Share

Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom
Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom
Penulis: Nita K.

#1 Selamat Tinggal

“Serang!!”

Suara bariton mengintruksi puluhan pasukan untuk segera bergerak maju. Derap langkah cepat membuat tanah yang dipijaknya bergetar.

Sebuah istana yang megah menjadi incaran puluhan pasukan. Kedatangan mereka membuat seisi istana gaduh dan berusaha untuk melarikan diri. Istana diserang, itulah yang mereka ketahui. Banyak yang melarikan diri keluar istana, namun ada juga yang berusaha untuk menghalang pasukan itu masuk ke ruangan utama istana.

"Tetaplah disini,” seorang laki-laki dan seorang perempuan berusaha membujuk anaknya untuk tetap bersembunyi sebelum pasukan itu mengetahui keberadaan mereka.

Seorang gadis 20 tahun menahan tangan kedua orang tuanya dan berusaha untuk menolak perintah dari mereka, “kalian mau kemana? Aku ikut.”

Seulas senyum tercetak di bibir wanita paruh baya, “tidak, sayang. Kau harus tetap hidup. Jaga dirimu. Kami menyanyangimu,” wanita itu menyerahkan sebuah kotak kecil padanya kemudian menarik anaknya dan memeluknya erat. Begitupun dengan laki-laki disebelah wanita paruh baya.

Mereka melepas pelukan masing-masing dan perlahan beranjak pergi meninggalkan anak mereka di sebuah ruangan. Gadis itu hanya bisa menangis tanpa suara melihat kepergian orang tuanya. Dia duduk memeluk lututnya dan berusaha keras untuk menahan isakannya.

Tak berselang lama, derap langkah pasukan mulai terdengar di depan pintu ruangan yang ditempatinya. Gadis itu mengangkat wajahnya menatap kearah pintu di seberangnya. Bayangan beberapa orang yang melintas di luar ruangan terlihat jelas.

"Kita geledah ruangan ini! dan temukan putri kerajaan!” perintah tegas seorang laki-laki.

Gadis yang berada di dalam ruangan mulai panik. Dia merangkak perlahan mencari sesuatu untuk dijadikan senjata. Namun tak juga menemukan apa yang dicarinya. Karena tidak memiliki banyak waktu, dia pun bergegas bersembunyi di dekat pintu. Dia menyeka air matanya dan segera menetralkan detak jantungnya.

“Apapun yang terjadi, aku harus keluar dari tempat ini,” batinnya.

BRAK!

Pintu didobrak dengan kasar, lima orang dewasa memasuki ruangan dan mulai menelusuri setiap sudut. Melihat ada kesepatan, gadis itu mengendap-ngendap keluar dari tempat persembunyiannya. Setelah berhasil keluar dari ruangan, gadis itu cepat-cepat menutup pintu dan menguncinya dari luar.

Lima orang yang menyadari mereka terkunci di dalam ruangan, berusaha menggedor pintu dan bahkan berusaha mendobrak pintu. Gadis itu melangkah mundur perlahan namun terhenti karena kakinya membentur sesuatu di belakangnya. Perlahan gadis itu menoleh ke belakang dan seketika membeku di tempat. Dunianya runtuh saat itu juga.

Dua mayat tergeletak kaku di lantai dengan tubuh bercucuran darah. Gadis itu terduduk di dekat mayat seorang wanita yang melahirkannya. Air matanya kembali mengalir, dan akhirnya dia menangis tersedu-sedu.

Bugh!

Pintu di belakangnya kembali terbuka, dan spontan membuat gadis itu menoleh ke belakang. Lima orang yang dikuncinya berhasil mendobrak pintu. Gadis itu semakin pucat. Tanpa banyak berpikir, dia berlari cepat ke arah lorong-lorong di sekitar istana. Tujuan utamanya adalah gerbang istana yang berada di sisi barat.

Gadis itu mempercepat langkahnya sebelum lima orang di belakangnya menangkapnya. Sebuah pintu nan tinggi menjulang mulai terlihat, gadis itu kembali mempercepat langkahnya agar bisa segera keluar dari istananya sendiri.

Nahas, seseorang menabraknya dari arah samping dan berhasil membuatnya terpelanting hingga tersungkur ke tanah. Gadis itu meringis kesakitan. Dengan sisa tenaga, dia berusaha untuk bangkit namun orang yang menabraknya lebih dulu menendangnya membuat gadis itu kembali tersungkur ke tanah.

“Jangan harap kau bisa kabur dari sini, Tuan Putri Olivia,” seringai lebar terlihat jelas di wajah laki-laki yang menendang gadis itu.

Gadis bernama Olivia tersebut mencoba untuk bangkit dan mundur secara perlahan, menjauh dari jangkauan laki-laki di depannya. Dia berusaha keras untuk tidak menangis, sekalipun dia sangat ketakutan.

Beberapa orang mulai berkumpul mengepung gadis itu. Wajah-wajah orang sangar yang berbadan besar ditambah dengan sebuah tombak di tangan mereka membuat mereka semakin menakutkan.

“Kau akan pergi kemana?”

“Kau tidak akan bisa pergi, Tuan Putri. Kau harus menjadi permaisuri dari Pangeran dari Kerajaan Thorn.”

“Menyerah saja, Putri. Kau tidak akan bisa lari dari kami.”

Beragam intimidasi ditunjukkan oleh mereka sembari terus menyudutkan Olivia. Dengan ketakutan yang menusuk-nusuk kulitnya, Olivia berpikir keras agar bisa keluar dari gerbang dan menyelamatkan diri. Pintu keluar sudah tidak jauh darinya. Dia hanya perlu pergi dari tempatnya sekarang. Olivia menggerakkan kakinya dengan cepat menendang kaki salah satu dari mereka dan berhasil membuatnya tersungkur ke tanah.

“Hei!!!!” pekik salah satu dari mereka sembari berusaha menggapai gadis di depannya namun tidak sedikitpun mencapainya.

Melihat adanya kesempatan, dengan tergesa-gesa, Olivia berdiri lantas berlari dengan sisa tenaganya menuju ke gerbang. Dia bergegas keluar kemudian segera menutup gerbang rapat-rapat. Tanpa memikirkan banyak hal, Olivia berlari ke dalam hutan, bersembunyi di balik gelapnya malam.

“Cepat temukan gadis itu! Jangan sampai lolos!” perintah tegas salah seorang prajurit.

Belasan bahkan puluhan prajurit keluar dari gerbang dan segera mencari keberadaan gadis itu. Langit malam membuat pencarian menjadi sulit. Pencahayaannya pun sangat minim. Dengan cahaya obor di tangan mereka, puluhan prajurit berpencar mencari Olivia.

Olivia berlari diantara semak-semak, sesekali menoleh ke belakang memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Tanpa membawa penerangan, dia terus melangkahkan kakinya menyusuri hutan. Dengan cahaya rembulan yang temaram mengikutinya, dia terus melangkah pelan memasuki hutan semakin dalam. Air matanya terus mengalir membasahi pipinya mengiringi setiap langkahnya menjauh dari rumahnya sendiri.

Semua itu sangat menyakitkan baginya. Harus kehilangan dua orang yang sangat disayanginya, bahkan harus merelakan rumahnya diambil alih oleh orang lain. Kakinya melangkah tanpa tahu tempat yang ingin ditujunya. Tidak membawa persediaan untuk dirinya sendiri. Bahkan untuk malam ini, untuk pertama kalinya, dia harus merelakan dirinya bermalam di tengah hutan.

Di bawah pohon, Olivia menghentikan kakinya kemudian duduk di atas rerumputan. Air matanya sudah mengering, bahkan dia tidak bisa mengeluarkan air matanya lagi. Olivia duduk menekuk lututnya, menyembunyikan wajahnya, “Ayah... Ibu... Ini menakutkan....”

Di dalam istana, Pangeran Louis dari Kerajaan Thorn berdiri di depan semua prajuritnya. Matanya menatap tajam satu persatu prajurit yang bertekuk lutut di hadapannya, “kenapa kalian tidak bisa menangkap satu gadis?”

Tidak ada yang berani menjawab. Mereka mengakui kesalahan yang telah mereka perbuat. Gadis yang seharusnya menjadi permaisuri untuk Pangeran Louis telah melarikan diri. Semua prajurit yang mencari, kembali dengan tangan kosong.

Mengetahui sasarannya melarikan diri, Pangeran Loius menggeram marah lantas menendang guci di bawah tiang hingga hancur, “KALIAN SEMUA BODOH!!!! MENANGKAP SATU GADIS SAJA TIDAK BISA! KALIAN INGIN KUPECAT, HAH?!”

Suara kerasnya membuat siapapun yang mendengarnya bergidik ngeri. Namun di sisi lain, tidak ada satu prajuritpun yang berani menjawab. Mereka hanya bisa semakin menundukkan kepala dan menerima cemoohan dari atasan mereka.

“Jika kalian tidak ingin kupecat, malam ini cari gadis itu sampai ketemu! Jika masih belum ketemu, aku akan membunuh kalian semua! Sekarang, cepat pergi!” perintah tegas Pangeran Louis pada semua prajuritnya.

“Baik, Pangeran!” semua prajurit menjawab serempak kemudian bergegas meninggalkan tempat mereka.

Halaman yang penuh dengan prajurit kini menjadi kosong, menyisakan Pangeran Loius yang mendongak menatap rembulan malam dengan seringai menghiasi wajahnya, “kau tidak akan bisa lari dariku, Putri Olivia. Karena tempatmu adalah bersamaku.”

“Pangeran, semua mayat sudah dikuburkan. Sesuai dengan perintah Anda,” seorang laki-laki berdiri di belakang tidak jauh dari Pangeran Louis.

Pangeran Loius berdehem kemudian berbalik dan berjalan melintasi lorong istana, “kerja bagus, Dean. Aku ingin semua dibersihkan. Termasuk barang-barang yang tidak berguna. Masukkan semuanya ke gudang.”

Dean merupakan asistan pribadi Pangeran Louis dan termasuk orang kepercayaannya. Tanpa sedikitpun menurunkan rasa hormat, Dean mengangguk, “akan segera saya lakukan.”

“Satu lagi, aku ingin anggur terbaik untuk kemenanganku malam ini,” Pangeran Louis melangkah masuk ke dalam ruangannya sembari menunggu minuman anggur kesukaannya.

“Dimengerti.”

Nita K.

CERITA INI AKAN SEGERA DITERBITKAN DALAM BENTUK CETAK. PANTAU TERUS DI AKUN INSTAGRAM DI VAELAVEY DAN NANTIKAN KABAR TERBARU.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status