Share

Bab 22

"Baguslah kalau begitu!"

Tania mengerutkan kening saat mendengarkan percakapan Tobi dan Widia. Setelah kejadian ini, hubungan mereka sepertinya makin membaik. Hal seperti ini tidak boleh terjadi.

Pria yang paling cocok dengan Widia hanyalah Tuan Joni.

Jadi, Tania segera berkata, "Tobi, seni bela diri itu memang bagus, tapi negara kita punya hukum, seni bela diri hanya bisa menakuti orang biasa."

"Dibandingkan dengan kekuasaan, seni bela diri nggak ada gunanya!”

Heri langsung bangkit kembali. Karena Widia menghentikan Latif tepat waktu, cederanya tidak serius. Dia mendukung pacarnya dan berkata, "Benar! Dalam menghadapi kekuasaan, nggak peduli apa keahlianmu, itu semua nggak berguna."

Tobi terkekeh dan berkata, "Benarkah? Kalau begitu, kamu juga termasuk orang yang nggak berguna, dong. Kalau nggak, kenapa tadi kamu bisa dikalahkan oleh preman seperti itu?"

"Itu karena dia menyerang secara diam-diam. Kalau nggak, aku sudah ...."

Heri kelihatan sangat marah hingga dia tidak bisa berbicara dengan baik.

"Hehe ...."

Tobi tidak membantah, dia hanya tertawa, tapi itu jelas-jelas sarkasme.

"Sudahlah. Heri, terima kasih telah membelaku tadi. Bagaimana lukamu? Apa kamu mau pergi ke rumah sakit?" tanya Widia sambil mengatasi kecanggungan Heri.

"Nggak usah, hanya luka kecil saja. Aku juga nggak sempat melawannya tadi. Kalau nggak, aku pasti akan menghabisinya," kata Heri berlagak.

Widia tidak berbicara lagi. Dia malas meladeni pria itu lagi, kemudian dia berkata, "Kalau begitu, ayo kita pesan makanan."

Setelah mereka berempat selesai makan, mereka pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian. Setelah mengunjungi beberapa toko, Widia masih belum menemukan pakaian yang dia inginkan. Sampai dia melihat sebuah gaun hitam panjang tergantung di sana.

Widia melangkah maju dan menyentuh gaun itu sebentar, dia merasa sangat puas.

Karyawan toko segera menghampirinya dan menjelaskan pakaian itu kepadanya, "Ini dirancang oleh desainer kelas atas dari Yutali. Gaun ini buatan tangan, di seluruh Kota Tawuna hanya ada satu ini saja."

"Badan Anda sangat bagus apalagi Anda cantik sekali. Gaun ini pasti cocok untukmu."

Widia mengangguk dan berkata, "Yang ini saja, bungkuskan untukku!"

Karyawan itu mengangguk dan segera melepas gaun itu dari manekin.

"Wah, gaun ini bagus sekali."

Pada saat ini, seorang wanita yang berpakaian mencolok muncul dan mengambil gaun itu dari tangan karyawan toko.

Tania langsung merasa tidak puas dan berkata, "Hei, apa yang kamu lakukan? Kami yang duluan melihat gaun ini."

Namun, wanita itu mengabaikannya. Dia terus mencocokkan gaun itu pada tubuhnya dan berkata, "Kak Yudi, aku suka gaun ini. Kemarilah dan bantu aku lihat."

"Beli saja kalau kamu suka," terdengar jawaban pria itu, sepertinya dia punya banyak uang.

Melihat wanita itu mengabaikannya, Tania merasa kesal.

Melihat pacarnya ditindas, Heri berniat marah sekaligus memamerkan kekuatannya. Namun, saat Heri melihat pria itu masuk, ekspresinya tiba-tiba berubah.

Bukankah ini Yudi Saswito, putra sulung dari Keluarga Saswito?

Keluarga Saswito memiliki banyak industri yang sangat kuat. Yang paling penting adalah Yudi memiliki seorang paman yang merupakan sosok inti dari Geng Naga Hitam dan sangat menakutkan.

Heri segera tersenyum dan berkata dengan sopan, "Tuan Muda Yudi!"

"Kamu?"

"Aku Heri Darmawan. Saat minum-minum kemarin, aku bertemu denganmu meski dari jauh, sih,” jawab Heri sambil membungkukkan badannya.

Pemandangan ini membuat Tania terpana. Siapa orang yang bisa membuat Heri bersikap begitu rendah hati?

"Nggak kenal" kata Yudi sambil menggelengkan kepalanya.

Heri merasa canggung, kemudian dia menjelaskan, "Itu Tuan Yudi. Dia jago seni bela diri, keluarganya punya banyak aset dan punya kekuasaan politik, jadi kita nggak boleh menyinggungnya."

Widia dan Tania mengangguk. Ternyata pria itu adalah tuan muda Keluarga Saswito.

Meski mereka tidak bertengkar, wanita itu tidak mau melepaskan mereka. Dia mengejek Heri, "Mengapa tiba-tiba jadi penurut? Bukankah tadi kamu sangat sombong?"

Begitu Heri mendengar itu, dia segera membungkuk dan meminta maaf, "Bukan seperti itu. Tadi hanya salah paham saja."

"Hanya salah paham?"

"Beraninya dia merebut barangku, suruh dia berlutut dan minta maaf padaku!"

Wajah wanita itu tampak arogan dan menunjuk ke arah Tania dengan tangan kanannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nurhidayat Ktp
lumayan bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status