Sera menahan cengkeraman Anggoro yang sangat kuat. Sementara, para warga mengamati mereka. Tidak baik jika mereka terlihat seperti itu."Katakan kepadaku. Apa rencanamu?" bisik Anggoro dengan pandangan tajam."Lihatlah mereka. Terlihat tidak akur. Mana bisa memimpin?" teriak lelaki yang selalu saja memprovokasi."Benar! Kita salah memilih pemimpin. Kau sebaiknya mundur!" teriak lainnya."Tuan, kita akan berbicara. Yang penting kita menenangkan semua warga," balas Sera sembari menganggukkan kepala. Perlahan dia melepaskan cengkeraman suaminya. Lalu kembali menghadapi warga. Mendadak Anggoro menarik lengannya dan menggelengkan kepala. Dia bergegas berdiri tepat di depan warga yang mulai mengamuk!"Baiklah, jika kalian mau aku mundur. Aku akan mundur sekarang. Tapi ... aku akan membawa ini ke hukum. Akan aku cari siapa yang membuat ini. Aku akan pastikan hukum yang berbicara. Sekarang aku akan--""Bupati tidak akan mundur!" teriak Sera sekali lagi menyebabkan semua orang terkejut. Wanit
Anggoro perlahan mulai membuka tutup amplop dan merobeknya. Dia mulai mengeluarkan isinya. Namun ... mendadak Parman menolehkan pandangan ke belakang sambil menunjuk sudut jalanan."Tuan, bukankah itu Nyonya?" ucap Parman mengalihkan konsentrasi Anggoro.Kedua mata hitam Bupati melotot tajam. Sera berjalan terburu-buru. Namun, dia melihat Bima?Anggoro mengepalkan kedua tangannya. Dia sangat marah!Dengan cepat dia melempar amplop itu begitu saja dan keluar dari mobil. Bupati berjalan cepat dengan menahan amarah. Ingin sekali menampar sang istri yang sudah diam-diam menemui sepupunya."Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Sera," gumamnya pelan sembari meremas kuat jemarinya. Tak peduli pejalan kaki menyapa dan mengabadikan dirinya di ponsel mereka. Bupati jarang sekali berjalan di jalanan seperti itu. Mereka benar-benar tidak percaya.Anggoro masih saja mengejar wanita itu. Dia semakin menambah kecepatan langkahnya."Sera!" teriaknya sambil menarik lengan seorang wanita yang akan memasu
Anggoro benar-benar tidak tahan. Selama di kamarnya, dia semakin tersiksa. Entah kenapa batinnya tidak nyaman ketika memikirkan budaknya. Rasa gairah semakin menjadi saat membayangkan kedua mata abu nan indah mempesona itu."Kenapa dengan diriku? Ini tidak bisa!" Tak dia pungkiri, sang budak memang sangat cantik dan cerdas. Bisa menyelesaikan beberapa masalah yang Anggoro sendiri tak tahu haru bagaimana mengatasainya.Yang lebih menarik, cadar yang menutup sebagian wajah Sera lebih membuatnya terpesona. Pancaran cahaya yang tersirat di kedua mata Sera, semakin membuat Anggoro lemah. Dia menyerah dan ingin sekali meluapkan hasratnya yang sudah di ubun-ubun itu.Anggoro menarik tubuh Sera. Semakin kuat mendekapnya. Napasnya terdengar cukup keras. Sera sedikit menahan dengan kedua tangannya. Dia tidak bisa melakukan ini. Apa yang akan terjadi jika dia melakukannya?"Tuan, jangan lakukan. Bukankah Tuan sudah berjanji tidak akan menyentuh saya?"Sera semakin menahan. Dia tidak bisa melaku
Jemari Sera bergetar. Dia benar-benar tidak menyangka. Jelas-jelas dia saat di villa tidak mengenakan busana. Bima pun tidak memakai atasan ketika itu. Tapi, kenapa dia justru masih perawan?Sera mengusap wajahnya berkali-kali dengan air. Kemudian dia menunduk, lalu menangis. Semula dia merasa sangat bodoh karena tidak bisa menolak permintaan Bupati. Terlalu nikmat. Sekarang, Sera bisa berbahagia dengan ini semua. Dia hilangan perawan dengan suaminya sendiri.Tangisan itu kini berubah menjadi tawa. Sera merasakan kebahagiaan pertama kali dalam kehidupannya."Bima selama ini sudah membohongiku. Dia mempermainkan aku." Sera menyalakan air shower. Menikmati kehangatan air itu dengan senyuman. "Kebohonganmu sudah membuatku bersemangat untuk hidup kembali, Bima," batinnya sambil tersenyum."Nduk, Tuan sudah mau berangkat," teriak Mbok sambil mengetuk pintu kamar mandi.Sera terburu-buru mematikan air. Dia teringat perkataan Bupati untuk tidak terlambat.Sera mengambil handuk dan menutup tu
Sera tidak mengerti. Kenapa Bima mengerti nomor ponsel Willem? Bahkan lelaki keparat itu sudah mengatur semuanya. Lalu, apa yang akan dia lakukan? Dia tidak akan bisa terbebas dari Anggoro. Apalagi pergi begitu saja dan Anggoro pasti curiga. Tapi, jika dia tidak datang ke sana, bagaimana dengan nasib suaminya?"Kenapa kau keluar? Kau menghindar dengan semua kenyataan itu?" Maya masih saja mengejarnya. Dia tidak akan pernah merasa puas jika tidak menghabisi Sera di tempat."Halah mengaku saja kau. Sudah jelas-jelas saat itu kau menuju ke rumahnya Bima 'kan? Berlutut seperti seekor anjing." Maya berjalan semakin mendekati Sera kemudian bersedekap. "Kau ke sana untuk meminta pertanggungjawaban Bima. Kau tidak bisa menyangkalnya, Sera. Wanita tidak tahu malu. Melakukan hubungan seks bebas dan belum menikah. Persis seperti ibu mu!"Plak!!Tentu saja tamparan keras Maya dapatkan dari Sera seketika itu juga."Kau boleh menghinaku, tapi tidak dengan ibuku!" Sera menunjuk tegas wajah Maya. "Ak
Terpaksa Sera menerima jabatan itu. Dia ingin menarik tangan itu, namun Bima menahannya. Bahkan meremasnya. Kepala Panti sedikit terkejut saat melihatnya. "Kita akan segera membagikan semua sembako yang sudah disediakan. Untung saja Pak Bima datang dan membantu." Sera berusaha mengalihkan pandangan saat wanita itu mulai curiga. Sangat tidak baik jika gosip pasti akan menyebar."Iya ... benar," sela Bima lalu melepaskan genggamannya.Sera berjalan terburu-buru menuju ke depan. Maya melotot melihat tunangannya bersama Sera. Hatinya terasa panas. Sangat memalukan sekali. Apalagi semua orang di sana saling berbisik."Oh, jadi memang ama istri Bupati? Kan mereka pernah tidur sama-sama. Ih, tidak tahu malu," bisik salah satu wanita."Kasihan kan, Maya. Pasti sakit hati. Memang wanita tidak tahu diri," balas lainnya."Maya ... Maya. Kalau aku jadi kamu, wanita itu sudah aku buat malu," bisik istri wakil Bupati.Maya tersenyum sinis. Dia mendekati Bima, dan bergelayut manja di lengannya. Ser
Bagai tersambar petir. Semalam Anggoro berusaha untuk mengatasi perasaannya. Dia rasanya ingin memulai semua dengan pelan-pelan. Dia pikir kehadiran Sera sudah bisa membuat dia melupakan masa lalu bersama istri pertamanya. Namun, hari ini apa dia akan sakit hati lagi?Anggoro melupakan semua sumpah itu dan mulai untuk menyentuh istrinya. Sikap Sera yang bisa membuat Satria sedikit menurut, lalu kecerdasan luar biasa yang sering mengejutkannya, membuat dia ingin lebih mengenal dengan penyatuan tubuh.Apakah dia bisa berhasrat ketika menyentuhnya? Apakah Anggoro bisa merasakan kenikmatan ketika melakukannya? Dan ternyata dia merasakan itu semua, hingga akhirnya dia mencoba dan melupakan status budak itu. Namun, bagaimana jika hari ini dia kecewa lagi?"Siapa yang sudah menghubungiku?" gumamnya sambil mengamati beberapa nomor yang berada di belakang. Hingga dia, "Maya? Ya, suara itu adalah milik Maya. Aku sangat mengenalnya."Bergegas Anggoro memakai bajunya kembali. Dia berjalan cepat m
Tubuh Anggoro semakin bergetar. Selama ini dia selalu mengabaikan amplop itu. Menganggap sesuatu hal yang sama sekali tidak penting. Dan ternyata apa yang dilihatnya? Kebersamaan Sera bersama dengan Bima?Amplop itu berisi beberapa foto Bima saat bersama Sera ketika bersekolah. Bahkan, saat Sera tertidur di pundak Bima dengan mesra. Keduanya memang tampak seperti seorang kekasih dulunya."Mereka berhubungan sejak lama? Bima keparat!" teriaknya keras. Anggoro memukul kemudi mobil hingga klakson berbunyi keras."Berani sekali budak sialan itu membohongiku?!"Anggoro memejamkan kedua matanya, mengingat saat dia menuju hotel itu. Anggoro tanpa berbicara memukul Bima sampai babak belur. Dia masuk ke dalam kamar itu dan berteriak memanggil Sera."Sera!" Anggoro memasuki semua ruangan di dalam kamar itu. Sebuah kamar tipe suite dan termahal di sana. Sangat luas, bahkan ada kolam pribadi di dalamnya."Sera, kau jangan sembunyi wanita murahan!" Anggoro tidak menyerah. Dia tetap mencari keberad