Share

Penjara Obsesi Taipan Gila
Penjara Obsesi Taipan Gila
Author: Elga Cadistira dR

Bab 1 - Suami Psikopat Manja

"Aku akan menembakmu jika selangkah keluar dari sini." Pascal menodongkan pistol ke punggung Petra dua meter di hadapannya.

"Kenapa kau tidak membiarkanku pergi?" Petra bicara tanpa berbalik badan. Hanya berdiri memunggungi Pascal. 

"Aku benci pria yang tidak setia seperti dirimu. Kau tidur bersama wanita lain di hotel ini. Alasan apalagi yang lebih masuk akal?" Stabil nada suaranya yang terdengar tegas.

"Ini kesalahan! Aku tidak melakukannya dengan sadar! Seseorang pasti memasukkan sesuatu ke dalam minumanku!" Kegeraman tercemin di wajah tampan Pascal. Dia terlihat sangat marah, namun bingung.

"Sial. Akan kutemukan orang yang menjebakku! Argh!" Sontak dia memegangi kepalanya saat terasa pusing menyerang tiba-tiba.

"Haruskah kita bercerai hari ini?" Usulan Petra mendapat pelototan mata Pascal yang terkejut.

"Aku tidak akan pernah menandatangani surat cerai!" Pascal keras kepala. 

"Lalu, kenapa kau berselingkuh dariku?"

"Sudah kubilang! Aku dijebak! Kau tahu sendiri, aku sebagai ketua gangster kota, musuhku ada di mana-mana! Aku hanya lalai!" Seribu alasan tidak dibutuhkan seorang wanita. Sifat kekeh Pascal membuat Petra heran.

"Kalau begitu, aku akan langsung bertanya." Petra memutar badannya, menghadap Pascal yang bersandar di dashboard ranjang. Sementara pistol masih mengarah kepadanya. "Kenapa kau menginginkan diriku untuk tetap bersamamu?" tanya Petra tak gentar dengan raut datar. 

"Karena kau milikku!"

Petra diam. Tak ada ekspresi berarti di wajah cantik itu. Seolah-olah jawaban tersebut terdengar membosankan. "Tuan CEO yang terhormat. Aku bukan objek yang sempurna untuk obsesimu." Sikap Petra berubah dingin.

Belum sepuluh menit berlalu memergoki Pascal bermesraan dengan wanita lain di kamar hotel ini. Kini Petra harus terjebak perdebatan menjengkelkan dengan Pascal yang tak mau mengakui kesalahan.

"Istriku, Petra. Kau adalah istriku yang sempurna. Kemarilah."

"Kau menyuruhku mendekat dengan ancaman pistol di tanganmu?" Nada suara Petra meninggi keheranan.

"Aku berjanji tidak akan menembak setidaknya kakimu jika kau tidak pergi keluar dari kamar ini. Turuti saja ucapanku, maka kau akan tetap hidup dengan normal."

Petra mendengus. Hidup normal? Selama tiga bulan menikahi pria ini, hanya kegilaan yang Petra dapatkan. Meski terlihat dari luar, suaminya dianggap sosok sempurna, tak ada yang tahu bahwa pria itu sangat keji tanpa hati membunuh orang-orang.

Tapi, karena misi rahasia, memaksa Petra harus bertahan hidup di samping pria gila ini. 

"Apa yang ingin kau lakukan padaku?" tanya Petra ketika berhenti melangkah dan berdiri di samping ranjang.

"Peluk aku." Ucapan Pascal sungguh tak terduga. Petra sampai tertegun mendengarnya.

"Letakkan pistolmu, aku akan memelukmu," ujar Petra. 

Pascal meletakkan pistol itu di samping tubuhnya. Kemudian Petra memeluk pundak berotot suaminya yang tidak memakai baju. Tatapan tajam tersirat di mata Petra tanpa Pascal sadari.

***

"Sampai kapan aku harus menjalankan pernikahan pura-pura ini!" Petra menggebrak meja. Menatap sinis pada rekan-rekan satu timnya yang berkumpul di ruang rapat.

"Misi ini akan selesai jika kita mendapatkan kesempatan yang bagus untuk meringkus Pascal." Avelino sang ketua tim berbicara dengan serius.

"Pertama-tama, kita belum mendapatkan cukup bukti kuat untuk memenjarakan pria itu di pengadilan. Kedua, konflik politik belakangan ini agak menghambat penyelidikan kami."

"Lalu, apa yang harus aku lakukan? Aku bosan hanya berperan sebagai istrinya saja!" Petra mendengus. Dia bersidekap dengan gaya angkuh.

"Amati saja dari dekat. Pahami kebiasaannya. Cari kelemahannya entah itu secara mental maupun fisik. Setiap manusia memiliki kelemahannya sendiri. Tidak mungkin pria itu sosok yang sempurna, sekalipun tampan dan pebisnis paling sukses di kota ini."

Saran-saran Avelino dipahami Petra yang mengangguk, tapi ekspresinya masih masam. "Mempelajari sifat Pascal lumayan sulit bagiku. Dia pria yang sulit ditebak. Satu hal yang kutahu, dia terobsesi padaku."

"Bagus. Gunakan obsesinya untuk merayu dia lebih dalam dan mengungkapkan segalanya padamu."

"Sudah kucoba dengan berbagai cara halus, tetapi dia menutupi sesuatu dariku. Dia seakan tidak ingin aku tahu rahasia yang lebih gelap."

"Apakah kalian sudah pernah tidur bersama?" cetus Liam tiba-tiba. Dia senior Petra. Pertanyaannya sangat mengejutkan semua orang di sini.

Namun diamnya Petra, menimbulkan praduga di benak mereka.

"Jangan-jangan kalian belum malam pertama?" Kesimpulan mereka kompak sama. Petra terpojok atas kalimat bernada offensive tersebut.

"Ya." Nyaris lirih suara Petra saat menjawab jujur.

"Petra. Sejak kau bergabung dalam satuan tugas ini, kau sudah menjadi perwakilan negara untuk menyelesaikan hal ini bersama." Avelino punya ide. Tapi Petra sudah dapat membaca maksudnya.

"Aku tidak berniat merayu Pascal lebih intim, ketua." Ada alasan yang tidak bisa Petra katakan di sini. Karena sesungguhnya, Petra tidak bisa menyerahkan keperawanannya pada pria kriminal itu.

"Terserah padamu dengan cara apa, yang jelas, misi ini harus segera diselesaikan sesegera mungkin. Kau pun tidak ingin berlama-lama hidup bersama pria itu kan? Aku sudah memberikan beberapa saran. Pikirkan cara terbaiknya." Avelino kemudian bangkit. "Rapat bubar!"

Petra mendadak kehilangan semangat. Tepukan di pundak dari Liam seakan mendukungnya. "Jangan khawatir, kami juga berusaha yang terbaik," ucap Liam sebelum berlalu pergi.

"Gunakan ini." Liam memberikan sebungkus serbuk pada Petra. 

"Apa ini?" tanya Petra.

"Aku dapat dari lab. Katanya ini adalah obat kejujuran. Mungkin berguna untuk tugasmu jika kau tidak ingin tidur dengannya."

Petra pulang ke rumah besar Pascal. Rumah itu tidak memiliki penjagaan ketat dari bodyguard. Tetapi memiliki sensor yang dapat menjebak otomatis.

"Istriku, Petra! Kau darimana?" Pascal menyambut wanita itu masuk ke mansion. "Tidak melihatmu sebentar saja membuatku gelisah."

"Aku hanya jalan-jalan menjernihkan pikiran. Kepalaku jadi pusing mengingat perlakuanmu di belakangku," sindir Petra. Sebenarnya sikap dan kata-kata yang dia ucapkan tidak lebih sekedar akting.

"Maafkan aku. Aku salah. Kau ingin aku melakukan apa agar kau memaafkanku?" Mata Pascal berkaca-kaca. Mencerminkan permohonan yang putus asa. 

Sosok pria ini sangat amat berbeda ketika di luar. Petra terkesan padanya. Kagum atas penguasaan kepribadian. Persis seperti dua orang berbeda. "Ayo kita duduk dan bercerita sambil minum," ajak Petra.

Sebotol anggur mahal dituangkan ke gelas kaca. Diam-diam Petra mencampurkan serbuk itu ke dalam minuman Pascal. Lalu duduk di sofa ruang tengah dalam kehangatan.

"Bagaimana harimu? Apakah semua berjalan lancar?" tanya Petra. Dia menantikan Pascal meminum amer mahal tersebut.

"Ya. Semua berlalu dengan membosankan. Hari ini aku tidak menembakkan peluru satu pun. Rasanya, tiada hari tanpa membunuh seseorang." 

Dasar psikopat! Petra membatin.

"Mungkin sebaiknya kau mencari musuh yang sedang merencanakan sesuatu padamu, sebelum hal buruk terjadi," ujar Petra, meminum anggur merahnya sendiri.

"Aku masih belum menemukan orang yang menjebakku. Jalang yang tidur denganku sudah ditembak mati olehku."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status