Share

PART 3 : TAK PAHAM

Nicky memandang beberapa wanita yang tengah ribut di hadapannya, mereka dengan wajah tak niat, bahkan ada yang dari mereka menjambak rambut satu sama lain.

Ia tak mengerti mengapa mereka meributkan dirinya, hingga semua nampak memperhatikan mereka, Nicky tak berniat melerai mereka, bahkan ayahnya saja entah kenapa.

Biarkan saja mereka lakukan apa yang mereka mau, ia sama sekali tak perduli.

Dia meminum wine lagi dalam sekali tegukan dan air berwarna merah itu habis diminumnya, ia memperhatikan gelas dengan bentuk seperti terompet ini, sebenarnya barang unik seperti gelas ini bagusnya menjadi pajangan dari pada menjadi sungguhan.

Dari celah gelas di depannya, ia melihat di antara mereka semua, ada gadis dengan rambut yang mengepang panjang ke bawah menatap hal didepannya dengan wajah sedih.

Dia memegang sebuah kota didepannya dengan erat, wajahnya yang chubby mengingatkan dia dengan seseorang. Melihat tubuh gadis itu berbalik ia hanya tau satu nama. "Puspita!"

Ia berjalan melewati kerumunan wanita yang entah memperebutkan apa, hingga ia berada di depan gadis yang tinggi mungkin hanya sampai dadanya.

Pandangan mereka bertemu, Nicky memikirkan kesempatan ini untuk kabur dari wanita-wanita rese itu. Dengan cepat dia berjalan mendekati Puspita dan menariknya pergi. "Ayo kita pergi, ada sesuatu yang harus aku katakan."

Tangannya tiba-tiba di tarik, membuat Puspita menatap tak percaya. Perlahan-lahan tapi pasti langkah itu semakin cepat, hingga mereka pergi ke area taman belakang rumah itu.

"Huh, mereka benar-benar," ucap Nicky lega, sedangkan Puspita hanya menatap terpesona pada pria di depannya. Pria yang tadi baru saja menghembuskan nafas lega mantapnya dengan ramah. "Maaf ya, namamu siapa?"

Puspita terkejut, ia kira pria ini menyebut namanya karena kenal, tapi kenapa dia bertanya lagi? Karena tak ada jawaban Nicky menggaruk kepalanya tak gatal. "Aku tadi menyebut namamu karena ingat dengan adik kecilku, dan kesempatan untuk kabur juga, mereka benar-benar gila? Apa yang mereka inginkan dariku, iyakan?"

Puspita hanya tersenyum, senyuman tipis itu entah kenapa membuat jantung Nicky berdetak. Gadis pendek itu sangat manis dengan senyuman lembut miliknya. "Mungkin mereka sangat menyukai anda, Tuan muda."

Nicky mengangguk memang tak aneh, diluar negri pun dia juga kadang menjadi pacar impian para kaum hawa, tapi yang lebih brutal di negara sendiri. "Tapi aku tidak menyukai mereka."

"Lalu seperti apa yang anda suka?"

Pria itu terdiam sebentar mendengar pertanyaan gadis yang ada didepannya. "Aku suka gadis yang ... Manis."

Puspita hanya tertawa kecil mendengarnya, biasanya pria menginginkan wanita yang cantik, bertubuh seksi dan sesuatu yang binal tentang bagian tubuh mereka.

Beberapa teman sekolahnya bicara seperti itu, tentang type ideal mereka tapi kenapa didepannya ini berbeda. "Apa anda suka dengan gadis yang banyak gula di wajahnya?"

"Ah bukan seperti itu maksudku, imut. Aku suka gadis yang imut, oh iya kamu belum jawab tentang namamu?" tanya Nicky, dari semua orang hanya gadis ini yang berpakaian paling sederhana dan terkesan kampungan.

"Puspita!"

"Hah?" tanya Nicky tak percaya.

"Namaku Puspita, Om!" ucap Puspita yang tersenyum lebar, rupanya dia banyak berubah sehingga Nicky tak mengenalinya.

Wajahnya masih mematung tak percaya, hingga dia mendekat kearah wajah Puspita membuat gadis yang baru menginjak usia lebih dewasa lagi itu, memundurkan wajahnya karena terkejut. "Om mau apa?"

Tiba-tiba kepalanya dipegang Nicky yang membuat Puspita menutup matanya, dia belum siap ciumannya akan di rebut. Hingga satu menit berlalu tak ada apapun yang terjadi, membuat gadis itu kembali membuka matanya.

Ia terkejut dengan wajah Nicky yang masih ada didepannya. "Om ngapain sih?"

"Hah, aku melewatkan banyak hal tentang kamu Puspita, kamu jadi sangat besar dalam waktu singkat."

"Singkat? 8 tahun itu singkat?" tanya Puspita yang tak percaya. "Dan Om terlihat begitu dewasa, ada bulu halus juga di wajah."

Puspita memegang wajah Nicky yang membuat pria itu memandangnya lekat, karena tatapan itu buru-buru Puspita melepaskannya, ia merasa akan ada sesuatu yang meledak di dadanya.

Dia sangat tampan dan matanya juga begitu indah saat memandang, membuat dia gugup juga salah tingkah dalam satu waktu.

Nicky mengusap lembut rambut Puspita sambil tersenyum, tinggi tubuh yang berbeda jauh membuat Nicky harus membungkuk untuk melihat wajah gadis yang dulu sama kecil seperti sekarang. "Apa kamu merindukan Om, hhhmm?"

Puspita yang malu dengan perasaan menunduk sambil mengangguk, entah kenapa dia takut melihatnya, apa karena sudah dewasa jadi ia merasa sensasi aneh ini. "Iya aku kangen sama Om."

"Om juga kangen, dan apa ini?" tanya Nicky yang mengambil kota hitam dari tangan Puspita, gadis yang terkejut karena hadiah murahnya di ambil buru-buru meraihnya kembali, ia takut Nicky akan kecewa dengan barang yang ia berikan.

"Om itu bukan apa-apa, sini hin!" ujarnya yang meraih tangan Nicky yang begitu tinggi untuk di raih.

Nicky masih meledek dengan tangan yang mengacung lebih tinggi lagi, perbedaan tinggi yang jauh membuat Puspita benar-benar tak bisa meraihnya sama sekali.

Hingga gadis itu menyerah dan terdiam sambil memanyunkan bibirnya, pipinya juga ikut menggembung karena aksi itu. "Sudahlah, lagi pula itu emang buat om kok."

Nicky menurunkan tangannya, memandang kotak itu. "Buat om?"

"Iya, aku beli gak mahal jadi aku malu," ucap Puspita yang sekarang menyembunyikan seluruh tangannya di punggung.

Nicky membukanya, lalu dia tersenyum.

Cukup lama Puspita menunduk tak berani melihat, pria yang dulu sangat baik padanya. Entah kenapa sekarang ia takut kalau empatinya membuat dia salah paham pada rasa dalam dirinya.

"Lihat, bagus tidak?" tanya Nicky yang membuat Puspita melihat kearahnya, sekarang terlihat tangannya memakai jam tangan yang ia beli tadi.

"Harganya cuma 100 RB, Om."

Nicky terdiam beberapa detik, lalu mengeluarkan uang yang ada di saku celananya, beberapa lembar merah ada di sana. Nicky mengerti 5 lembar uang ke tangan Puspita yang membuat gadis itu heran. "Apa ini om?"

"Kamu jual jam tangan ini sama om, kan?"

Mendengar itu, Puspita menatapnya kesal dan haran. Ia mendorong uang itu dengan wajah tak bersahabat. "Bukan om, aku beli itu harganya 100 rb, maksud aku kalau om gak nyaman udah jangan pakai gitu, bukan aku jual jam tangan!"

"Oh, om kira kamu jualan," balas Nicky yang kini menarik tangan gadis itu dan memberikan uang yang tadi di tolak oleh Puspita, secara kasar dia letakan di telapak tangannya lalu setelah itu membuat tangan itu mengepal. "Buat jajan!"

"Om banyak uang sekali ya, sampai ngasih aku uang Mulu?"

"Emang banyak sih, ini cuan secuil dari uang om di rekening, kenapa? Kurang banyak?" tanya Nicky, yang membuat Puspita menarik tangannya.

"Sudahlah, tak ada gunanya bicara sama orang kaya, taunya cuma uang-uang terus."

Puspita pergi membuat Nicky nampak heran dengan aksi itu, bukannya anak itu yang mulai bertanya, dia hanya menjawab saja. "Apa anak sekarang memang tak jelas?"

.

Pesta berjalan dengan lancar bagaimana semestinya, pesanan yang begitu banyak itu sudah di berikan ke beberapa panti asuhan, panti jompo juga pengemis di pinggir jalan, sebelum pesta ini berlangsung.

Sekarang jam 1 dini hari, Puspita nampak membantu membereskan kekacauan dengan pelayan yang lainnya, Nicky yang sekarang bersama ibunya berdiri menatap setiap hal yang mulai di rapihkan.

Wanita yang selalu duduk di kursi roda sepanjang hari itu, keluar untuk menyapa tamu yang hendak pulang, dia takut akan ada rumor aneh jika ia tidak keluar sama sekali.

Mereka nampak memperhatikan Puspita, yang dengan rajin membantu yang lain, juga tatapan Nicky yang begitu lekat.

"Anak itu cepat sekali besar ya?" tanya ibunya yang membuat Nicky terdiam, sambil mengembangkan nafas.

Entah kenapa sering kali terdengar suara batuk dari bibir ibunya, belum lagi tubuhnya yang semakin kurus. Ia sedikit ragu kalau ibunya akan melahirkan nantinya.

"Iya, mah. Aku tadi gak tau kalau itu Puspita," ucapnya sambil tersenyum.

"Kamu mau berpacaran dengan dia?" tanyanya ibunya yang serius, membuat Nicky tak paham.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status