Share

Perguruan Lembah Siluman

"Apa katamu!! Wiratama melarikan diri lagi?" Seorang pria setengah baya berwajah tegas langsung menggebrak meja saat mendengar laporan bahwa cucu kesayangannya telah melarikan diri dari perguruan.

"Mohon maafkan aku ketua, tuan muda sepertinya melarikan diri melalui pintu belakang saat terjadi pergantian penjagaan. Kami sudah berusaha mengejarnya sekuat tenaga sampai kaki gunung Semeru tapi tak berhasil," Jawab pemuda berperawakan kurus dengan suara bergetar menahan takut.

"Mengejar cucuku?!  Apa kalian pikir mampu melakukannya?" Bentak pria itu kesal.

Pemuda itu langsung terdiam dengan wajah tertunduk. Dia tampak pasrah karena bagi para pendekar Lembah Siluman, gagal menjalankan tugas sama saja dengan mati.

"Sifat anak itu benar benar mirip dengan ibunya yang selalu mempermalukan aku dan perguruan Lembah Siluman!!" Pria tua itu terdiam sesaat, dia berusaha mengendalikan amarahnya terlebih dahulu sebelum memberikan perintah.

"Airin, bawa beberapa pendekar Lembah Siluman Perak dan temukan Wiratama apapun caranya! Kali ini, aku sendiri yang akan menghukumnya," Perintah pria itu pada seorang pendekar wanita yang berdiri dibelakangnya.

"Pendekar Siluman Perak? Mohon maafkan aku ketua, tapi apa tidak terlalu berlebihan mengirim mereka…."

"Apa kau tidak mendengar perintahku?" Pria tua itu tiba tiba menggerakkan tangannya kearah pemuda malang yang masih berlutut dihadapannya dan mencabut pedangnya dari jarak jauh.

Dengan satu kibasan tangan, pedang yang sangat tajam itu tiba tiba berputar di udara sebelum melesat cepat dan memenggal leher pemuda itu.

"Jika kau tidak ingin bernasib sama dengannya, pergi dari hadapanku sekarang juga dan bawa cucuku kembali!!!" Ucap pria itu dingin.

"Ba… Baik ketua, aku akan segera membawa tuan muda kembali," Jawab Airin cepat sambil menelan ludahnya.

"Anak bodoh itu!!! Apa sebenarnya yang ada didalam kepalanya? Apa dia tidak sadar nyawanya akan melayang jika para pendekar aliran putih mengetahui jati dirinya," Umpat pria itu sambil mengepalkan tangannya.

***

"Hei, apa kau tidak bisa makan dengan cara biasa? Jika nafsu makan itu tidak bisa kau kendalikan, suatu saat dirimu akan tewas tersedak," Sudarta menggelengkan kepalanya saat melihat cara makan Wira, ini pertama kalinya dia melihat manusia dengan nafsu makan sebesar itu.

"Kau terlalu banyak bicara orang tua. Makan ya makan, caranya memang seperti ini," Balas Wira sinis sebelum menyambar ayam hutan terakhir yang masih berada di atas api unggun. Dia tampak tidak peduli jika potongan ayam itu harusnya menjadi milik Sudarta yang belum makan sama sekali.

Dan sekarang kau tidak menyisakan sama sekali makanan untukku?" Balas Sudarta sinis.

"Apa kau selalu cerewet seperti ini….." Wiratama menghentikan ucapannya sesaat untuk menelan potongan ayam hutan yang ada di mulutnya sebelum kembali bicara.

"Dengarkan aku baik-baik tua bangka, kau sudah menghajarku habis-habisan, jadi apa salahnya memberikan makanan ini semua. Lagipula kau bisa menangkap belasan bahkan mungkin puluhan ayam hutan dengan ilmu meringankan tubuhmu. Lalu kenapa harus meributkan makanan yang sedikit ini?"

"Tapi aku yang menangkap ayam hutan itu, setidaknya sisakan sedikit untuk mengganjal perutku," Protes Sudarta cepat.

Wiratama tak lagi menjawab ucapan Sudarta. Konsentrasinya sudah terfokus pada potongan ayam hutan terakhir ditangannya.

"Selain itu, untuk seorang pendekar, apa yang kau lakukan ini adalah sebuah kesalahan besar. Bagaimana bisa kau memakan ayam hutan pemberian seseorang yang baru saja dikenal tanpa curiga ada racun didalamnya?" Lanjut Sudarta.

"Racun? Jangan bercanda, walau kau adalah orang tua yang menyebalkan, tapi aku yakin dirimu tidak akan melakukan hal hina seperti itu."

"Kau yakin?" Balas Sudarta cepat.

Wiratama langsung terdiam setelah mendengar ucapan Sudarta, wajahnya mulai berubah ketika melihat senyum licik terbentuk di bibir pria dihadapannya itu.

"Kau tidak benar benar meracuni makan ini bukan?" Kejar Wiratama.

"Racun Kalajengking Perak diciptakan oleh seorang ahli racun bernama Karsa yang tewas beberapa tahun lalu. Keunikan dari racun ini adalah tidak memiliki rasa dan bau sehingga sangat sulit dideteksi.

"Kita bahkan tidak akan sadar sedang terkena racun ini sebelum darah segar mulai keluar dari hidung dan telinga sebagai tanda organ dalam mulai terluka," Jawab Sudarta sambil menunjuk hidung Wiratama.

"Tidak mungkin, kau…." Wiratama menghentikan ucapannya saat merasakan sesuatu mengalir dari hidungnya, dan betapa terkejutnya dia saat melihat bercak merah ada ditangannya.

"Sepertinya efek racun itu mulai merusak aliran darahmu. Jika kau ingin selamat, jangan banyak bergerak terlebih dahulu dan ikuti semua perintahku," Ucap Sudarta sambil mengamati darah segar yang keluar dari hidung Wiratama.

"Kau benar benar benar sudah gila, tua bangka! Cepat berikan penawarnya padaku sekarang!!" Wiratama langsung bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Sudarta. Namun, baru saja kakinya hendak melangkah, tubuhnya tiba tiba kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah.

"Sial, rasanya sakit sekali, tubuhku seperti terbakar kobaran api…. Kakek tua, cepat berikan penawarnya padaku," Pinta Wiratama sambil merangkak mendekati Sudarta.

"Maafkan aku nak, bakat besar yang kau miliki terlalu berharga untuk di sia-siakan. Hanya ini satu satunya cara yang bisa aku lakukan untuk memaksamu mempelajari ilmu kanuragan," Sudarta menatap Wiratama iba sambil memegang penawar racun yang dia sembunyikan di balik pakaiannya.

"Hei, apa kau tidak mendengarkan aku? Cepat berikan penawar racunnya dan berhentilah mempermainkan nyawa orang!!!" Teriak Wiratama kembali.

"Sayangnya aku tidak memiliki penawar itu karena rahasia racun Kalajengking Perak ikut terkubur bersama penciptanya....." Sudarta  berjalan mendekati Wiratama dan membantunya duduk sebelum melepaskan dua totokan di ditubuhnya.

"Apa katamu, tidak ada penawarnya?" Bentak Wiratama semakin panik.

"Tak ada gunanya berteriak seperti itu sekarang, ikuti saja semua yang aku perintahkan jika kau ingin selamat," Balas Sudarta sebelum mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh Wiratama untuk menahan penyebaran racun Kalajengking Perak.

"Sebenarnya, masih ada satu cara untuk menyelamatkan nyawamu, yaitu dengan mengeluarkan racun Kalajengking Perak dengan tenaga dalam Ledakan Matahari milikku."

"Tenaga dalam? Tidak! Bukankah sudah ribuan kali aku katakan tidak tertarik sama sekali dengan ilmu kanuragan!" Balas Wiratama cepat.

"Aku hanya memberitahumu cara untuk mengeluarkan racun itu. Jika kau memang tidak tertarik, aku tak akan memaksa," Jawab Sudarta pelan.

"Kau!!! Jadi ini tujuanmu sebenarnya meracuniku!" Wiratama berusaha mencekik Sudarta, namun tangannya dengan cepat ditepis oleh pria tua dihadapannya itu.

"Kau memiliki tubuh istimewa yang diimpikan oleh semua pendekar dunia persilatan. Aku hanya berniat membantumu untuk….." Belum sempat Sudarta menyelesaikan ucapannya, tiga orang dengan penutup wajah tiba tiba muncul dari balik pepohonan dan langsung bergerak menyerangnya.

"Sudarta, berikan nyawamu!!!" Teriak para pendekar itu.

"Perguruan Tapak Beracun? Sial, mereka datang disaat yang tidak tepat," Sudarta memutar tubuhnya cepat dan menyambut serangan mereka bersamaan.

"Jurus pedang Dewa Naga naik ke langit!"

Saat serangan mereka hampir berbenturan, salah satu pendekar perguruan Tapak Beracun menarik serangannya. Dia kemudian bergerak menyamping dan mengincar Wiratama yang masih belum bisa bergerak.

"Gawat, dia mengincar anak itu…." Sudarta berusaha menghadang pendekar itu, namun dua temannya melempar jarum beracun yang memaksa Sudarta melompat mundur.

"Pemuda itu terlihat lemah, sepertinya aku bisa menjadikannya sebagai sandera untuk memaksa si tua itu menyerahkan kitab pedang matahari," Pendekar itu memusatkan tenaga dalam di tangan kanannya sebelum melepaskan jurus tapak ke tubuh Wiratama.

"Tapak Penghancur tulang!!!"

"Hei tunggu, aku tidak ada hubungannya sama sekali dengan pria tua itu," Wiratama mencoba bergerak menghindar, namun karena gerakannya yang melambat akibat efek racun kalajengking Perak, serangan pendekar itu mendarat telak di tubuhnya.

"Buagh!"

Wiratama langsung menjerit kesakitan, terlebih setelah energi tapak penghancur langit mulai menyebar ke seluruh tubuhnya.

"Kalian!!! Apa pantas cara kotor seperti ini dilakukan oleh orang yang mengaku sebagai pendekar?" Sudarta meningkatkan kecepatannya, dia berusaha menjauhkan dua orang yang terus menekannya.

"Jangan berlagak suci Sudarta, apa kau pikir aku tidak tau darimana kau mendapatkan kitab pedang Matahari?" Balas lawannya.

Pertarungan ketiganya meningkat dengan cepat, walau kemampuan dua pendekar Tapak Beracun itu masih berada dibawah Sudarta, tapi gabungan serangan pedang dan formasi jarum beracun mereka mampu menyulitkan pendekar yang pernah menyandang gelar terkuat sebelum dikalahkan oleh ketua Lembah Siluman.

Saat konsentrasi Sudarta sudah benar benar terfokus pada dua pendekar Tapak Beracun, sebuah teriakan kesakitan tiba tiba terdengar di udara.

"Kau! Bagaimana kau bisa menghisap tenaga dalamku!!!"

"Menghisap tenaga dalam?" Ucap Sudarta dan dua lawannya bersamaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status