Share

Bab 18

Ketika Yesa mendengar itu, dia langsung memujinya, "Tuan Joni memang pantas jadi anak orang kaya. Sifat murah hati dan pemikirannya sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan orang biasa, apalagi pria aneh dari pegunungan itu."

"Benar. Seseorang yang harus belajar dari Tuan Joni. Jangan hanya tahu omong kosong saja dan menjelek-jelekkan orang."

Karena Joni banyak membantu Keluarga Lianto, Kakek Muhar juga merasa pemuda itu baik. Kakek Muhar pun berkata, "Tuan Joni memang teladan bagi semua orang. Karena Tuan Joni sudah bilang begitu, Widia, bawalah Tobi pergi ke jamuan itu."

Meskipun Widia enggan, dia tetap mengangguk.

Keesokan paginya, Tobi menerima foto dari Damar melalui ponselnya. Pria itu langsung tercengang. Bukankah ini gadis kecil yang dia minta Damar cari?

Tak lama kemudian, Damar meneleponnya, "Tuan Tobi, apa kamu sudah lihat fotonya?"

"Ya. Itu gadis yang aku suruh kamu cari, kamu sudah menemukannya?" Tobi terkejut sekaligus senang. Dia tidak menyangka Damar begitu cepat menemukan gadis itu. Padahal, dia hanya memberikan sedikit informasi kepadanya.

"Kalau memang itu dia, kebetulan sekali, gadis itu ada di sampingmu."

"Siapa?"

"Widia Lianto, Nona Widia!"

"Apa!"

Wajah Tobi penuh dengan keterkejutan.

Saat itu, Tobi baru berusia delapan tahun. Dia sangat lemah dan sedang diburu oleh pembunuh. Dia bersembunyi di taman kecil. Ketika dia hampir mati kelaparan, dia bertemu dengan seorang gadis kecil yang cantik.

Gadis kecil itu tidak keberatan dengan penampilan kotornya itu. Dia juga membawakan Tobi makanan dan pakaian bekas. Mereka bahkan bermain bersama.

Tobi memanggilnya "Gadis manis" dan gadis kecil itu memanggilnya "Pengemis kecil".

Pengemis kecil bahkan berjanji kepada gadis kecil itu, saat dia besar nanti, dia akan mencarinya, melindunginya dan juga menikahinya.

Tobi juga memberikan liontin giok di lehernya kepada gadis kecil itu.

Hingga hari ketujuh, Raja Naga sebelumnya menemukan Tobi. Karena ada masalah penting, Raja Naga sebelumnya langsung membawa Tobi pergi, bahkan dia tak sempat mengucapkan selamat tinggal kepada gadis kecil itu.

Melihat foto di ponsel itu, Tobi bertanya lagi, "Apa kamu yakin gadis di foto itu adalah Widia?"

"Ya!"

"Kalau nggak, Anda bisa cari foto Nona Widia saat masih kecil untuk dijadikan perbandingan."

"Baik, aku mengerti."

Tobi menutup telepon. Saat keluar, dia kebetulan berpapasan dengan Widia yang hendak sarapan. Dia tersenyum dan bertanya, "Widia, apa kamu punya foto saat kamu berusia tujuh tahun?"

"Buat apa?"

Widia memandang Tobi dengan bingung. Wanita itu selalu merasa Tobi agak aneh.

"Nggak apa-apa. Hanya mau lihat seperti apa dirimu saat kecil."

"Gila!"

Widia merasa aneh. Kenapa pria itu tiba-tiba ingin melihat fotonya saat masih kecil. Apa pria itu sudah tidak waras?

Mungkinkah dia seorang pedofil? Tapi nggak seharusnya dia minta foto.

"Kalau nggak, coba lihat ini?" ujar Tobi sambil mengeluarkan foto di ponselnya.

"Apa?"

Widia berbalik dan menatap tajam Tobi, "Kamu mau buat apa? Dari mana kamu menemukan foto masa kecilku?"

"Ini benaran kamu?"

"Katakan, dari mana kamu mendapatkannya? Kamu ambil ini buat apa!"

"Nggak ada. Aku hanya lihat-lihat saja."

Tobi terkekeh dan berbalik pergi, tapi hatinya agak bergejolak.

"Dasar gila!" umpat Widia diam-diam. Tiba-tiba Tania meneleponnya dan mengatakan ingin mentraktirnya makan.

Kebetulan kakeknya memintanya untuk membawa Tobi pergi membeli pakaian untuk jamuan makan, jadi dia langsung menyetujuinya.

Widia pun menceritakan masalah Tobi kepada Tania. Awalnya, dia mengatakan tentang kelakuan abnormalnya tadi, kemudian tentang bualannya yang tinggal di Vila Distrik Terra 1.

Mendengar ini, Tania tampak kaget.

Mana mungkin!

Mana mungkin orang yang dia lihat di malam itu adalah Tobi.

Tidak mungkin!

Pasti kebetulan saja!

Jika tidak, Tobi pasti bukan orang biasa. Lalu, kenapa dia mau menjadi menantu Keluarga Lianto?

Tidak, dia harus menanyakannya nanti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status