“Miss Emily Hale, anda belum melakukan reservasi. Saya perlu memastikan ada private dining room yang tersedia.”
Aku hanya mengangguk setelah receptionist itu melakukan scan pada kartu member yang aku berikan kepadanya. Ini kali pertama aku datang ke sini, karena ingin mengambil hadiah ulang tahun yang diberikan oleh kakakku–Theodore.
Aneh sekali. Restoran ini cukup sepi, tapi aku harus masuk ke dalam waiting list? Jujur ini adalah restoran termewah yang selama ini pernah aku datangi. Entah kenapa, Theodore memberikan hadiah yang tidak biasa kali ini.
Sebenarnya aku sudah melakukan riset tapi tidak ada ulasan di internet tentang restoran ini.
Namun, karena ingin menghargai pemberian terakhir sebelum dia meninggal dunia, aku pun akhirnya memutuskan untuk menggunakannya hari ini.
“Miss Hale, silahkan ikut saya.”
Receptionist perempuan itu berdandan jauh lebih cantik dan elegan daripada aku.
Restoran ini didesain seperti exclusive lounge dengan gaya futuristik yang modern. Penataan lampu yang hangat dan minim seakan menjaga privasi pengunjungnya.
Receptionist bernama Angel itu membawaku ke sebuah ruangan pribadi.
“Silahkan masuk.”
Angel membuka pintu ruangan dan aku cukup terkejut tidak yakin dengan apa yang kulihat.
“Ini private dining room-nya?” tanyaku ragu.
Angel hanya tersenyum dan memberi sinyal untuk masuk ke dalam ruangan yang hampir mirip dengan playroom Mr. Grey di film 50 Shades of Grey. Hanya saja ada meja dan kursi makan.
Restoran macam apa ini?
Aku menghela nafas dan memberanikan diri untuk masuk. Lagipula ini hadiah ulang tahunku. Tidak ada yang salah dengan makan malam yang sedikit liar.
“Mantel anda please Mam,” kata Angel.
Aku segera melepas mantelku. Menyisakan midi dress hitam tanpa lengan di tubuhku.
Angel menarik kursi untukku dan aku segera duduk. Kemudian receptionist sexy itu mengambil lipatan kain sutera panjang di meja dan menutup mataku.
“Apa yang–”
“Tenang Miss. Anda akan sangat menikmatinya. Anda berada di tangan yang handal.”
Angel memotong pertanyaanku. Baiklah, aku berada di restoran erotik. Aku benar-benar tidak tahu tempat semacam ini ada di Crowded Dream Tower yang berdiri tepat di Los Angeles, jantung California. Lantai paling atas.
Setelah menutup mataku, Angel menarik kedua tanganku ke belakang dan mengikatnya pada punggung kursi. Kemudian mengikat pergelangan tanganku dengan kain. Jantungku mulai berdegup.
Aku mencoba menggerakkan tanganku memastikan apakah aku benar-benar tidak bisa meloloskan diri. Ternyata Angel memang sudah ahli menyekap “sandera”.
“Miss. Hale, Chef anda akan segera datang.” Setelahnya, aku mendengar Angel meninggalkan ruangan dan menutup pintu.
Aku menghela nafas sekali lagi untuk menenangkan diri. Angel bahkan tidak mengeluarkan menu dan membiarkanku memilih makan malamku. Sepertinya, aku lah makan malamnya di sini.
Aku mencoba berpikir apa yang Theodore coba berikan kepadaku lewat wasiatnya setelah kematiannya yang mendadak. Apakah dia juga member di restoran ini?
Tiba-tiba aku mendengar suara pintu terbuka dari arah lain. Aku mendengar langkah kaki seseorang berjalan mendekatiku. Aku juga mendengar roda troli makanan bergerak ke arahku.
Aku mencoba mengatur nafas. Dan itulah saat aku mendengar seseorang bertanya kepadaku tepat di telingaku sambil setengah berbisik.
“Are you hungry, Baby?”
Aku menelan ludah.
Bulu romaku berdiri. Aku sudah tidak merasakan lapar. Aku menggerakkan tanganku yang terikat.
“Ya, aku lapar,” jawabku sedikit tercekat.
Orang itu tidak bicara lagi. Dia berada di belakangku dan menyentuh rambutku. Kemudian merapikannya dan mengikatnya dengan lembut.
“Saya adalah private Chef anda malam ini. Apa anda menyukai makanan manis, pedas atau asin?” tanya orang yang mengaku chef itu.
Aku berpikir apa dia benar-benar membicarakan tentang makanan?
“Sedikit pedas,” jawabku mencari pilihan yang aman.
“Baiklah. Saya akan menyiapkan makanan spesial untuk anda. Katakan, yes Chef.”
Dia menyuruhku dengan suara yang dalam dan tegas. Aku sedikit terkejut. Oh, Tuhan! sialan kau, Theodore!
“Yes, chef!” kataku mengikuti perintah Chef.
Aku mendengar chef menuangkan cairan ke dalam gelas, dan memasukkan beberapa es batu. Kemudian dia menurunkan level punggung kursi hingga posisiku setengah tertidur.
Chef menempelkan bibir gelas ke mulutku.
“Ini adalah wine terbaik. 1995 Château Pétrus untuk ulang tahun anda,” kata Chef.
Setiap kali chef berbisik di telingaku, setiap kali itu juga darahku berdesir.
Chef meminumkan wine ke mulutku, dan aku meneguknya seperti air putih. Chef menarik gelas wine saat aku masih meneguk, membuat beberapa tetes wine membasahi mulut dan leherku.
Kemudian chef mengecup tetesan wine itu. Jantungku berpacu. Perasaanku tak menentu. Chef terus mencium daguku dan leherku, hingga hampir mengenai belahan dadaku. Aku merasakan ujung dadaku mengejang.
Aku memejamkan mataku yang terpejam. Aku mencium aroma tubuh Chef yang maskulin dan wangi. Gairahku muncul tak tertahankan.
Aku merasakan Chef duduk di depanku dan melepas high heels-ku. Chef menyingkap pakaian bawahku. Dia menciumi betis hingga pahaku dengan mulutnya yang basah.
Tubuhku menggeliat, mulutku terbuka. Aku menantikan bibir Chef datang ke mulutku. Setetes wine benar-benar sudah membuatku mabuk kepayang.
“Apakah wine-nya enak?” tanya Chef menggoda.
“Ya.”
“Yes, Chef!” hardiknya.
Dia adalah Alpha Chef malam ini. Dan aku adalah submissive-nya.
“Yes, Chef!”
Aku mulai mengikuti dan menikmati makan malam liar ini.
“Silahkan buka mulut Anda.”
Chef memberikan instruksi. Aku segera membuka mulutku.
Kemudian chef menyuapiku dengan spaghetti dari atas. Mulutku berusaha meraih spaghetti itu. Lidahku menjilati saos yang bercecer di mulutku.
“Chef tidak senang. Anda makan dengan berantakan. Anda mendapatkan hukuman. Yes, Chef?”
“Sorry—”
“Yes, Chef!” tangkasnya.
Oh, sial!
“Yes, Chef!” jawabku cepat berusaha terus mengikuti permainan ini.
Chef melepaskan ikatan tanganku dan mengangkatnya ke atas. Chef menarik badanku untuk berdiri dan berjalan mengikutinya ke sebuah sudut. Dia merentangkan tanganku dan mengikatnya di kanan kiriku.
Nafasku naik turun membayangkan apa yang akan terjadi. Aku terkejut mendapati diriku sangat menikmati permainan ini.
Chef membuka resleting bajuku dan merobeknya. Dadaku terekspose. Lalu aku merasakan sentuhan suatu benda berbulu membelai dadaku. Chef berdiri di belakangku. Aku merasakan tubuhnya menempel di badanku. Tanpa busana. Oh God!
Chef memutariku dan menghentikan cambuk bulunya di perutku. Kemudian mencambukku keras dan halus. Aku tercekat.
“Apa itu sakit?” tanyanya.
“No….”
Nafasku memburu.
“No, Chef!”
Dia membentakku dan mencambukku lagi karena aku terus melakukan kesalahan.
“No, Chef!” sahutku.
Kemudian chef melucuti pakaianku. Saat ini aku hanya memakai pakaian dalam saja.
Sesaat, aku menyesali pemilihan pakaian dalamku kali ini. Seharusnya aku memakai pakaian dalam yang lebih bagus. Aku benar-benar tidak menduga hal ini akan terjadi.
Tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu. Aku mulai diserang panik. Sedangkan Chef sudah berdiri di depanku, bersiap mengangkat badanku.
“Apa Anda siap untuk hidangan utama?”
Oh tidak! Aku benar-benar kacau dan ragu.
Chef merengkuh tubuhku dengan kuat dan aku tidak sabar untuk menyajikan hidangan utama. Namun, aku menahan hasratku dan berkata sambil setengah berteriak.
“Tunggu Chef! Maafkan aku. Tapi aku masih perawan.”
Chef tidak berkata apa-apa. Dia masih mengangkat dan merengkuh tubuhku. Namun aku merasakan tubuhnya diam tidak bergerak.
Kemudian aku merasakan helaan nafasnya. Perlahan dia menurunkanku.
“Kau apa?” tanyanya lagi.
“A-aku masih perawan.”
“Apa maksudmu?” tanya Chef. Aku merasa Chef berusaha menjaga nada suaranya. Andai saja aku tahu bahwa restoran ini adalah restoran erotik alias restoran prostitusi high class!Well, bagaimanapun juga aku adalah customer. “A-aku berkata kalau aku masih perawan, bukan aku tidak menginginkannya.” Aku berujar dengan ragu. “Aku sungguh-sungguh tidak tahu bahwa kakakku akan memberikan hadiah semacam ini untuk ulang tahunku. Maaf, aku mengacau.”Aku benar-benar mengacaukan makan malam penuh fantasi ini. “Jadi, apa yang kau inginkan?” tanya Chef. “Aku ingin merasakannya. Aku ingin terbebas dari rasa malu yang menyedihkan karena sebuah penolakan di masa lalu. Kumohon!” Aku ingin merasakan kenikmatan seksual, tapi aku tidak yakin bisa melakukannya untuk pertama kali dengan cara seperti ini. Itu yang sebenarnya ingin aku katakan. “Kau ingin melepas keperawananmu bersama dengan orang yang tidak kau kenal?” Alpha Chef mencoba memastikan keputusanku. “Aku berbicara tentang sex pertama, bukan
“Miss. Emily Hale? Apakah anda salah satu penggemar Mr. Hart?” Aku sudah menduga pertanyaan ini akan diajukan.Aku sedang melakukan wawancara kerja untuk menjadi Personal Asisten CEO di perusahaan Hugo. Hanya itu lowongan pekerjaan yang paling memungkinkan untuk mendapatkan akses data rahasia perusahaan.Hugo Sebastian Hart dikenal sebagai celebrity chef yang kritis namun kharismatik. Perawakannya tinggi dengan badan yang atletis melengkapi profilnya sebagai bujangan paling diminati saat ini. Pahatan wajahnya yang simetris tampak sempurna dengan mata biru jernih bagai lautan berlian yang hanya bisa diakses oleh orang-orang kaya. Apa aku penggemarnya? tentu saja iya. Dalam satu tarikan nafas aku memberikan jawaban terbaikku kepada pewawancara.“Meskipun saya mengakui pesona Mr. Hart, namun saya adalah seorang yang lebih menghargai nilai dari dalam diri seseorang. “Jika ada yang bisa saya idolakan dari Mr. Hart, itu adalah kemampuan bisnis yang berkembang pesat di tengah fenomena b
Aku melakukan reservasi di restoran Are You Hungry Baby untuk besok malam. Tapi aku lupa sesuatu. “Maaf, tapi bisakah kau memberitahu chef–oh, sayang sekali aku tidak tahu namanya,” kataku kepada petugas reservasi. Aku tidak pernah terpikir untuk bertanya nama sang Alpha Chef. Tidak pernah terpikir untuk kembali lagi ke sana. “Kami mengerti, jangan khawatir Miss. Kami menantikan kedatangan anda besok Miss. Hale.”Bagus sekali! Aku menutup telepon dengan hati senang. Tak sabar untuk bertemu dengan Alpha Chef!***Aku berdandan cantik sore ini dan mengenakan underwear sexy yang baru saja kubeli. Aku masih belum percaya aku ketagihan mendatangi restoran prostitusi. Bahkan melepas keperawananku di sana. Petugas receptionist masih sama, Angel yang cantik. Angel segera membawaku ke sebuah ruangan. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, ruangan kali ini lebih gelap dengan lampu dim dan beberapa cermin di dinding. Ini lebih panas dan menegangkan dari kemarin. Angel pergi meninggalkanku se
Ini adalah hari yang mendebarkan. Hugo sudah tahu siapa diriku sebenarnya. Felix menelponku untuk bertemu dengannya di apartemen Hugo. Aku hanya mengiyakan. Kepalaku masih pening dan aku belum mengatur strategi untuk menghadapi Hugo hari ini. Aku melihat beberapa pesan masuk dan ada pesan dari Anthony. Dia mengirimkan pesan bahwa pengerjaan makam Theo sudah selesai semuanya. Aku membuat kopi dan menyantap roti panggang. Kemudian kuputuskan untuk pergi ke makam Theo sebelum ke apartemen Hugo. Makam Theo terletak cukup jauh di Forest Lawn Memorial Park. Lokasinya berada di California selatan. Setibanya di daerah itu aku berhenti terlebih dahulu untuk membeli bouquet bunga. Graveyard itu adalah salah satu makam paling indah di California. Suasana Hollywood Hill yang tenang membuat perasaanku juga sedikit lebih tenang.Aku mencari makam Theo sesuai petunjuk Anthony. Namun aku terkejut melihat seseorang sudah berada disana. Seorang pria mengenakan mantel hitam dan setelan suit hitam.
“Dimana semua pakaianku?” aku bertanya kepada diriku sendiri. “Di ruang tengah,” sahut seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tidak mungkin! Hugo?Aku panik dan menutupi tubuhku dengan selimut. Hugo keluar dari kamar mandi dengan telanjang dada dan hanya mengenakan celana tidur. Apa yang terjadi semalam? “Hugo?” “Pakaianmu ada di ruang tengah. Aku tidak sempat membawanya kesini tadi malam,” jawabnya. Mataku masih membelalak tak percaya. “Apa yang terjadi?” aku bertanya setengah depresi. “Ayolah Emily, ini bukan pertama kalinya kita bercinta,” kata Hugo dengan tenang. “Ini yang pertama kalinya aku tahu siapa lawan mainku.” Aku membalas sambil sibuk melilitkan selimut ke badanku sebelum menuju ruang tengah. “Kau tau aku tidak bercinta dengan sembarang pria,” kataku lagi. Pagi itu aku cukup kacau dan malu pada diriku sendiri. Tapi aku melampiaskannya kepada Hugo. Dan anehnya aku merasa lebih baik. Well, sebenarnya aku tidak terlalu menyesal menghabiskan malam denga
“Emily, waktunya shopping,” kata Hugo. Aku masih terdiam. Siapakah “dia” yang mereka maksud tadi. Aku tidak mungkin bertanya kepada David, dan akan berbahaya jika aku langsung bertanya kepada Hugo. “Shopping?” tanyaku. Hugo menganggukkan kepala. Dia berjalan ke arahku. Gerak bola matanya melihatku dari ujung rambut ke ujung kakiku. “Kau terlihat sexy. Tapi kau perlu baju baru,” kata Hugo. “Tidak, terima kasih. Aku tidak terlalu suka belanja,” balasku.“Emily, jika kau terus berpakaian seperti itu aku tidak bisa menahan diriku untuk-” “Oke. Ayo shopping!” sahutku cepat. Aku seperti berada di kandang predator. Mata Hugo seperti memiliki kekuatan super tembus pandang dan dia baru saja menelanjangiku.Aku mendengar Hugo berpura-pura mendesah kecewa. Wajahnya menahan senyum yang menggelikan. Dia sangat menikmatinya ketika menggodaku. Aku berlari ke kamar dan mengambil tasku dan segera kembali ke ruang depan. Hugo sudah siap dengan wajah tampannya.“Hugo, kau tahu aku bukan pelacurmu
“Emily, lihat aku. Lihat aku,” Hugo memegang pipiku berusaha menyadarkanku.“Semua akan baik-baik saja. Kau akan kembali ke apartemenku,” kata Hugo. Dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Mataku terbuka lebar. Pelukan Hugo tidak mampu menghangatkan tubuhku kaku. Sekilas aku teringat pesan Anthony. Aku benci berada dalam pusaran cinta dan benci ini!“Hugo, apa kau ada hubungannya dengan ini semua?” tanyaku dengan serius. “Kau bercanda?” balasnya. Kami saling memandang dengan tajam layaknya musuh.“Kau boleh berpikir apapun, tapi aku tidak ada kaitannya dengan ini,” kata Hugo lagi. Aku tidak menjawab. Tiba-tiba seseorang masuk.“Miss. 512?” tanyanya. Aku terkejut dan menatap laki-laki itu. “Aku tetangga apartemenmu. Ada kerusuhan tadi sore. Seorang laki-laki datang merusak kamarmu mengira kau adalah penghuni lama. Entah apa yang dia cari tapi dia menggila,” katanya. “Seorang laki-laki?” Aku tertegun. “Apa ada barangmu yang hilang? Pihak keamanan sudah menghubungimu?” tanyanya la
Aku berpikir sejenak. Mencoba untuk menjadikan penjelasan Hugo masuk akal untuk diterima oleh logikaku.“Aku tetap akan menghubungi Anthony,” balasku. Aku berusaha menyembunyikan kecurigaanku.“Tentu. Sampaikan salamku,” ucap Hugo. “Kau mengenalnya?” tanyaku reflek.“Bagaimana tidak? Dia pengacara Theodore sebelum menjadi pengacaramu,” jawabnya. “Apa kau mengenal baik Anthony?” tanyaku lagi. “Oh, tidak tidak. Jangan lakukan itu kepadaku Yang Mulia Pengacara Sexy…” Hugo mendekatiku dan merengkuh tubuhku. Dia menciumku dengan bibir rasa kopi yang wangi dan lembut. Aku reflek membalas ciumannya. “Kau tidak akan menginterogasiku di pagi yang cerah ini,” bisiknya. Suara seksi Hugo hampir saja membawaku terbang ke dunia fantasi. “Chef, pancake-mu…” kataku mengingatkan Hugo yang langsung beranjak ke kompor listriknya dan membalik pan-nya dengan lincah.Handphone-ku berdering. Kulihat di layar ada panggilan masuk dari Anthony. Kebetulan sekali.“Anthony, Hi. Aku baru saja akan meneleponm