Share

Bab 20

"Latif, bukankah kamu masih punya utang 20 miliar kepada Keluarga Lianto? Aku masih belum perhitungan sama kamu soal kemarin itu, tapi kamu berani muncul di sini?" tanya Widia dengan marah.

"Aku punya 20 miliar, tapi kamu harus ambil ke rumahku!"

"Kalau bahas soal kemarin itu, aku kesal!"

Latif Candiono mendengus dingin, "Kenapa kamu cari pria lain setelah aku memberimu obat?"

Widia seketika merasa malu, lalu dia berkata dengan marah, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan!"

"Omong kosong? Memangnya hari itu kamu nggak cari pria lain, lalu menyelesaikannya sendiri? Hebat sekali, tapi jangan khawatir, hari ini aku nggak akan membuatmu kesulitan."

"Coba kalau kamu berani!"

Widia kaget sekaligus marah.

"Lihat saja nanti!" kata Latif sambil tertawa keras.

Latif paling paham dengan wanita hebat seperti Widia. Setelah selesai, dia akan mengambil video dan foto, jadi dia tidak berani mempublikasikannya.

Kalau tidak, kenapa Widia tidak lapor polisi di saat itu?

Saat melihat itu, Heri merasa dia punya kesempatan untuk pamer, tapi dia perlu bertanya dengan jelas dulu, "Nona Widia, siapa mereka?"

"Pemilik bar, dia punya belasan orang di bawah komandonya," jawab Widia.

Latif berutang 20 miliar kepada Keluarga Lianto untuk biaya renovasi dan masih belum membayarnya.

Terakhir, saat menagih utang, Widia hampir tertangkap oleh pria itu. Berkat kerja keras sopirnya, dia berhasil kabur.

Bukankah dia hanya seorang pemilik bar? Meski punya belasan anak buah, bukankah keluarga Widia lebih hebat?

Heri segera bangkit, menunjukkan sisi dominannya dan berkata dengan lantang, "Beraninya kalian menindas teman-temanku di hadapanku!"

Melihat pacarnya begitu berani, Tania merasa bangga, apalagi Heri adalah seorang ahli taekwondo. Dia mengejek, "Tobi, apa kamu nggak merasa malu?"

"Istrimu sudah ditindas seperti itu dan kamu hanya diam saja. Terakhir, malah minta bantuan pacarku.”

"Lihat dulu bantuannya berguna atau nggak," kata Tobi sambil menggelengkan kepalanya.

"Oke. Lupakan saja kalau kamu nggak mau bantu, tapi kamu malah berkomentar sinis. Kenapa Widia bisa menikah dengan pecundang seperti kamu?" Tania kelihatan marah.

Wajah Widia juga penuh kekecewaan, tetapi dia hanya terdiam saja.

Padahal, Heri sudah berusaha membantunya, tapi Tobi malah mengatakan ucapan seperti itu.

Dengan dukungan pacarnya, Heri makin arogan dan berkata, "Jujur saja, aku pemegang sabuk hitam tingkat tujuh Taekwondo. Kalau kalian nggak takut mati, ayo maju ke sini."

"Sabuk hitam tingkat tujuh, luar biasa, dong." Latif terkekeh.

"Tentu saja. Jadi, sebaiknya kalian pergi dari sini .... Aduh ...."

Ternyata sebelum Heri selesai berbicara, Latif langsung mengambil kursi di sebelahnya dan memukul kepala pria itu dengan cepat.

Heri terkejut dan refleks menghindar. Namun, karena Latif terlalu cepat, kursi itu mengenai bahu Heri. Pria itu sontak menjerit kesakitan.

Latif mengambil satu langkah ke depan dan langsung menendang Heri keluar.

Argh!

Heri kembali menjerit dan terjatuh ke lantai. Dia langsung berteriak, "Kamu, kamu menyerang secara diam-diam. Kamu nggak punya etika bela diri!"

"Sialan!"

Latif mengutuk marah. Pria itu mengambil kursi lagi dan melangkah maju untuk memukul Heri sampai mati.

Tania tercengang. Bukankah Heri bilang dia sangat kuat? Mengapa dia begitu cepat dikalahkan?

Sepertinya dia tidak bisa mengalahkan Latif.

Widia juga ketakutan, tetapi dia segera berdiri dan mengadangnya, "Hentikan!"

Heri hanya berusaha membantunya, dia tidak akan membiarkan pria itu dipukul sampai mati.

"Hehe. Taekwondo apaan? Lemah sekali."

Wajah Latif dipenuhi dengan rasa jijik.

"Baik, Nona Widia. Seharusnya nggak ada yang bisa mengganggu kita lagi."

Wajah Widia tampak kusut.

"Siapa bilang nggak ada? Suaminya masih di sini." Tobi hanya ingin Latif menyelesaikan Heri, tapi dia tidak berniat membiarkan istrinya ditindas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status