Share

Munculnya Ajian Kuno

"Kakang Setya !!" Para pendekar Tapak Beracun tersentak kaget saat melihat tubuh temannya sudah melayang di udara dalam posisi telapak tangan menempel di dada Wiratama.

"Cepat bantu aku, pemuda sialan ini terus menghisap tenaga dalam dan energi kehidupanku!" Teriak Setya panik.

Dengan wajah yang semakin memucat, Setya terlihat berusaha melepaskan tangannya dari tubuh Wiratama. Namun, sekuat apapun dia berusaha, lengannya seperti menyatu dengan kulit pemuda itu.

Setya semakin berteriak kesakitan ketika tenaga dalam yang terhisap keluar dengan kecepatan tinggi itu mulai melukai urat nadinya.

"Menghisap tenaga dalam? Tua bangka sialan! Jurus terlarang apa yang kau ajarkan pada bocah itu," Melihat tubuh Setya berubah keriput dan mengering dengan sangat cepat, dua pendekar Tapak Beracun itu langsung bergerak melewati Sudarta untuk membantu temannya.

"Hei tunggu, jangan mendekatinya! Kalian bisa ikut terbunuh jika menyentuh tubuhnya!" Sudarta berusaha memperingatkan para pendekar itu namun terlambat. Tanpa tau betapa berbahayanya ajian Penghancur Sukma Penghisap Energi, mereka langsung mencengkram lengan Setya bersamaan dan menariknya.

"Kakang, bertahanlah! Kami akan….." Belum sempat para pendekar itu menyelesaikan ucapannya, tenaga dalam mereka tiba tiba ikut terhisap keluar dengan kecepatan yang mengerikan.

"Apa-apaan ini…." Ketiganya menarik tangannya sekuat tenaga, namun betapa terkejutnya mereka saat beberapa tulang tangannya patah dengan begitu mudah.

"Krak!!!"

Sudarta langsung memejamkan mata dan menutup indra pendengarannya ketika teriakan para pendekar itu berubah menjadi jerit kesakitan. Dia sadar, tak ada yang bisa dilakukannya untuk membantu para pendekar itu kecuali pengguna ajian itu sendiri yang menghentikannya.

"Aku sudah memperingatkan kalian…." Ucap Sudarta menyesal.

Cukup lama Sudarta mematung dengan kedua tangan terkepal keras, dan setelah suara jeritan itu benar benar menghilang, dia mulai berani membuka matanya perlahan.

"Pemuda ini jauh lebih mengerikan dari yang aku perkirakan…." Napas Sudarta tertahan saat menemukan tiga mayat pendekar Tapak Beracun sudah tergeletak disebelah tubuh Wiratama dengan kondisi hancur. Dia benar benar tidak menyangka hari ini akan melihat dengan mata kepala sendiri ajian kuno yang sudah dianggap punah itu.

"Dia bahkan bisa menggunakan ajian Penghancur Sukma Penghisap Energi dalam kondisi tidak sadarkan diri….." Sudarta kembali terdiam untuk beberapa saat sambil menggenggam penawar racun di tangan kanannya. Dia tampak bersyukur belum sempat menurunkan ilmu pedang Matahari pada pemuda itu.

"Dengan bakat alami dan ajian terkutuk yang bersarang didalam tubuhnya, dunia persilatan akan hancur jika dia salah memilih jalan ….." Sudarta menarik nafasnya panjang, mencoba memikirkan apa yang harus dilakukannya pada Wiratama.

Sempat terbersit dalam pikirannya untuk membiarkan Wiratama tewas oleh racun Kalajengking Perak setelah melihat apa yang terjadi pada para pendekar Tapak Beracun. Namun, dia langsung membuang jauh pikiran jahat itu dan melangkah mendekati Wiratama yang masih tak sadarkan diri.

"Tidak…. Aku tidak boleh membunuh siapapun lagi setelah semua dosa yang aku lakukan di masa lalu. Bakatnya memang sangat mengerikan, tapi bukan berarti dia pantas mati," Sudarta meraih tangan kanan Wiratama untuk memeriksa denyut nadinya.

"Lagipula, dalam kondisi terluka parah, racun itu akan tetap menyebar dengan sangat cepat walau aku memberinya penawar….." Wajah Sudarta tiba tiba berubah saat tak lagi menemukan racun didalam tubuh Wiratama.

"Racunnya sudah menghilang? Tidak mungkin, bagaimana bisa…." Sudarta melepaskan tangan Wiratama dan mundur beberapa langkah dengan wajah pucat.

"Apa mungkin ajian Penghancur Sukma penghisap energi yang menghilangkan racun dari tubuhnya?" Sudarta menggelengkan kepalanya berkali kali seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya itu.

"Seberapa tinggi sebenarnya bakat pemuda ini?"

***

"Deg!

Hal pertama yang dirasakan Wiratama saat tersadar dari pingsannya adalah rasa sakit yang luar biasa di bagian kepala. Dia bahkan membutuhkan waktu beberapa menit untuk meredam rasa sakit itu sebelum membuka matanya.

"Rasa sakit ini…. Jadi aku belum mati ya?" Ucap Wiratama  sambil menatap sekelilingnya. Dia tampak bingung saat mendapati dirinya tergeletak di pinggir sungai yang dikedua sisinya tertancap ratusan pedang.

"Dimana aku? Apa tua bangka itu yang membawaku ke tempat aneh ini?" Wiratama bangkit sambil memegang kepalanya dan mengamati sekitarnya sekali lagi. Dia cukup yakin tidak ada tempat di Nusantara yang memiliki sungai aneh sekaligus indah seperti itu.

Saat Wiratama masih berusaha mengenali tempat itu, sebuah suara tiba tiba terdengar dari arah belakang.

"Hei bodoh, apa yang kau lakukan ditempat ini?"

Wiratama langsung menoleh kearah suara itu, dan betapa terkejutnya dia ketika menemukan seorang pria tua dengan mata yang memerah sudah berdiri dibelakangnya.

"Hei, apa kau tidak bisa muncul dengan cara biasa?" Bentak Wiratama kesal.

Pria misterius itu menaikkan alisnya sebelah, dia cukup terkejut melihat  perawakan Wiratama yang kurus dan terlihat sangat lemah.

"Kau bahkan tidak memiliki tenaga dalam sama sekali?" Ucapnya dengan suara menggelegar.

Mendapat pertanyaan yang sangat dibencinya, wajah Wiratama langsung berubah datar.

"Apa ilmu kanuragan dan sejenisnya begitu penting bagi kalian? Ada banyak hal di dunia ini yang lebih menarik dari sekedar bertengkar dan saling membunuh," Wiratama yang awalnya berniat menanyakan tentang tempat aneh itu langsung kehilangan selera dan melangkah pergi kearah sungai.

"Bertengkar dan saling membunuh katamu?" Pria misterius itu tiba tiba muncul dihadapan Wiratama dan mencengkram lehernya.

"Hei, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!!!" Teriak Wiratama panik sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan pria itu.

"Berani sekali kau bicara seperti itu padaku!!!" Pria misterius itu berusaha mematahkan leher Wiratama, tapi betapa terkejutnya dia ketika energinya tiba tiba dihisap oleh tubuh pemuda itu.

"Ajian Penghancur Sukma Penghisap Energi?  Tunggu, bagaimana kau …."  Pria misterius itu langsung mengendurkan cengkraman tangannya dan melempar tubuh Wiratama kedalam sungai.

"Hei, seenaknya saja melempar orang….."

"Byur!!!

"Kau sangat menarik anak muda, aku benar benar tidak sabar melihat apa yang akan kau lakukan dengan ajian terkutuk itu!"

"Ajian terkutuk? Ah tidak, aku tidak bisa berenang," Bersamaan dengan tenggelamnya Wiratama ke dasar sungai, kedua matanya tiba tiba terbuka dan mendapati dirinya tengah terbaring di sebuah gua.

"Sial! Mimpi aneh itu lagi…. Aku bisa gila jika terus seperti ini," Umpat Wiratama sambil mengatur nafasnya yang tidak beraturan.

Wiratama mencoba mengingat kembali kejadian sebelum dia terbangun di dalam gua itu, dan ketika sosok Sudarta muncul di kepalanya, wajah Wiratama berubah mengeras.

"Ah benar tua bangka itu.... Aku harus membuat perhitungan dengannya!" Wiratama bangkit dari duduknya dan bergegas keluar gua.

"Hei, tua bangka! Dimana kau?" Teriakan Wiratama menggema keras didalam gua, namun sampai dia mengulanginya tiga kali, Sudarta tidak juga muncul dihadapannya.

"Si tua itu pasti sudah melarikan diri! Berani sekali dia meninggalkan aku di…."  Wajahnya Wiratama kembali berubah saat rasa sakit yang luar biasa kembali muncul di kepalanya.

"Tua bangka sialan itu! Apa sebenarnya yang dia lakukan padaku...." Wiratama memegang kepalanya yang terasa sakit. Dia berusaha menggapai dinding gua yang ada didekatnya karena tubuhnya mulai oleng, dan.....

"Bruk!" Belum sempat Wiratama menjangkau dinding gua, tubuhnya sudah terjatuh dan tak sadarkan diri untuk kedua kalinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status