Share

Bab 2 - Terselubung

"Sayang, aku ingin menebus kesalahanku padamu. Maukah kau mewujudkannya?" ujar Pascal.

"Tentu dengan senang hati aku mewujudkan keinginan suamiku." Senyum palsu mengembang di bibir Petra.

Sebelum mengatakan sesuatu, Pascal meneguk habis amer di gelasnya. "Sejak kita menikah, kita belum pernah tidur selayaknya pengantin baru." Rona merah muncul di pipi putih Pascal. Dia tersenyum malu-malu.

Namun Petra justru menegang.

"Apakah kau ingin kita berbulan madu?" tebak Petra.

"Kau benar. Tapi pekerjaanku sangat banyak. Tidak bisakah kita berbulan madu di mansion saja?"

"Kau sudah mabuk, Pascal." Petra waspada.

"Tidak... Aku belum sepenuhnya mabuk. Aku masih bisa melihat wajahmu yang memerah dengan jelas."

"A-apa!" Petra gugup. Jantungnya berdegup kencang. Menggeser tubuhnya mundur, tetapi Pascal bergerak maju. Memojokkan posisi Petra di sofa.

"Petra... Istriku." Diraihnya tengkuk Petra oleh pria itu. Pascal pun menghapus jarak, berusaha menjangkau bibir Petra yang agak basah kena minum.

"Kau membuatku gila." Pascal menghela napas. Dia memiringkan kepalanya.

"Tunggu dulhft!" Dapat Petra rasakan ciuman Pascal menekannya dengan lembut.

Dasar Liam pembohong! Kenapa obatnya tidak menunjukkan reaksi apapun, malah membuat pria itu agresif begini!

"Pascal, aku tidak mau tidur dengan orang mabuk," ucap Petra mendorong pundak pria itu. Alasan klasik yang membuat dirinya selamat.

"Aku tidak mabuk, sayang." Pascal menyanggah.

"Coba lihat, ada berapa jariku?" Petra menunjukkan dua jari di depan wajah. Namun di mata Pascal terlihat seperti bayangan yang bergerak-gerak.

Pascal jadi pusing sendiri. Harusnya mudah dijawab, namun pria itu sudah cukup mabuk. "Empat."

Petra menghela napas lega. "Sebelum kau tidur, maukah kau memberitahuku apa yang kau sembunyikan dariku? Dengan begitu, aku akan memaafkanmu." Betapa sabarnya Petra mengulik sesuatu yang ingin diketahuinya tanpa mendapat curiga dari lawan bicara.

"Aku tidak memiliki rahasia apapun darimu."

Jawaban yang sama. Sebelumnya pun Petra sudah pernah mencoba cara seperti ini tetapi tidak membuahkan petunjuk.

"Coba lihatlah foto ini." Sebuah potret wajah pria di layar ponsel, ditunjukkan Petra pada suaminya. "Apa kau mengenalnya?"

"Hmmm." Pascal tampak berpikir. Matanya menyipit. Berusaha mempertajam ingatannya. "Aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Wajah pria itu terasa tidak asing."

"Dimana? Coba kau ingat-ingat lagi." Petra mendesak.

"Dia anak seorang gubernur bukan?" ucap Pascal.

Ya, dia putera seorang gubernur yang telah meninggal dengan luka tembak. Petra membatin penuh curiga terhadap Pascal.

"Apa kau pernah bertemu dengannya?" tanya Petra lagi.

"Kami pernah menjalin kerjasama bisnis." Pascal terhuyung-huyung kemudian jatuh ke pundak Petra yang duduk di sampingnya.

"Hey, jangan tidur dulu!" Petra masih butuh informasi lebih detail lagi. Tetapi melihat Pascal yang tidur begitu nyenyak membuat Petra pasrah membiarkannya.

"Tidurlah suamiku." Usapan lembut mendarat di kepala Pascal. Sementara Petra merasa gatal hatinya, percakapan barusan seakan sedikit lagi mendapatkan titik terang.

Mengetahui pria ini dan putera gubernur pernah bekerjasama dalam bisnis, sudah menjadi petunjuk bagi Petra. Itu artinya mereka berdua telah bertemu dalam beberapa waktu bukan?

***

Dor!

Satu tembakan menembus dada seorang pria yang ditangkap. Dia seketika tewas.

"Apakah ada yang ingin berakhir seperti dia?" Pascal berseru di hadapan para bawahannya.

Mereka hanya tertunduk bungkam.

"Pengkhianatan yang dia lakukan terhadap diriku, tidak akan dimaafkan!" Ketegasan Pascal menyiutkan nyali mereka, meskipun semua orang di sini berbadan kekar dan besar.

"Urus mayat itu!" Pascal melangkah pergi dari rubanah gelap itu. Disusul seorang pria berjas hitam di sampingnya.

"Bagaimana perkembangan informasi yang kucari?" tanya Pascal.

"Tidak ada cctv yang menunjukkan seseorang memasukkan sesuatu pada minuman, tidak ada petunjuk apapun saat anda minum di lokasi waktu itu." Varios menjawab. Dia seorang asisten, tangan kanan Pascal yang setia.

"Kami juga sudah menginterogasi para pelayan yang bekerja di malam itu. Tidak ada bukti kuat dalam bentuk apapun."

"Bagaimana dengan jalang itu?" Pascal sudah membunuhnya dengan tangannya sendiri kemarin, setelah mendapatkan seluruh informasi tentangnya.

"Dia terlihat di cctv bersama anda, menemani anda minum. Kemudian kalian pergi ke kamar hotel," jelas Varios.

"Tetapi kami menemukan ada pesan dari nomor anda, yang memintanya untuk datang ke hotel itu." Tambahan kalimatnya membuat Pascal berhenti melangkah dan membeku.

"Apa kau bilang? Pesan dariku?" Pascal tidak bisa memercayai ucapan tersebut. Baginya terasa sangat aneh.

"Ya. Silakan baca sendiri." Kemudian Varios menunjukkan ponsel milik wanita itu.

Pascal sangat terkejut membaca isi pesannya. Benar nomor yang tertera di layar adalah nomor miliknya. Dia langsung mengecek ponselnya sendiri, mencari riwayat pesan di sana.

"Hah?" kaget Pascal. Memang ada riwayat pesan tersebut. Pascal memastikan berkali-kali melihat nomor yang ditujunya adalah nomor wanita itu.

"Tidak mungkin." Dia menggumam menggelengkan kepalanya.

"Varios! Apakah aku pernah mengalami amnesia atau kecelakaan?" Pascal tercengang namun penuh harap.

"Tidak, Pascal. Tidak sama sekali." Jawaban yakin Varios membuat Pascal bertambah bingung.

"Aku tidak merasa ataupun ingat pernah menyewa jalang malam itu. Aku tidak pernah mengetikkan pesan seperti ini!"

"Bagaimana mungkin?" Varios pun jadi bingung sendiri. "Apakah ponsel anda disadap?" Tebakan Varios menimbulkan ketegangan baru.

"Disadap? Memangnya siapa yang menyadap ponselku?"

Varios tidak merespon. Dia juga sama seperti Pascal yang tidak memiliki jawaban atas pertanyaan ini.

"Cari tahu, Varios. Lakukan penyelidikan secara rahasia."

"Baik!"

***

"Kenapa kau memintaku bertemu di tempat seperti ini?" Liam mengeluh. Merasa jijik dengan gang sempit yang kotor penuh sampah.

"Tidak ada tempat lain yang lebih aman dan tersembunyi daripada di sini," kata Petra.

"Cepat katakan dengan singkat. Aku tidak tahan dengan bau di sini." Liam sampai menutupi hidungnya dengan lengan.

"Cari tahu seperti apa hubungan bisnis Pascal dan putera gubernur itu."

"Apa?" Liam kaget. "Maksudmu mereka punya hubungan seperti itu?"

"Aku mendengarnya langsung dari mulut pria itu. Ngomong-ngomong obat darimu tidak berguna banyak."

"Setidaknya menyalamatkanmu dari rencana tidur bersama bukan?" balas Liam.

Petra hanya mendengus cemberut. "Aku ingin obat itu lagi."

Liam menyeringai.

"Jangan salah sangka dulu," sanggah Petra, tak suka dengan kepercayaan diri Liam yang menyebalkan baginya. "Dengan obat itu, dia jadi lebih mudah mabuk. Mengetahui dia punya tingkat toleransi terhadap alkohol yang sangat tinggi."

"Baiklah. Apa hanya itu yang ingin kau katakan?" timpal Liam.

"Aku tunggu hasil informasi selanjutnya darimu." Petra pamit pergi. Dia berjalan kaki menuju halte.

Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti di pinggir trotoar. Kaca jendelanya diturunkan dan seseorang dari dalam memanggil namanya. "Petra! Istriku!"

Petra terkejut mematung. Itu Pascal. Belum jauh Petra berpisah dari Liam di gang kumuh tadi, sekarang dia sudah bertemu dengan Pascal? Apakah pria itu sempat melihatnya keluar dari gang tadi atau mengikutinya sejak awal?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status