Share

44 A

Setelah gombalan buaya darat yang spontan kuucapkan pada Alina, aku selalu menghindari tatapan darinya. Malunya itu sampai ke ubun-ubun. Aku jadi menyibukkan diri dengan Ahmad dan Cici. Mengambilkan apa yang mereka mau saat makan. Mungkin dia berpikir kalau ini kayak pencitraan, tapi aku benaran tulus sayang pada anak-anak ini.

“Jadi kita mau kemana lagi, Alina? Anak-anakku udah terus menguap nih,” ujar wanita bernama Lisda itu.

“Kita pulang sajalah. Dua bocah ini juga udah menguap terus, tapi kalau dibawa main-main lagi, pasti mau juga. Imbasnya nanti malam. Kalau mereka kecapean, bisa rewel dan tidak bisa tidur,” balas Alina.

Wanita yang sudah mendapat restu dari Emak itu berdiri, tapi kutahan. Aku yakin dia mau ke kasir.

“Biar Abang yang bayar tagihannya, Alin.”

Sebagai seorang laki-laki, aku tidak keberatan membayar semua makanan yang sudah dipesan, meskipun uangnya lebih banyak.

Alina tersenyum sekilas. “Aku gak mau ke kasir kok, Bang. Memang Abang yang harus bayar. Kan yang ngaj
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status