Di ruang tamu itu mereka berbincang. Endrick berusaha membuat Zsalsya percaya lagi kepadanya, bahwa tinggal di kediaman itu bukan masalah apalagi sesuatu hal yang buruk."Mama sudah mengizinkannya tinggal di sini, jangan pikirkan lagi perkataan yang sebelumnya," kata Endrick.Zsalsya terus menunduk, ia menyembunyikan matanya yang sembab karena malu. Berharap bahwa sembab pada matanya tidak terlalu kentara jika menunduk semacam itu.Tetapi, tatapan Endrick yang intens, membuatnya tahu bahwa Zsalsya baru selesai menangis."Oh ya, gunakan saja ponsel itu untuk keperluanmu. Tidak usah diambil pusing!" kata Endrick berusaha merayu."Baiklah, terima kasih, tapi ...."Zsalsya menelan ludah. Ia ingin berbicara mengenai apa yang dirasakannya. "Apa kamu yakin saya boleh tinggal di sini? Tapi saya merasa tidak enak hati ....""Jangan tidak enakan begitu. Lagi lupa, memangnya kalau tidak di sini kamu mau tinggal di mana? Saya pastikan kalau tinggal di sini jauh lebih mana. Sudah. Sekarang kamu ik
"Kalau mau makan, harus duduk!" celetuk Rosmala dengan nada ketus. Seperti antara perhatian dan rasa kesal sekaligus gengsi yang menyatu jadi satu.Zsalsya merasakannya, tetapi karena kurang percaya diri, ia cukup ragu dengan perhatian Rosmala padanya itu. "Dia benar-benar perhatian, atau karena terpaksa dan ada Endrick saja, ya?" batinnya.Namun karena sedari tadi Endrick terus memberikan kode lewat perilakunya, seakan memintanya untuk segera duduk di sampingnya. Itu membuatnya mematuhi permintaan mereka tersebut."Apa karena ucapanku yang tadi, dia jadi segan dan tampak tidak percaya diri begitu?" batin Rosmala ketika melihat perilaku Zsalsya yang tampak merasa segan satu meja makan bersama mereka kala itu.Waktu terus berjalan dan kini mentari sudah kembali ke peraduannya. Sementara itu, Rejho masih berada di kediaman Kyora. Pada kesempatan ketika Kyora tengah tak sadarkan diri karena mabuk, Rejho memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil beberapa barang berharga yang menurutny
Acara makan bersama masih berlangsung. Sesekali Endrick memperhatikan Zsalsya yang tampaknya kurang menikmati kebersamaan di meja makan itu.Terlihat dari caranya mengunyah yang tampak pelan seperti sedang memikirkan sesuatu. Tatapan mata yang tampak kosong dan kebingungan.Tetapi, Endrick cukup memahaminya saja. Ia tidak menegur atau melakukan sesuatu. Ketika suara piring dan sendok beradu menikmati makanan tersebut, seorang pelayan memasuki ruang makan. Ia berdiri di samping Rosmala dengan tubuh agak membungkuk dan kedua tangan diletakkan di depan."Ada apa?" tanya Rosmala seraya menoleh ke samping -- tepatnya ke arah pelayan yang hendak mengabarkan sesuatu."Nyonya, di depan ada seorang wanita, katanya ada janji dengan Tuan Endrick," ungkap pelayan tersebut.Endrick langsung menghentikan kunyahannya. Ia mencoba bangkit dan pindah ke kursi roda. Tangannya meraih ke sebuah gelas yang berisi air putih. Ia meneguknya sampai tersisa setelah. Lalu, setelah itu dirinya langsung meraih
Atas pilihan keduanya, Rosmala tidak banyak berkomentar. Ia hanya memperhatikan Endrick yang tampak senang dengan Zsalsya. Wajahnya datar memandangi keduanya. "Ma, Mama mau perhiasan apa?" tanya Endrick kepada Rosmala yang sedari tadi hanya diam seraya memperhatikan dirinya yang tengah memilih cincin dan langsung mencobanya.Rosmala menggelengkan kepala. "Tidak ada yang Mama suka."Tukang perhiasan itu hanya tersenyum, tetapi dalam hatinya tampak tidak senang mendengar ucapan Rosmala yang terlalu frontal mengatakan apa yang dirasanya."Lalu?""Mama cuma mau melihat saja. Tadinya, Mama pikir itu Kyora, ternyata ... ya sudahlah ...."Terdengar kecewa ketika yang ada di hadapannya bukan Kyora.***Satu minggu berlalu ....Perawatan intens membuat kondisi kaki Endrick semakin membaik. Tetapi karena keadaan itu, Endrick dan Zsalsya semakin dekat. Mereka menjadi saling perhatian satu sama lain. Meskipun cara perhatiannya itu sangat berbeda. "Mas, hari ini mulai masuk kantor lagi, 'kan? S
"Saya berangkat kerja dulu, ya~!" kata Endrick, ketika berada di meja makan. Kala itu, Endrick, Zsalsya dan Rosmala telah selesai sarapan bersama. Endrick beranjak dari duduknya dengan senyum bahagia di wajah."Hati-hati, Mas~!" sahut Zsalsya. Endrick berjalan keluar dari ruang makan menuju halaman rumah, ditemani Zsalsya di sampingnya yang turut mengantar sampai ke teras.Seorang sopir pribadi membuka pintu mobil, lalu Endrick menaiki mobil bugatti divo miliknya itu. Ia memasuki kendaraan tersebut. Zsalsya merasa senang, sampai-sampai ia tidak lagi ingat pada pekerjaannya di kantor tempatnya bekerja. Ia merasa bahwa tempatnya bekerja, meskipun itu di tempat Ayahnya, tetapi dirinya merasa terkekang. Seolah semuanya harus selesai saat itu juga.Namun, di samping itu, ia juga tidak bisa terus berdiam diri di rumah. Ia merasa bosan dan perlu pekerjaan untuk menghilangkan jenuhnya. Terlebih lagi, dirinya merasa bahwa kini ia hanya numpang saja.Sebelum mobil itu melaju, Zsalsya mengham
Zsalaya yang sudah bersiap-siap sekitar tiga puluh menitan, akhirnya selesai. Ia menuruni tangga dengan membawa tas selempang dan ponsel di tangan kanannya. Di sofa ruang tamu, ia menunggu Rosmala yang saat itu belum juga terlihat keluar. Sejenak ia menyalakan ponsel untuk melihat pukul berapa saat ini."Ternyata masih kurang sepuluh menit," gumamnya. Ia menekan tombol power untuk mematikan kembali ponselnya. Di sana, ia menunggu dengan sabar Rosmala. Tetapi, isi kepalanya kemudian teringat sesuatu. "Apa aku telepon saja, ya?" gumamnya. Ia berpikir untuk menghubungi Firman yang mana selama seminggu ini tak pernah ia dengar kabarnya.Bagaimana ia bisa tahu. Dirinya tidak bisa menghubungi karena memang tidak pernah mengingat nomor orang lain, sekalipun Ayahnya sendiri. "Tapi aku tidak bisa mengingat nomornya dengan benar."Hanya beberapa angka depannya saja yang dapat ia ingat, sisanya seolah terlupa begitu saja dari otaknya.Selain itu, selama seminggu setelah pulang dari rumah sak
"Keliatannya akhir-akhir ini kamu jadi banyak melamun, kenapa?" tanya Nana sembari menoleh ke arah Arzov yang terus diam semenjak berangkat ke kantor dari kediaman Firman.Tidak ada sahutan. Arzov masih terhanyut dalam lamunannya. Ia tidak bisa berhenti memikirkan Zsalsya yang mana memang penampilannya sangat mempesona, walau saat itu Zsalsya sedang dalam keadaan sakit."Kak Arzov!" seru Nana dengan suara lebih keras daripada sebelumnya.Arzov yang mendengarnya langsung terhenyak kaget. Ia menoleh ke arah Nana. "Ada apa sih, kamu teriak-teriak begitu?" sahut Arzov dengan nada kesal. Ia merasa bahwa Nana mengganggunya ketika tengah memikirkan sesuatu.Nana langsung memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan bersamaan dengan kedua tangan yang menyilang di dada."Kamu sekarang kenapa jarang mendengarkan aku? Ada apa?""Kamu tahu sendirilah kalau aku sedang sibuk di kantor.""Tapi kamu tidak lupa sesuatu, 'kan?" tanya Nana.Malam ini adalah malam di mana mereka harus menghadiri perayaan
"Bawa!" pintanya kepada pelayan yang bersamanya saat itu.Selesai membeli balon, Rosmala berjalan lagi sekitar dua menit dari sana. Ia melihat toko kue yang sangat memikat mata. Ia berhenti di sana dan melihat-lihat beberapa kue tart yang dipajang di etalase."Mau cari kue untuk acara apa?" tanya pemilik toko kue tersebut.Rosmala melihatnya sekali lagi, kemudian ia tersenyum sembari menyahut. "Saya mau cromboloninya lima!" pinta Rosmala.Lantas, tanpa berlama-lama lagi, pemilik toko itu pun langsung memberikan pesanan Rosmala. Ia menyerahkannya kepada Rosmala yang memang menginginkan hal itu. Selepas itu, Rosmala melanjutkan pencariannya di mall untuk membeli sesuatu yang sangat dibutuhkannya kini. Hingga ....Setengah jam lengang. Tak terasa mereka menghabiskan waktu cukup banyak di mall, walau tidak sebanyak biasanya. Tetapi, ini digunakan untuk mencari beberapa barang dengan berjalan di sekitaran sana. Menaiki eskalator dan terkadang bolak-balik.Namun, saat itu Rosmala cukup pu