Reiki adalah asisten utama direktur Adhitama Group. Dia cukup terkenal di Mambera dan sering muncul di publik dibandingkan Bram. Orang-orang bisa menemukan foto Reiki di internet dan mengetahui identitasnya.Berbeda dengan Bram yang selalu misterius. Biasanya jika Stefan ingin bertemu dengan Bram, dia akan meminta Reiki membuat janji terlebih dahulu. Di internet juga tidak bisa menemukan foto lelaki itu dan tidak ada yang melihat sosok Bram sesungguhnya.Terkadang mereka bersisian dengan Bram, tetapi tidak tahu identitas lelaki itu yang sesungguhnya. Reiki tebak seharusnya kakaknya itu takut jika Chintya tahu identitas dirinya dan setelah itu mengetahui identitas Bram dan akhirnya memilih mundur.“Lelaki yang tadi mengenakan setelan jas itu kenapa nggak asing?”Begitu keluar dari hotel, Chintya langsung menoleh ke dalam sambil berkata pada Bram.“Itu adalah petinggi dari Adhitama Group. Mungkin mereka datang untuk bertemu denga tamu. Mambera Hotel adalah salah satu perusahaan dari Adhi
“Pak Bram.”Bram membawa sopir dan juga dua orang anak buah. Melihat majikan mereka datang, para anak buahnya bergegas menyambut lelaki itu. Sesuai dengan perintah lelaki itu sebelumnya, mereka hanya boleh memanggilnya dengan sebutan “Pak Bram” saja.Di mata anak buahnya, mereka merasa majikannya terlalu banyak berpikir. Keberanian calon nyonya besar mereka menunjukkan bahwa dia tidak takut akan apa pun. Bagaimana mungkin dia bisa takut dengan identitas Bram?“Iya,” sahut Bram sambil menganggukkan kepalanya. Setelah itu dia kembali berkata, “Mobilku nggak muat terlalu banyak orang. Makanya aku minta dua sopir kemari. Kita pakai tiga mobil biar nggak begitu sempit.”Chintya mengucapkan terima kasih padanya. “Maaf merepotkanmu. Ternyata Pak Bram sudah memikirkannya dengan baik.”Bram tertawa dan berkata, “Nggak repot. Bu Chintya saja nggak takut direpotkan olehku ketika nggak kenal. Bahkan sudah menolong nyawaku. Aku hanya bantu kamu menyiapkan mobil dan hanya masalah kecil. Bu Chintya n
Bram berkata, "Yang aku tahu, ada kebun Mawar, Lily dan Bunga Matahari. Tapi karena sekarang masih bulan Oktober sehingga nggak begitu banyak bunga. Kalau musim panas, bunga di sini akan sangat indah."Chintya menurunkan kaca jendela mobil. Dia menatap ke arah kejauhan dan sambil berdecak kagum bertanya, "Tempat yang kulihat ini milik keluarga Adhitama? Orang-orang di sana juga orangnya keluarga Adhitama?""Tempat yang kamu lihat sekarang adalah milik keluarga Adhitama. Orang-orang yang kamu lihat juga karyawannya keluarga Adhitama. Untuk merawat kebun bunga dan buah ini memerlukan banyak sekali karyawan.""Ada sebagian orang yang berasal dari keluarga Adhitama sendiri. Pokoknya mereka keluarganya Stefan.""Rumah-rumah itu juga sama. Ada sebagian ditempati oleh anggota keluarga Adhitama. Ada juga tempat tinggalnya karyawan. Mereka memperlakukan karyawan dengan sangat baik. Kalau lajang, mereka akan mendapat sebuah kamar yang terdapat dapur kecil dan kamar mandi. Bisa masak untuk diri s
Bram tertawa dan berkata, "Bu Chintya, sudah dibilang jangan mengucapkan terima kasih padaku lagi. Sekarang kita sudah berteman, apalagi kamu adalah penolongku."Perempuan itu ikut tertawa dan berkata, "Iya, iya. Kita jangan bersikap sungkan lagi. Aku juga merasa canggung kalau selalu bersikap sungkan seperti itu. Aku orang yang kasar dan akan terasa aneh kalau terlalu sungkan,""Pak Bram juga jangan selalu bilang aku penolongmu. Aku hanya ikut membantu karena sedang jalan santai."Keduanya tertawa bersama-sama. Chintya tidak berencana turun dari mobil untuk menikmati pemandangan bunga. Oleh karena itu, Bram langsung melajukan mobilnya kembali. Dia menebak kemungkinan perempuan itu tidak begitu menyukai bunga.Mobil mereka tiba-tiba berhenti ketika baru tiba di pertengahan gunung. Chintya melihat ada sebuah pos satpam di sana. Mereka menghentikan mobil yang melintas. Ketika mereka melihat sosok Bram, dengan cepat membiarkan lelaki itu melintas."Di gunung ada pemeriksaan?” tanya Chinty
Bram tersenyum dan mereka saling bertegur sapa, “Bu Chintya, ini adalah Pak Joni, Kepala Pengurus di Vila Permai.”“Pak Joni, ini adalah Bu Chintya, anak dari Sanggar Bela Diri Keluarga Baruna di Kota Malinjo. Dia penolongku.”Dalam hati Pak Joni dia berkata, “Pak Bram, kamu sedang bercanda? Kamu ada penolong?”Dengan kemampuan yang dimiliki oleh lelaki itu, memangnya siapa yang berani menyentuhnya? Jangankan menyentuh, bahkan mengusiknya saja juga tidak berani. Namun Stefan sudah berpesan bahwa dia hanya perlu mengikuti apa saja yang dikatakan oleh Bram.“Bu Chintya,” sapa Pak Joni dengan santun.Dengan cepat perempuan itu membalas, “Maafkan kami yang datang mengganggu, Pak Joni.”Pak Joni tersenyum dan berkata, “Nggak repot, Pak Bram kenal dengan Pak Stefan dan beliau sudah menitip pesan. Hari ini izinkan saya yang menjadi pemandu kalian dan bawa kalian berkeliling di vila.”“Terima kasih, Pak Joni.”“Pak Joni, saya pernah datang ke sini dua kali dan nggak bisa dibilang mengenal temp
“Nenek Sarah.”Dia sudah tidak bisa menghindar sehingga mau tidak mau harus menghadapinya. Bram langsung menoleh dan tersenyum pada Nenek Sarah.Sedangkan Chintya menghampiri sosok perempuan tua yang tampak ramah tersebut. Dia adalah Bu Sarah dari keluarga Adhitama. Dia melihat pakaian Nenek Sarah yang tidak ada bedanya dengan orang tua pada umumnya. Terlihat sangat sederhana sekali. Namun dia ada aura elegan dan mewah yang terpancar dari dirinya.Nenek Sarah melangkah dengan cepat. Tubuhnya masih terlihat begitu kuat dan sehat hingga membuatnya terlihat seperti perempuan berusia 50 hingga 60 tahun. Sama sekali tidak terlihat usianya yang sesungguhnya.“Bram, ini siapa?” tanya Nenek Sarah pura-pura tidak tahu sambil menatap Chintya.“Bu Sarah,” panggil Bram kemudian memperkenalkan mereka.Sarah tersenyum lebar dan membalas sapaan Chintya. Dia menatap perempuan itu penuh penilaian. Sosok Chintya terlihat muda dan cantik. Wajahnya terlihat berani dan juga anggun. Kesan pertamanya terhada
Dia berkata pada Chintya lagi, “Bu Chintya, kami semua orang yang sangat santai, jadi kamu jangan merasa sungkan. Jangan merasa kalau ke sini maka akan mengganggu kami. Di vila ini, kamu bisa makan dan minum yang enak. Yang penting kalian menyukainya dan sering datang ke sini.”Chintya terkekeh dan berkata, “Lain kali kalau aku bawa murid-murid datang untuk lomba, aku pasti akan datang ke sini lagi untuk mengganggu Bu Sarah.”Sarah ternyata jauh lebih ramah dari apa yang dia bayangkan. Sama sekali tidak ada kesan sombong. Dia sama seperti neneknya yang sangat ramah dan suka menjamu tamu.“Kalau nggak bawa murid untuk lomba juga boleh datang bermain. Biarkan Bram yang menjemputmu dan bertamu ke rumah kami. Nggak masalah juga kalau kamu mau menginap di sini. Di vila ini ada banyak kamar. Kamu nggak akan bosan kalau tinggal setengah bulan di sini.”Chintya hanya tersenyum santun. Dia tidak berani datang dengan sesuka hatinya. Datang sekali saja dia sudah berhutang budi pada Bram. Lelaki i
“Nenek Sarah, pernikahan Stefan dan Olivia sudah akan tiba, Nenek juga pasti sangat sibuk. Ini pernikahan cucu pertamanya Nenek. Kami nggak mengganggu waktu berharganya Nenek lagi. Chintya masih ada aku.”Bram langsung dengan jelas meminta Nenek jangan merebut perhatiannya. Berikan dia kesempatan untuk unjuk diri di hadapan Chintya.Nenek Sarah terkekeh dan berkata, “Pernikahan Stefan memang sudah dekat. Tapi Nenek nggak perlu melakukan apa pun. Nenek sudah tua dan bahkan nggak kuat jalan. Memangnya mereka berani kasih Nenek tugas?”“Nenek hanya perlu menggerakkan mulutnya saja maka mereka akan langsung menjalankan perintah Nenek. Nenek sangat santai dan mudah sekali merasa bosan. Vila Permai sudah lama nggak pernah begitu ramai.”“Nenek sudah lama sekali nggak melihat begitu banyak anak-anak bermain di Vila Permai. Nenek suka keramaian. Silakan saja kalau kamu mau unjuk diri, Nenek juga nggak akan menahanmu. Kalau kamu nggak bisa menang melawan perempuan tua seperti Nenek, bagaimana k