Asoka ingat tujuan awalnya kemari adalah belajar ilmu baru dari Datuk Lembu Sora.Dia lebih takut kehilangan seorang sahabat baru dari pada melepas gelar juara di Turnamen Neraka Bumi yang diadakan oleh perguruan tempatnya belajar kanuragan, apalagi Ranu juga bersahabat akrab dengan Bayu.Asoka mendekati Lenong Panama, namun lelaki itu tidak memberi jawaban. Menanyakan pertanyaan yang sama pada Kuntasena, akhirnya pemuda itu mendapat jawaban memuaskan.“Dua hari perjalanan kalau kau berangkat dari pelabuhan.”Kuntasena berujar lirih, tapi pandangan matanya tetap melirik hamparan selat seraya memikirkan strategi agar Asoka bisa sampai Ringin Anom tanpa hambatan apapun.Hening berlangsung singkat sebelum Lenong Panama buka suara. “Kita berangkat sore hari nanti!”
“Masuklah, aku sudah menyiapkan makan dan ramuan khusus untuk menambah energi.” Kuntasena mengajak Asoka masuk lebih dulu seraya memilah bekal mana yang harus dibawa dan mana yang tidak perlu.Ramuan yang disediakan tentu satu gelas kopi hitam dengan campuran daun mint beserta empat rempah khusus yang hanya diketahui Kuntasena.Usai makan, mereka bersiap seadanya.Barang-barang bawaan diletakkan di atas kain berbentuk persegi empat yang ukurannya lumayan lebar. Hal itu lumrah terjadi untuk mereka yang tidak mampu membeli tas anyaman dan menggunakan tas kain sebagai alternatif.Di luar gubuk sudah ada dua pemuda menunggu. Mereka mantan awak kapal, murid Lenong Panama beberapa tahun lalu, dan sekarang, keduanyatinggal di sisi lain Dwipa. Mereka datang atas perintah Kuntasena.Berjalan menyusuri malam yang pekat di tengah hutan bakau, lima orang itu sampai di pintu masuk hutan. Lenong Panama dan Kuntasena berjalan di barisan depan, d
Asoka langsung memasang kuda-kudabegitu mendengar teriakan dari balik pohon.Hutan sangat gelap. Tidak ada penerangan kecuali dua lampu oblek bersumbukan kain minyak yang dibawa Karim, itupun hanya bisa menjangkau dua meter di bagian depan dan satu meter di bagian samping. Sisanya gelap total, tidak ada penerangan.“Keluar kalian! Kami tidak takut jika harus berhadapan satu lawan satu!” Kirom turun dari kuda dengan pedang terhunus.“Tuan Asoka, kami akan melindungimu sampai titik darah penghabisan. Kami sudah bersumpah pada Guru Kuntasena, dan seorang pendekar harus memegang teguh sumpahnya!” Karim ikut mengawasi sisi kiri Asoka.“Tidak perlu!” Asoka mencabut Pedang Kalacakra dari sarungnya. “Lindungi diri kalian sendiri, itu jauh lebih baik. Aku tahu kalian tidak tahu di mana keberadaan musuh, dan karena itu, gunakan kuda-kuda bertahan sampai kalian yakin, kalian keluar dengan selamat dari hutan bakau ini.&