Share

Bab 6 - Penyamaran

"Pascal bajingan! Keluarkan aku dari sini!" Petra dikurung lagi di kamar, kali ini di kamar mereka di lantai dua.

Tidak ada ponsel, laptop maupun benda elektronik untuk berkomunikasi. Pascal telah menyita semua itu dari jangkauan Petra.

"Ini menyebalkan! Aku harus memberitahu teman-temanku kalau misi rahasia gagal dan diriku dijadikan sandera." Petra berpikir sambil berjalan mondar-mandir di dekat jendela.

Terdengar suara mobil dari luar jendela. Petra melihatnya. Itu mobil milik Pascal baru saja tiba.

Pria itu tampak keluar dari dalam mobilnya yang pintunya dibukakan seorang supir. Dia berjalan masuk ke rumah.

"Bagaimana istriku?" tanya Pascal pada pelayan wanita.

"Makanan yang kami bawakan ke kamar tidak sedikit pun disentuh nyonya. Nyonya ingin bertemu dengan tuan secepatnya."

Laporan pelayan tersebut membawa langkah lebar Pascal menuju lantai dua. Dia menekan kata sandi pada pintu kamar sebelum berhasil terbuka dengan mudah.

"Petra." Pascal melihat seisi kamar dan menemukan Petra sedang cemberut bersidekap memandang ke luar jendela.

"Petra, istriku, kenapa kau tidak makan?" Pascal mendekat.

Petra mogok bicara. Sikapnya mengabaikan Pascal. Namun Pascal terlihat sabar.

"Baiklah jika kau tidak mau makan masakan rumah. Kita bisa makan di luar."

Perkataan tersebut langsung menarik atensi Petra yang kini menoleh pada Pascal bak magnet. Seolah-olah memberi Petra kesempatan untuk kabur. Sebuah peluang bagus jika dimanfaatkan dengan baik kan?

Tapi Petra yakin, pria itu takkan membiarkannya pergi dengan mudah.

"Apa rencanamu?" Petra bertanya dengan rasa curiga.

"Makan malam tentunya," kata Pascal.

"Kau tahu kan aku bisa saja kabur. Apa kau akan membiarkanku pergi?" tanya Petra lagi.

"Tidak, tentu saja." Pascal tersenyum. "Usahamu akan percuma. Meskipun kau lapor pada atasanmu, mereka takkan mendengarkannya."

Petra membulatkan mata. "Kau menyuap polisi?"

"Aku lapar sekali. Ayo pergi!" Pascal yang tidak menjawab sudah merupakan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dia menarik tangan Petra keluar dari kamar, sedangkan Petra tidak bisa berbuat apa-apa selain syok memikirkan nasibnya.

Restoran bintang lima terletak di tengah kota ramai. Dengan suasana romantis di lantai lima gedung, kaca di samping mereka menunjukkan pemandangan jalanan kota.

"Makanlah. Aku tahu kau pasti lapar," kata Pascal.

Meski menurut, Petra menyusun adegan kabur dari tempat ini, tetapi menyadari di sekeliling mereka ada banyak orang-orang Pascal yang menyamar, membuat Petra merasa urung untuk kabur dengan mulus.

Dengan menghela napas pasrah, Petra mulai makan dengan tak berselera. Namun, lapar tetap lapar. Makanan di piringnya habis.

"Kenapa kau mencurigai suamimu sendiri?" tanya Pascal.

"Siapa yang tidak curiga. Semua kejadian itu mengarah kepadamu," kata Petra.

"Kejadian apa?"

Petra menatap pria itu dengan bingung. Entah Pascal mengerti atau sengaja bersikap bodoh. Petra geram. "Kau membunuh putera seorang pejabat. Apa jadinya jika pejabat itu mengumumkan kematian anaknya ke media?"

"Pasti akan ramai." Pascal menjawab dengan santai, seolah tidak peduli.

"Ya, itu mungkin saja benar." Petra malah bingung sendiri. Bingung dengan sikap santai Pascal. "Apa kau pikir dengan banyak uang kau bisa bebas melakukan kejahatan?" Kemudian Petra geleng-geleng pelan. "Tidak, Pascal."

"Lalu, apa yang akan kau lakukan? Kau tidak punya cukup bukti untuk menuduhku bersalah." Sepotong steak dimasukkan ke dalam mulut. Pascal mengunyah sambil menatap Petra.

"Aku bisa membuktikannya padamu kalau kau tidak menyanderaku," desis Petra.

"Kau bukan sandera. Ingatlah statusmu. Istriku." Pascal menekankan kata-katanya. Namun hanya alasan bulshit berkedok pasangan.

Petra tersenyum miring. Menyadari kata-kata omong kosong tersebut. "Kau tidak benar-benar mencintaiku. Jangan membuat alasan konyol lagi, Pascal."

"Aku mencintaimu dan itu mutlak."

Petra bungkam. Dia tidak pernah percaya dengan cinta. Terlebih dicintai pria seperti Pascal yang notabene seorang high value dan diidamkan banyak wanita.

Mendengus. Petra kembali berbicara. "Sudahlah, hentikan omong kosong ini. Kau membuatku ingin ke toilet." Dia beranjak dan berjalan menuju toilet sendirian.

Di dalam toilet, di depan cermin wastafel, Petra berpikir bagaimana caranya kabur malam ini juga di saat ada bodyguard yang berjaga di pintu depan resto.

"Petra." Seorang wanita masuk. Wajahnya yang familiar lantas mengejutkan Petra yang tercengang.

"Kau... Bagaimana kau bisa ada di sini?" kaget Petra merasa tak menyangka.

"Misi rahasia kita dihentikan kepala kepolisian. Tapi kami berdua tidak berniat berhenti untuk mengungkap kasus ini." Amora, adalah rekan satu tim dengan Petra dalam divisi satuan khusus.

"Kami berdua? Siapa yang kau maksud?" tanya Petra.

"Tentu saja Liam. Dia hampir tertangkap saat menyusup ke kantor Pascal. Tapi semua sudah aman terkendali sekarang. Kecuali misi ini telah dibubarkan."

Petra menghela napas lega. "Baguslah. Aku khawatir terjadi sesuatu yang serius."

"Memang terjadi sesuatu yang serius," sambung Amora.

Petra terkejut. Lalu Amora menjelaskan. "Sesuatu yang serius itu adalah masalah dirimu. Apa kau berniat bersama pria itu atau kembali ke satuan khusus, huh?" Amora menyindir.

"Apa kau tahu? Aku dipenjara olehnya!" kesal Petra. "Aku tidak punya kesempatan untuk pergi. Kau pikir aku tidak berusaha kabur hah?"

"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah dari sini?" tanya Amora.

"Kalau kau bisa, bantu aku keluar dari jangkauan Pascal tanpa ketahuan."

Amora tersenyum misterius. "Serahkan saja padaku." Lalu dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah pakaian serta wig dan masker.

"Pakai ini. Kau harus menyamar untuk keluar dari sini. Teman-teman kita sudah menunggu di dalam mobil."

Petra mengangguk semangat. Dia merasa memiliki harapan.

***

Kepala kepolisian sudah disuap oleh Pascal. Mereka menghentikan misi penyelidikan pembunuhan putera pejabat.

Alhasil tidak ada yang bisa dilakukan oleh tim. Mereka kini menganggur di kantor tanpa ada tugas serius, kecuali tugas sepele seperti mencari anak kecil hilang, melerai pertengkaran pasutri, mengejar pencopet dan lainnya.

Tapi hari ini, mereka melakukan pekerjaan rahasia. Membebaskan Petra dari Pascal. Setidaknya itu yang bisa mereka lakukan untuk saat ini; mengintai sekitar dengan waspada dari dalam mobil.

"Ada banyak bodyguard di sekitar restoran itu."

"Apa Amora akan berhasil?" gumam Liam cemas.

"Eh, itu mereka!"

"Benar. Mereka ke sini." Terlihat Amora keluar dari belakang resto bersama gadis lain yang memakai topi rajut dengan rambut yang panjang bergelombang.

"Amora berhasil membawa keluar Petra!"

Kedua wanita itu melangkah cepat menuju mobil van. Amora membuka pintu lalu Petra bergegas masuk, sejenak Amora celingukan ke sekeliling sebelum menyusul masuk ke dalam van abu-abu tersebut.

"Akhirnya kalian keluar dari tempat itu dengan selamat!" sambut Liam senang. Dia merasa lega dapat melihat Petra lagi.

"Petra, bagaimana keadaanmu? Apa dia menyakitimu?" tanya Liam sembari menengok ke belakang karena dia duduk di kursi depan, samping pengemudi.

"Aku tidak terluka sedikit pun. Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku ada di sini?" timpal Petra, melepas alat penyamarannya dari kepala. Topi dan wig disimpan lagi ke dalam paper bag.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status