Share

Penguasa Dunia Persilatan
Penguasa Dunia Persilatan
Penulis: Ririn

Pertarungan Dua Pendekar Terkuat

Di bawah guyuran hujan dan sambaran petir yang menggelegar, dua orang pria setengah baya terlihat berdiri sambil mengatur nafasnya. Keduanya hanya diam dan saling menatap satu sama lain tanpa bergerak sedikit pun.

Sekilas, tak ada yang aneh dengan mereka, namun jika dilihat lebih teliti, tetesan air hujan yang mengguyur tubuh mereka berubah memerah karena bercampur dengan darah yang terus keluar dari luka sayatan pedang di tubuh masing-masing.

Salah satu pendekar yang terlihat lebih tua dan berwajah tegas, tiba-tiba menyarungkan kembali pedangnya menandakan sudah bersiap dengan serangan terakhirnya.

Melihat lawannya sudah menyarungkan pedangnya, pendekar satunya yang mengenakan penutup wajah bergambar pedang menyilang mulai meningkatkan kembali konsentrasinya. Dia sadar, dalam ilmu pedang, serangan paling berbahaya adalah ketika pedang itu pertama kali meninggalkan sarungnya.

Tak mudah untuk menghadapi tipe jurus pedang seperti itu karena tidak ada yang benar-benar tahu ke mana arah dan jenis serangan, sebelum pedang itu tercabut dari sarungnya. Hanya ada beberapa pendekar tingkat tinggi yang mampu membaca arah serangan, itu pun hanya sebuah perkiraan yang didapat dari pengalaman bertarung.

"Sepertinya, puncak Semeru akan menjadi saksi berakhirnya permusuhan kita, Setya. Malam ini, di bawah guyuran hujan, salah satu dari kita mungkin akan mati penasaran membawa dendam yang besar," ucap pria yang mengenakan penutup wajah sambil menghela nafas.

"Dendam? Bukankah kau sendiri yang menciptakan dan memelihara dendam di dalam hatimu, Sansan? Aku bersedia membuang pedangku sekarang juga jika kau pun melakukannya. Kita tak harus melakukan ini dan berakhir tragis seperti ini," balas pria berwajah tegas.

Pria yang dipanggil Sansan itu tertawa kecil sambil menggeleng pelan, seketika bayangan indah masa lalunya bersama orang yang kini jadi lawan terberatnya itu muncul di kepalanya.

Bayangan saat mereka bersumpah untuk saling menjaga di tengah pusaran dunia persilatan yang kejam dan penuh kepalsuan. Namun kini, sumpah itu seolah menguap begitu saja ketika Sansan dengan kejam membunuh Ayu Utari, wanita yang paling dicintai Arya Setya.

"Aku sudah lelah Setya, dan aku benar-benar muak dengan kebaikan palsu yang kau tunjukkan. Tak ada jalan bagiku untuk kembali setelah memenggal kepala gadis itu. Kita berdua sudah menderita begitu lama karena permusuhan ini, satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah salah satu atau bahkan kita berdua harus mati."

Arya Setya yang merupakan ketua perguruan Alang Alang Kumitir menatap mantan sahabat sekaligus adik seperguruannya itu dengan wajah sedih. Dia tidak menyangka, kenangan indah dan perjuangan mereka di masa kecil untuk menaklukkan dunia persilatan akan berakhir tragis dengan saling bunuh hanya karena seorang wanita.

"Tidak Sansan, masih ada kesempatan untukmu kembali ke Alang Alang Kumitir. Kematian Ayu di tanganmu mungkin sudah menjadi kehendak alam. Asal kau mau memperbaiki kesalahan, aku akan mencoba memaafkan dirimu," balas Arya Setya.

"Kembali ke Alang Alang Kumitir? Apa kau bercanda? Aku tak akan sudi kembali ke tempat yang penuh dengan kepalsuan itu," jawab Sansan sinis.

Setya terdiam sesaat, raut keputusasaan mulai tergambar jelas di wajahnya karena gagal membujuk adik seperguruannya.

"Ini semua memang salahku … Tolong maafkan Kakak tidak berguna ini jika terpaksa membunuhmu," Arya Setya menarik nafas panjang sebelum bersiap dengan jurus andalannya.

"Majulah, apa pun hasil pertarungan ini kau tetap adik kecil yang kutemukan di desa Trowulan."

"Jangan terlalu sombong Setya, walau kau menguasai ilmu pedang Matahari milik Guru, dalam beberapa tahun ini aku juga sudah bertambah kuat," Sansan menarik pedangnya ke depan.

Keduanya terdiam cukup lama dalam posisi siap menyerang, sebelum bergerak bersamaan ketika suara petir terdengar dari langit.

Saat keduanya bergerak, bebatuan yang ada di sekitar area pertarungan kembali beterbangan di udara. Gesekan tenaga dalam yang meluap dari tubuh mereka membuat udara memadat dan mengangkat semua yang ada di sekitarnya.

"Maafkan aku Kakang Setya, ini harus kulakukan untuk menyelamatkanmu dari Iblis itu," ucap Sansan dalam hati sambil melepaskan aura membunuh yang sangat pekat dari tubuhnya.

Arya Setya yang sedikit lebih unggul dalam hal kecepatan menyerang lebih dulu, memanfaatkan kuda-kuda Sansan yang belum terbentuk sempurna, dia menendang batu kecil yang melayang di dekat kakinya ke arah lawan sebelum mencabut pedangnya.

Sangat cepat dan tanpa suara, hanya itu yang bisa menggambarkan gerakan Arya Setya setelah pedang tercabut.

"Jurus Pedang Matahari tingkat empat : Hembusan angin malam penghancur sukma!"

Serangan itu datang dengan cepat.

Dan sesuai dengan dugaan Sansan, serangan yang terlihat sederhana tapi mematikan itu tak mampu dihindarinya dengan sempurna walau dia sudah mencoba membaca ke mana pedang itu akan bergerak setelah keluar dari sarungnya.

Sansan kemudian mendorong tubuhnya ke belakang untuk mengurangi efek serangan, namun karena pijakan kakinya goyah akibat tekanan besar tenaga dalam Arya Setya, pertahanannya langsung terbuka lebar.

Melihat pertahanan Sansan goyah akibat serangan pertamanya, Arya Setya kembali melepaskan serangan yang jauh lebih cepat.

Bukannya gentar dengan serangan bertubi-tubi Arya Setya, Sansan justru terlihat semakin bersemangat walau tubuhnya sudah mulai mencapai batasnya. Dia tampak sudah tidak peduli lagi dengan kemenangan, yang ada di pikirannya saat ini adalah membalas "kasih sayang" Arya Setya selama ini dengan caranya sendiri.

Sansan secara mengejutkan berhasil menangkis serangan Arya Setya di detik terakhir, tapi ketika dia berusaha menyerang balik, sesuatu yang mengejutkan terjadi.

Ayunan pedang Arya Setya berubah begitu lembut, dia menggeser sedikit pegangan tangan di gagang pedangnya untuk memindahkan beban ke tangan kiri sebelum melakukan serangan tusukan.

"Jurus pedang Matahari tingkat enam : Tusukan penghancur batu karang!"

Empat tusukan dalam waktu kurang dari satu detik menghunjam tubuh Sansan tanpa bisa dihindari. Pria malang itu seolah merasakan dua putaran waktu berjalan berbeda di sekitarnya.

Tubuhnya terasa melambat, namun di saat bersamaan kecepatan Arya Setya justru meningkat tajam.

"Luar biasa ... Kau memang pantas menjadi murid kesayangan Guru Kakang," tubuh Sansan langsung terhuyung, kali ini dia benar-benar telah mencapai batasnya.

Dengan lubang menganga di perutnya, Sansan tetap memaksakan berdiri sambil berusaha menjangkau tubuh Arya Setya dengan tangan kirinya.

"Pada akhirnya yang lemah akan terkubur, dunia persilatan memang kejam," Sansan tersenyum dengan linangan air mata di pipi sebelum tubuhnya roboh ke tanah.

Melihat adik kecilnya tergeletak tak berdaya di tanah, Arya Setya langsung membuang pedangnya dan meraih tubuhnya.

"Sansan!!!" Teriak Arya Setya sambil mendekap erat Sansan.

"Jangan menangis dan jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu di hadapanku, karena kau adalah pendekar yang sangat aku kagumi," ucap Sansan sambil menahan rasa sakit.

"Apa ini semua karena pedang pusaka Langit?" Ucap Arya Setya lirih.

"Kau terlalu polos Kakang, sejujurnya aku sama sekali tak tertarik dengan pedang sialan yang diberikan Guru padamu …. " Ucapan Sansan terhenti saat dia batuk darah.

"Kakang, apa kau tau terkadang kebenaran di dunia persilatan ditentukan oleh kekuatan? Berhati-hatilah karena dunia persilatan tak seindah yang kita bayangkan dulu. Aku …. " Ucapan Sansan terputus, di bawah guyuran air hujan di puncak Semeru, pendekar yang telah membunuh ratusan bahkan ribuan nyawa itu meregang nyawa, sambil tersenyum di pangkuan orang yang paling dia hormati.

"Sansan!!!" Teriak Arya Setya sambil terus memeluk tubuh adik seperguruannya itu di bawah guyuran hujan. Langit seolah ikut bersedih dengan akhir tragis dua sahabat yang tumbuh bersama di perguruan Alang Alang Kumitir.

Tewasnya Sansan tidak hanya menghentikan permusuhan panjang di antara mereka, tapi juga mengukuhkan Arya Setya sebagai pendekar terkuat di Nusantara. Namun gelar terkuat itu hanya bertahan sebentar karena sejak malam itu juga, Arya Setya menghilang bagai ditelan bumi bersama pedang Langitnya.

Dia seolah ingin mengubur semuanya termasuk pedang yang paling diburu di dunia persilatan itu bersama kematian adik seperguruannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status