Dengan cahaya kemerahan yang menerpa akibat matahari yang sudah di ujung cakrawala, beberapa pemuda sudah babak belur penuh luka. Sukro, pemuda yang memimpin mereka juga tidak ada bedanya, pakaiannya sudah berlubang-lubang bekas pukulan. Di depan mereka, ada seorang pemuda bercelana panjang hitam, mengenakan kemeja yang juga hitam dengan tidak adanya beberapa kancing atasnya hingga dada bidangnya terlihat.Pakaiannya juga mengalami sobek-sobek di banyak tempat, namun ia terlihat masih begitu bugar. Pemuda dengan raut wajah acuh tak acuh itu lalu mengulurkan tangannya ke depan, srekk... Muncullah pecahan benda yang terbuat dari emas dengan jumlah 9 keping. Para pemuda di depannya langsung terkejut, melihat benda yang diselimuti oleh energi itu."Kepingan Catatan Kuno sebanyak itu!?" seru mereka, lalu kepingan itu bergerak secara acak dan begitu cepat, hingga akhirnya ada benturan dari dua keping. Jlengg... Benturan dengan percikan api, disusul hentakan energi saat pecahan seperti puzz
Cahaya kekuningan yang halus menembus kabut tipis yang memenuhi oasis, tertahan oleh kubah pelindung. Akara masih terbaring di ranjang, tertutup selimut putih yang menghangatkan tubuhnya. Saat ia membuka matanya, sudah tidak ada lagi gadis cantik di sisinya, gadis yang semalam ia renggut kegadisannya dengan permainan yang begitu panas. Alisnya sedikit melengkung ke bawah saat itu, lalu menyibakkan selimut dan menemukan bercak darah di atas sprei putihnya. Ia terdiam beberapa saat, terlihat begitu sedih hingga membuat morning woodnya melemah. Cbrushh... Mendengar suara riak air, membuatnya bergegas berdiri dan mendekati danau di tengah Oasis. Ia kibaskan tangan, membuat hembusan angin yang menyapu kabut di depannya. Danau di depannya terlihat jelas, dengan air yang beriak ombak dari suatu titik. Di pusat gelombang, nampaklah seorang gadis yang berenang di sana, mengibaskan rambut putihnya hingga air menciprat. Begitu indah. Rambut putih panjang yang serasi dengan kulit seputih susuny
Di bawah pohon yang ada di Oasis, Lina duduk bersandar dengan Akara yang tiduran di pahanya. "Siapa pemuda tadi?" Lina bertanya tentang Sin dengan begitu geram. Sebab, pemuda itu dengan mudahnya lolos dari serangannya, bahkan berteleportasi kabur begitu saja.Melihat raut wajah kesal kekasihnya, Akara tertawa canggung sebelum menjawab."Dia Sin, beberapa kali menolongku, namun yaa... Dia meminta bayaran yang seperti tadi, selalu menyerap energiku dan bisa dia gunakan." Di saat santai itulah, Akara menceritakan perjalanannya. Dari mulai malapetaka, bertemu Komo dan gadis bernama Sania saat menuju kota hutan Araves. Konflik dengan pohon sihir yang membuatnya dikejar oleh Marbun Bidara. Lina mendengarkan dengan seksama sambil mengusap rambut Akara dengan lembut, hingga akhirnya Akara bercerita tentang kenaikan ranah Sinom. Dengan gamblang ia menceritakan kejadian setelah kenaikan ranah bersama Sania. Tangan Lina yang tadinya mengusap-usap rambutnya sontak berhenti, dengan tatapan mata y
Mereka menemukan sebuah altar yang berada tepat di bawah danau. Memiliki langit-langit berupa energi pelindung yang transparan, membuat sinar matahari tembus samar-samar menyinarinya. Tanpa basa-basi keduanya naik ke atas altar, tanpa berbuat apa-apa dan otomatis altar menyala. Sajak bergerak begitu cepat, hingga akhirnya berhenti secara tiba-tiba dan mengejutkan. Tidak terjadi apa-apa hingga membuat keduanya saling pandang."Rusak mungkin?" ucap Akara sebelum. Swush brushhh... Energi pelindung di atas mereka lenyap, membuat air kolam langsung menghantam mereka. Walaupun tenggelam, tidak ada kepanikan yang terjadi dan mulai berenang ke permukaan. Akan tetapi, keduanya tidak bisa bergerak, seakan ada tentakel yang melilit tubuh mereka. Bukan kelelahan atau kehabisan energi, mata mereka tiba-tiba terpejam dan tidak sadarkan diri. Pandangan mereka berubah, seakan jiwa mereka berada di suatu tempat. Lina muncul di tempat yang amat gelap dengan cahaya yang begitu tipis dari atas seakan be
Tidak hanya seluruh lantai dan kubah pelindung saja yang membeku, namun lautan di sekelilingnya juga ikut membeku. "Nona mohon tenang! Semuanya sudah terjadi dan dia sudah saya beri pelajaran!" seru Segoro dengan panik, membuat Lina memejamkan matanya untuk menstabilkan emosi. Cukup lama ia diam hingga akhirnya membuka mata, dengan mata ular yang menyala berwarna biru terang. (Apa sekarang aku ubah jadi Mata Naga ya? Aku tulis Mata ular agar tidak berlebihan. Naga, keberadaan yang begitu luar biasa, jadi gak seenaknya aku gunakan.)"Segoro," panggilnya membuat Segoro mendongakkan kepalanya dan seketika mematung gemetaran."Nona?" Ia begitu ketakutan melihat gadis itu yang mendekatkan wajahnya."Jadi kau selama ini di dalam Oasis dan melihatnya?" Segoro yang berlutut bahkan sampai terjengkang ke belakang, ia melambai-lambai tangan seperti anak kecil yang akan dipukul menggunakan sapu oleh emaknya."Tidak tidak Nona! Saya tidak akan bisa menembus kubah pelindung yang tuanku buat!" ser
Pulau melayang kediaman Kaisar Naga Sejati.Segoro muncul di tengah-tengahnya, lalu berjalan sambil sedikit melompat-lompat dengan riang menuju singgasananya. Luce sang Naga Cahaya, Zetes sang Naga Angin serta Viona dan Lisa masih duduk santai di sana. Melihat tingkah Segoro, Luce langsung melesat di depannya, menghentikan langkahnya."Kau ikut campur lagi?" ucapnya seraya menunjuk ke arah patung Naga Es, berada di samping Ular Naga Petir dan singgasananya menyatu dengan yang diduduki oleh Lisa. Energi yang sebelumnya begitu kecil, kini sudah berkobar seperti patung lainnya."Ada apa? Sekarang semuanya bisa berkumpul, sisa keberadaannya yang belum diketahui," jawab Segoro dengan santai sambil menunjuk ke arah patung Ular Naga Tanah."Ada apa!?" Luce geregetan. "Nona Lisa dan Nona Viona saja hanya sekali ikut campur tangan!""Sekali!?" Segoro ikut-ikutan ngotot, lalu dengan santai melanjutkan perkataannya. "Membuat malapetaka di seluruh Alam Semesta?" Luce tak bisa berkata-kata lagi m
Perjalanan kembali ke kekaisaran Amerta, mampir ke kota masa kecilnya untuk melihat tempat latihannya dulu bersama Lisa. Ada perubahan besar dengan benteng tinggi yang mengelilingi kota dan kemiskinan warganya. Salah satu sebabnya karena sungai Oll yang sering banjir besar dan binatang sihir yang menyerang tanpa alasan. .....Akara muncul dari sebuah mata air, terbang di atasnya dengan seorang gadis imut yang digendongnya. Di belakang pundaknya, ada energi dengan warna merah, biru, hijau, ungu dan putih membentuk sebuah sayap yang indah. ......Menenteng kedua pedang kayunya, ia berhadapan dengan seseorang di atas istana kerajaan Glint. Bukan Marbun Bidara sebagai mantan Raja Glint, melainkan Raja Glint yang baru yaitu Vonci Kates......Terbang sendirian melewati ganasnya badai di segitiga Bermuda, lalu sampailah di kota Gnome. Duduk jegang di atas pegunungan Vodor, sedangkan di depannya ada Yog Aren dan puluhan pasukan penunggang Wyvern. Yollo!.....Di atas reruntuhan kota Gnome,
Paviliun Madu EmasAkara tengah duduk santai bersama Ketua Paviliun Madu Emas, pak tua yang sedikit bungkuk dengan jenggot viking bernama Gigis. Ada juga muridnya yang berkacamata bernama Rey. Gigi berterima kasih atas bantuan Akara kepada muridnya saat berada di dunia Lestari."Tidak masalah, aku hanya kebetulan le..."Brakk!.. Pintu terbuka dengan begitu kuat, muncullah leluhur keluarga Sung yang berbadan kekar, Sung Gicung. Seperti biasa raut mukanya selalu garang, pandangannya langsung tertuju pada Akara."Jangan ngerusuh di tempatku!" ucap Gigis walau masih duduk santai."Ahahaha!" Pak tua itu lalu mendekati Akara dan ingin menepuk pundaknya. Pemuda itu reflek begitu cepat, bahkan sampai melompat dari tempat duduknya. "Tenang anak muda! Leluhur ini hanya ingin berterimakasih!" ucap Sung Gicung sedangkan Akara menepuk pundaknya sendiri dan mengelusnya. Reflek otomatis akibat teringat akan kelakuan Sin."Berterima kasih kenapa?" "Haha anak muda ini, kau menyelamatkan kedua cucuku