Share

BAB 5

LEANNE

Niat awal hanya memejamkan mata sejenak, ternyata aku ketiduran di dalam bathtub. Di rasa sudah cukup lama aku segera bergegas membilas tubuh di bawah shower, dengan air hangat. Aku tidak tahu sudah berapa lama membuatku tertidur di dalam air, sehingga kulit jari tanganku mengeriput. Mematikan Shower dan membungkus tubuh dengan handuk yang sudah tersedia. Serta memakai pakaian yang ku bawa sendiri, karena semua baju yang di bawakan para orangtua di dalam koper tidak layak ku pakai. Apa yang di harapkan dari pernikahan hasil perjodohan ini? Tidak ada pengharapan apapun, sebab aku maupun Damian membuat pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan saja. Kesepakatan untuk kepentingan masing-masing.

Setelah memakai piyama panjang, segera aku keluar. Tepat saat membuka pintu betapa terkejutnya aku. Damian yang sudah berdiri menjulang di depanku, membuat aku harus mendongakkan kepala, dengan perbandingan tinggi kami yang sangat kentara lumayan jauh.

Aku yang memiliki tinggi 176 dan Damian aku perkirakan sekitar 195-an hampir dua meter. Membuat ku terasa kecil saat berhadapan dengannya. Damian yang memiliki darah campuran Eropa dari kedua orangtuanya. Berbeda denganku yang memiliki darah campuran asia dan barat dari ayah dan ibuku.

Meski orang tuaku sama - sama berdarah campuran asia dan barat, tapi rambutku yang berwarna coklat terang, gen dari ibu sama seperti Kakekku.

Aku menatapnya begitu pun dia sebaliknya, melihat tuxedonya yang sudah ia lepaskan, entah di simpan di mana. Menyisakan kemeja pernikahan yang berwarna putih, dengan lengan yang di gulung sampai siku.

Segera ku menyingkir dari hadapannya, dan berjalan ke arah kasur. Hendak membaringkan diri sebelum sebuah suara menghentikanku.

"Apa yang kau lakukan di dalam, Anne? Memakan waktu berjam-jam sampai matahari sudah terbenam." Tanyanya tajam yang mengalihkan pandanganku, ke arah jendela yang di tutup tirai tapi, aku yakin hari sudah gelap.

"Ahh!! Saking nyamannya berendam membuatku sampai lupa waktu," batinku.

"Berendam dan aku ketiduran " Ucapku acuh tak acuh, dan akhirnya bisa membaringkan badanku, dengan kasur yang sangat empuk dan juga nyaman.

"Apa yang kau pikirkan! Sehingga harus tidur di dalam kamar mandi?! "Tanya Damian masih dengan suara tajamnya. Membuatku harus terbangun duduk, dan menatapnya balik dengan kesal.

"Aku kelelahan dan karena itu, aku ketiduran di dalam." Balasku kesal dan juga setengah mengantuk.

"Jangan di ulangi lagi. Hal seperti itu bisa saja membahayakan mu, apalagi kalau sampai kau tenggelam." Ucapnya sambil menatapku dalam diam.

"Hem." Gumam ku dan kembali berbaring lagi.

Mendengar suara pintu yang tertutup dari kamar mandi, segera ku arahkan pandanganku pada pintu yang sudah tertutup. Dan menatap ke arah langit-langit, sebuah pemikiran terlintas di otak. Apa yang akan terjadi setelah malam ini. Namun aku yakin, di antara kita tidak akan pernah ada yang namanya malam pertama.

Sebuah perjanjian pernikahan, dengan jangka waktu hanya satu tahun. Membuatku berpikir, untuk tidak menyerahkan sebuah hal yang selama ini selalu ku jaga.

Selain itu mungkin saja bisa ku lakukan, seperti memasak dan menyiapkan keperluannya ke kantor. Walaupun pernikahan ini hanya sesaat. Tapi, tidak menutupi hati kecilku ingin berbakti pada suamiku kelak, dan Damian lah yang kini sudah menjadi suamiku. Suami di atas kertas. Memikirkan itu membuatnya ku lagi-lagi tersenyum miris.

Segera ku pejamkan mata, dan mencari posisi tidur yang nyaman, saat rasa kantuk mulai menyerang ku, dan sebuah kegelapan terakhir aku lihat dan ingat.

▪️▪️▪️▪️▪️

Suara pintu yang terbuka, memperlihatkan sesosok pria dewasa, Damian. Yang hanya memakai celana piyama panjang. Tanpa atasan yang tidak menutupi dada bidang kekar dan liatnya.

Berjalan ke arah kasur yang berukuran king size, dengan adanya seseorang, yang tengah bergelung nyaman diatasnya. tanpa memperdulikan air yang menetes dari rambut basahnya.

Menaiki ranjang dan duduk di sebelah istrinya yang sudah tertidur pulas, terus menatap tanpa berkedip, sebelum akhirnya Damian membaringkan tubuhnya. Memiringkan badannya membuat mereka saling berhadapan yang memang posisi istrinya sudah berbaring miring.

Di tatapnya fostur wajah istrinya dari dekat. Kesempatan yang mungkin saja tidak akan Damian dapatkan lagi, jika istrinya ini sudah terbangun.

Di singkirkannya, helaian rambut yang menutupi wajah Leanne dengan perlahan. Terlihat tanpa make-up pun, Leanne mempunyai wajah natural yang sangat cantik. Menelusuri setiap inci wajah Leanne dengan jari telunjuknya pelan. Mulai dari, alis tebal yang sama dengan rambutnya yang berwarna coklat, bulu mata panjang yang lentik, hidung mancung yang sangat pas dengan ukuran wajahnya, pipi sedikit chubby dengan tulang rahang yang tinggi.

"Mungkin kamu akan sangat terkenal, jika menjadi model, apalagi wajahmu sangat memadai. " Gumam Damian yang masih menelusuri wajah Leanne dengan jarinya.

Sampai di mana jari itu terhenti, di bibir kecil yang alami merah merona, seperti kuncup bunga mawar yang baru mekar. Mengusap bibir atas bawah bergantian, dengan pelan. Yang sangat terasa, bagaimana tekstur lembut dan kenyal bibir saat Damian mengusapnya. Damian yang tergoda akan rasa, dan kelembutan bibir kecil itu. Membuatnya ingin merasakan, secara langsung dengan bibirnya.

Sehingga pelan-pelan Damian mendekatkan wajahnya pada Leanne, sambil terus menatap ke arah bibir yang seolah memanggilnya. Jarak yang sangat dekat membuat Damian, merasakan nafas istrinya yang menerpa wajahnya. Tinggal sedikit lagi ia dapat merasakan, suatu hal yang selalu mengganggunya akhir-akhir ini.

Sebelum suara ponsel yang berdering, membuat Damian harus terhenti dan seolah tersadar, jika apa yang akan ia lakukan barusan sangatlah salah.

Damian mengusap wajahnya dengan kasar atas tindakan bodohnya.

Mengambil ponsel yang berada di atas nakas, di sampingnya berbaring.

Sebuah panggilan dari Sarah, membuat Damian dengan cepat segera turun dari kasur, dan berjalan ke arah jendela besar, dan ia geserkan agar bisa menuju ke sebuah balkon.

"Hallo" Jawab Damian setelah panggilan tersambung.

"Honey!! Kamu kemana saja, tidak mengabariku sama sekali." Suara manja Sarah dari sebrang sana.

"Aku tahu, kamu sangat sibuk dengan pesta pernikahanmu itu. Sehingga melupakan keberadaanku." Lanjutnya masih dengan suara yang manja.

"Sorry, terlalu banyak tamu yang datang.

Membuatku tidak bisa memegang ponsel, apalagi mengabarimu, "jedanya "Apa kau sudah selesai pemotretan di Parisnya?" Tanya Damian.

"Sudah selesai, besok aku akan segera pulang. Bisakah kau menjemputku di bandara? " Pintanya dengan harap.

"Ya, akan ku luangkan waktu untuk menjemputmu besok." Ucap Damian sambil menatap ke arah perkotaan, dengan lampu-lampu menyala terang dari gedung-gedung tinggi, yang memperindah di gelapnya malam.

"Ya, sudah telpon ku tutup. Aku ingin segera istirahat, tubuhku sangat lelah sekali. " Lanjutnya yang ingin segera mengistirahatkan diri.

"Baiklah, selamat malam honey. Aku mencintaimu."

"Ya, aku juga. " Ucap Damian yang ia akhiri telponnya.

Segera masuk kembali ke dalam kamar, menyimpan ponselnya di atas nakas yang sudah ia silent 'kan terlebih dahulu, agar tidurnya tidak terganggu.

Membaringkan tubuh, dengan menatap langit-langit kamar yang berwarna putih. Segera ia pejamkan kedua matanya, yang mulai terasa berat oleh rasa kantuk.

Baru saja Damian akan tidur, sebuah tangan yang menimpa tubuhnya membuat Damian harus membuka matanya cepat, dan menolehkan kepalanya ke arah samping.

Tangan Leanne yang memeluk Damian, membuat si empunya terdiam, dan semakin kaku saat Leanne tengah mencari posisi yang nyaman, dengan menyusupkan wajahnya kedalam ketiak Damian.

Damian yang melihat itu semua hanya terkekeh kecil. Ntah apa yang Damian pikirkan, tapi ia membawa tubuh ramping Leanne ke dalam pelukkannya dan di rapatkannya tubuh mereka. Sehingga hanya sebuah pakaian 'lah yang menjadi jarak yang membatasi di antara mereka.

▪️▪️▪️▪️▪️

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status