Share

Bab 3 - Kebohongan

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Petra.

"Aku kebetulan sedang lewat sini. Oh ya, kenapa kau ada di sana? Keluar dari toko bunga?"

Petra terhenyak. Toko bunga? Ah, tepat di samping gang itu ada toko bunga. "Ya, aku hanya melihat-lihat bunga di sana. Tapi tak ada bunga yang aku cari," kata Petra berbohong.

"Bunga apa yang kau inginkan? Aku bisa membelikannya untukmu sekarang," kata Pascal.

"Bunga Jasmine pink." Petra hanya asal bicara. Dia ragu apakah ada jenis bunga Jasmine berwarna pink? Haha. Rasanya dia ingin terkekeh saat ini. Menyenangkan bisa membodohi pria yang dihormati banyak orang itu.

"Baiklah. Aku akan memerintahkan Varios untuk membelinya sekarang." Ponsel dikeluarkan dari saku jasnya. Perkataan Pascal sontak mengejutkan benak Petra.

Petra mendadak cemas. Bagaimana kalau bunga jenis itu betulan tidak ada? Bisa-bisa Pascal akan menaruh curiga padanya. "Tidak! Jangan, itu tidak penting lagi." Dia langsung menahan tangan Pascal yang akan mendial nomor Varios.

"Kenapa? Kau menginginkannya kan?" tanya Pascal.

"Sekarang sudah tidak setelah bertemu denganmu. Tidak bisakah kita menghabiskan waktu bersama hari ini?" goda Petra mengalihkan atensi Pascal.

"Kencan? Ide bagus!" Pascal berseru senang. "Tapi, aku sedang dalam perjalanan untuk menghadiri acara penting di hotel. Karena kau sudah di sini, kau harus menemaniku. Kita akan mampir sebentar ke butik. Pilihlah pakaian yang bagus di sana."

"Acara apa sebenarnya?" Ini baru pertama kali sejak menikah dengan Pascal, Petra diajak ke sebuah acara penting.

"Acara itu dihadiri para pebisnis dari berbagai sektor. Momen yang bagus untuk menjalin hubungan kerja sama dengan orang-orang baru."

***

Mata Petra memperhatikan para tamu dengan cermat. Banyak wajah dari para tokoh pebisnis terkenal di sini. "Ini adalah istri saya." Pascal mengenalkan Petra pada rekan bisnisnya. Mereka berdiri berdampingan dengan anggun.

"Oh! Kau sudah menikah? Selamat!"

"Halo, perkenalkan namaku Hans. Senang bertemu denganmu nyonya." Hans menyalami Petra dengan ramah. Seorang pria berumur empat puluhan, merupakan pemilik kasino terbanyak di kota ini.

"Aku rekan bisnis Pascal selama lima tahun belakangan ini."

"Terima kasih sudah percaya berbinis dengan suamiku."

"Oh ya, ngomong-ngomong sejak tiba di sini, aku tidak melihat Joel Madden. Biasanya dia tak pernah absen dalam pertemuan ini." Hans bicara dengan Pascal.

"Mungkin dia sibuk," ujar Pascal tersenyum manis. Sedangkan Petra tampak mematung syok.

Sebab nama yang disebutkan barusan adalah nama putera gubernur yang tewas secara misterius. Misi rahasia Petra untuk menemukan pelakunya.

"Siapa Joel Madden itu?" tanya Petra berpura-pura.

"Dia putera seorang gubernur. Meskipun masih muda, dia pandai berbisnis," kata Hans.

Jadi, putera gubernur, Joel Madden aktif dalam perkumpulan ini? Petra merasa tidak boleh ketinggalan informasi dari tempat ini.

"Apakah kalian saling kenal dengan akrab dengannya?" tanya Petra.

"Kami sering pergi minum bersama." Hans menjawab.

"Hans kami harus pergi," potong Pascal, menarik tangan Petra.

"Pascal, kita belum selesai bicara dengannya. Apa kau tidak suka pria itu?" Petra menaruh curiga atas sikap Pascal. Seolah-olah pria ini menyembunyikan sesuatu yang tak ingin Petra ketahui.

"Dia terlalu banyak bicara hal-hal yang tidak penting. Itu buang-buang waktuku saja," jawab Pascal. Ekspresinya terlihat dingin menatap ke depan.

"Pascal, aku ingin ke toilet."

"Baiklah. Aku tunggu di sini."

Petra masuk ke toilet wanita. Dia hanya bercermin di depan wastafel untuk berpikir.

"Apa kau istri Pascal?" Tiba-tiba seorang wanita keluar dari bilik toilet dan berdiri di sampingnya sambil mencuci tangan.

"Ya... Apa kau mengenalnya?" balas Petra.

"Aku istri Hans. Kami sering bertemu untuk urusan bisnis."

"Kudengar kalian dekat dengan Joel Madden? Bagaimana menurutmu tentang pria itu?"

"Dia pria yang karismatik dan blak-blakan. Rumornya, dia sedang mengalami kebangkrutan dan mencari investor kesana-kemari. Namun, karena sifatnya yang semaunya sendiri, orang-orang jadi harus berpikir dua kali untuk berinvestasi padanya."

"Jadi, di mana biasanya dia berada?" tanya Petra.

"Dia punya pub Rosee. Biasanya dia di sana," ucap wanita itu selesai mengelap tangannya.

"Apa kau ingin bertemu dengannya? Sebaiknya berhati-hati saja. Dia genit pada wanita dan agak sinting." Wanita itu kemudian keluar dari toilet, sedangkan Petra memikirkan rencana baru.

***

Tengah malam, Petra datang ke pub tersebut sendirian tanpa memberitahu Pascal. Pria itu masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Hey, cantik. Kenapa kau sendirian?"

"Apa kau mengenal pria bernama Joel Madden?" timpal Petra.

"Joel Madden itu aku. Apa kau mencariku untuk bersenang-senang?" Pria asing itu menyeringai mesum.

"Tidak! Pergilah!" Petra menolak. Dia tahu wajah Joel Madden. Pria itu sudah meninggal. Namun dia hanya butuh informasi tentangnya di sini.

"Kenapa wanita secantik dirimu tidak mau? Lihatlah di sekitarmu banyak yang bersenang-senang sampai tak sadarkan diri."

Petra gelisah. Pria itu mulai menyentuhnya sembarangan. Merangkul pinggang Petra dengan mesra.

Tiba-tiba tinju melayang ke wajah pria mesum itu. Petra terkejut. Menyadari pelakunya adalah Pascal.

"Berani sentuh milikku, habis kau malam ini!" gertak Pascal marah. Kemudian berbalik menatap Petra dengan sorot mata emosi.

"Pulang!" Pascal menyeret Petra keluar dari pub.

"Pascal! Sakit! Tanganku sakit! Lepaskan!" teriak Petra saat berusaha menyeimbangkan langkah kaki dengan Pascal yang terburu-buru.

Namun dengan kasar pria itu menghempaskan Petra ke dalam mobil.

"Aw! Pascal! Kau kasar sekali pada istrimu!" Pergelangan tangannya sampah memerah.

Pascal merangkak ke atas Petra, sementara pintu mobil tertutup. "Kau pergi tanpa memberitahuku. Kenapa kau pergi ke sana, sayang? Apa kau mencari hiburan dari pria bajingan?"

Posisi Petra terancam. Di dalam mobil hanya ada mereka berdua. "Tidak. Aku tidak mencari hiburan dari pria. Aku hanya ingin minum-minum saja," kilah Petra berbohong sambil menatap ke arah lain.

Tatapan mata tajam namun seksi milik Pascal membuat nyalinya menciut. Meskipun dia membawa sebilah pisau dibalik baju, Petra merasa tidak berdaya dibawah tindihan Pascal.

"Tatap aku, istriku." Pascal menolehkan dagu wanita itu dengan lembut.

"Aku bicara dengan jujur. Bahkan aku belum sampai lima menit di sana, lalu kau datang." Petra berusaha meyakinkan. Dia tatap mata itu dengan serius.

"Aku... Hanya kesepian di rumah. Kau selalu pulang larut malam. Apa kau tahu bagaimana rasanya kesepian huh?" Kali ini Petra mencoba drama.

"Sayang..." Pascal tampak mulai luluh.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status