Akhirnya magang kerja Mentari selesai. Dia mempoleh sertifikat magang dengan predikat baik. Tidak seperti yang diharapkannya, namun itu sudah cukup, setidaknya dia memiliki sertifikat yang bisa memudahkannya melamar pekerjaan nanti.Dia tidak menunggu lama untuk mencari pekerjaan. Dia telah mulai mengirimkan lamaran dengan referensi sertifikat yang didapatnya. Tinggal selangkah lagi untuk wisuda, setahun lagi.Setiap lamaran yang dikirimkannya, tidak mendapat respon baik, bahkan beberapa tidak menanggapi sama sekali. Mentari berpikir untuk melamar kembali setelah memiliki ijazah tahun depan."Bu, bagaimana kalau aku bekerja sambilan?" tanya Mentari saat makan malam."Untuk apa?""Untuk kebutuhanku dan Feliz.""Ibu masih sanggup membiayai kalian, Tari." Ibu meyakinkan Mentari, juga dirinya sendiri."Feliz semakin besar, Bu. Kebutuhannya semakin banyak."Ibu tersenyum mengambil sepotong ikan lagi. "Habiskan ikannya, besok rasanya tidak enak lagi."Ikan balado di mangkuk besar masih bany
Berdasarkan penuturan Gempita, keluarga Argan benar-benar bangkrut. Semua aset Papanya disita, bahkan masih meninggalkan hutang berjumlah besar. Itulah alasan sebenarnya keluarga Argan pindah dari Jakarta. Gempita pun baru mengetahuinya beberapa waktu lalu saat acara arisan keluarga besar. Beberapa saudaranya dengan senang hati menceritakan semuanya, tentu saja dengan bumbu-bumbu penyedap dan pemanis."Kenapa bisa bangkrut?" tanya Mentari dengan dahi berkerut."Setelah aku konfirmasikan kembali ceritanya pada Bapakku, kata Bapak, Om terlibat investasi saham dan properti sejak lama, namun keduanya tidak berjalan mulus. Menurut saudaraku, Om kurang paham dunia saham, tidak mengerti cara main yang tepat. Sudah pernah diperingatkan, tapi Om tidak mendengarkan."Tatapan Mentari yang belum puas dengan penjelasan Gempita membuat Gempita menceritakan lebih banyak lagi,"Berdasarkan desas-desus yang aku dengar," Gempita maju mendekati Mentari dan berbisik, "Om pakai dukun."Mata Mentari membel
Fakta yang disembunyikan Argan selama ini menyebabkan kemarahan dalam hati Mentari. Namun dia tidak akan membiarkan kemarahan itu menghancurkan hidupnya. Biarlah hidup Argan saja yang hancur, Mentari akan bangkit sendiri, tanpa memerlukan bantuan keluarga Argan."Bekerja di perusahaan kenalan Papa Argan? Tidak, terima kasih. Dengan usahaku sendiri, aku bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar," ucap Mentari saat mengoleskan krim penangkal nyamuk di tangan dan kakinya.Akhir-akhir ini nyamuk berkeliaran tanpa henti di rumah Mentari. Sekarang di pertengahan tahun, seharusnya adalah musim kemarau, namun beberapa minggu terakhir, cuaca tidak menentu, hujan lebih mendominasi.Saat akan beranjak tidur, dia memandangi Feliz yang terlelap di sampingnya dengan kedua tangan terangkat. Mentari mencium dahinya dan berjanji dalam hati, bahwa dia akan memberikan hidup yang layak bagi buah hatinya itu.Mentari pun memejamkan mata. Peristiwa tadi siang di kantin kembali berputar di kepalanya. S
Semester baru akhirnya dimulai, semester tujuh, menjelang wisuda. Kesibukan Mentari meningkat. Selain harus mengikuti beberapa mata kuliah terakhir, dia juga harus mulai menyusun skripsi. Hal yang paling dinantikannya sekaligus paling dihindarinya. Mentari menantinya karena itu menunjukkan bahwa sebentar lagi dia akan diwisuda. Dihindarinya sebab menurut para senior, skripsi adalah bagian paling sulit ketika kuliah.Pendapat para senior tidak salah. Mentari mengalaminya sekarang. Banyak waktu yang dia habiskan di perpustakaan kampus, seperti yang sudah diduganya saat mulai berkuliah. Bedanya, sekarang dia sendirian. Namun dia menikmatinya.Dia berusaha fokus pada tujuannya, yaitu memberikan kehidupan yang layak bagi Feliz dengan berhasil wisuda dan bekerja di perusahaan besar.. Tapi, halangan dan godaan untuk menyerah terkadang menghampirinya.Skripsi begitu menguras tenaga dan pikirannya. Dia akan lebih memilih mengurus Feliz sehari semalam penuh daripada mencari materi dan referensi
Malam semakin larut, namun Mentari masih duduk di depan meja di kamarnya. Makalah dan dua buku terbuka lebar di bawah tangan Mentari, sementara jari-jarinya mengetik di laptop. Pencariannya lewat internet tidak membuahkan hasil yang memuaskan, beberapa materi tidak ditemukannya, maka buku-buku dari perpustakaan berpindah sementara ke kamarnya.Rasa kantuk telah menggodanya sejak sejam yang lalu, namun Mentari tidak mengikutinya. Jika dia tidur sekarang, semua yang hinggap di otaknya saat ini akan menguap begitu saja besok pagi.Ponsel Mentari di atas ranjang berbunyi. Dia segera menyambarnya dan mematikannya. Bunyi deringnya bisa membangunkan Feliz yang sudah terlelap. Mentari memeriksa panggilan masuk: Argan. Ponselnya kembali berbunyi. Dia mengangkatnya."Tari, bukakan pintu. Aku di depan," pinta Argan dengan suara parau.Mentari melirik jam di ponselnya, 12.35. Dia keluar dan membukakan pintu bagi Argan.Argan masuk melewati Mentari yang masih berdiri memegangi pintu. Aroma yang ja
Tak terasa, Feliz hampir berumur satu tahun. Sekarang dia pintar mengucapkan kata 'mama'. Mentari tak henti memaksanya memanggilnya 'mama'. Saat Feliz haus, Mentari memintanya untuk memanggil 'mama' dulu baru dia akan menyusuinya. Begitupun saat menyuapinya makan, Mentari akan memintanya memanggil 'mama' dahulu baru disuapi.Mentari begitu gembira, karena kata pertama yang diucapkan anaknya adalah 'mama' bukan 'papa. Dia pernah melihat beberapa video Tiktok di mana para bayi lebih cenderung mengucapkan kata 'papa' terlebih dahulu daripada 'mama'."Ah!" jerit Mentari saat Feliz tak sengaja mencubit paha Mentari kala dia mencoba berdiri. Selain bicara, dia juga sudah pintar merangkak dan berdiri, namun belum bisa melangkah."Om Argan!" teriak Winar yang sedang memainkan mobil-mobilan di lantai dekat pintu. Argan yang baru datang, hampir menginjak salah satu mobil Winar."Om, awas! Nanti mobil polisi Winar rusak." Winar memegangi kaki Argan yang masih berada tepat di samping mobil-mobila
Mentari tak berhenti mondar-mandir dari ruang tamu ke dapur dan ke kamarnya. Para tamu mulai berdatangan, tapi masih saja ada sesuatu yang belum lengkap. Makanan tanpa sendok, bingkisan anak kurang, maupun kue ulang tahun yang tidak memiliki lilin.Hari ini ulang tahun Feliz. Tidak ada pesta seperti yang diselenggarakan para orang tua lainnya. Tidak ada dekorasi penuh balon dan segala pernak-perniknya. Tidak ada pembawa acara, tidak ada badut, tidak ada topi kerucut maupun permainan.Dengan dukungan ibu, kakak dan kakak iparnya, Mentari mengadakan acara syukuran kecil untuk Feliz sore itu. TIdak ada undangan yang disebarkan. Secara lisan dia mengundang beberapa tetangga dekatnya maupun keluarga besarnya, termasuk keluarga Argan.Feliz menggunakan sepasang baju baru yang dihadiahkan Cahya, dipadu sepatu baru hadiah Gempita. Mereka memberikannya terlebih dahulu untuk dipakai di hari ulang tahun Feliz, jadi Mentari tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli pakaian baru bagi Feliz.Tamu
Badan Mentari seperti remuk besok paginya. Dia sangat kelelahan, ingin menempel di ranjang saja. Namun, tidak bisa, perutnya lapar."Tari, ayo makan," ajak ibu sambil meletakkan piring makanan terakhir di atas meja.Makanan sisa dari acara kemarin telah dihangatkan ibu. Karena terlambat bangun, Mentari tidak sempat membantu ibunya pagi ini."Feliz masih tidur?""Iya, Bu. Sepertinya dia juga kelelahan. Semalam dia terbangun sekali, tapi langsung terlelap setelah menyusui."Aroma makanan yang menguar memenuhi dapur sekaligus ruang makan, semakin membangkitkan rasa lapar Mentari. Perutnya bereaksi mengeluarkan bunyi bergejolak keras. Kemarin dia sore hingga malam dia hanya mencicipi sedikit makanan di piring Gempita untuk mengisi perutnya."Sebentar, Bu. Aku ambil Feliz dulu." Mentari hendak berbalik, namun ditahan ibu."Jangan, biar Ibu saja yang menjaganya di sana. Kalau dibangunkan tiba-tiba, nanti dia marah.""TIdak, Bu, Feliz tidak akan marah. Lagipula Argan masih tidur di kamar, ap