"Masih sakit Mas?"
"Gak."
"Beneran? Kok meringis begitu."
"Gak papa. Anak kita gimana?"
"Dia baik. Kangen dia ditengokin sama ayahnya."
"Yang kangen anaknya apa ibunya?"
"Hehehe."
"Ish. Isteri mas sekarang ya?"
"Tapi suka kan?"
"Sukalah."
Bagas memeluk tubuh sang istri penuh sayang. Sudah satu minggu Bagas dirawat setelah bangun dari koma. Hari ini niatnya Bagas akan pulang, tergantung bagaimana diagnosa dari dokter setelah visit nanti siang.
"Mas kangen kamu. Kamu tahu gak sih!"
"Lah ini Nawang di sini."
Seruni memasuki kamar rawat Bagas bersama Bowo. Tentu saja Seruni melihat bagaimana mesranya Bagas dan Nawang. Sungguh menyebalkan dan membuat iri saja.
"Mas," panggil Bowo.
"Eh Wo. Baru datang," ucap Bagas tanpa melepas pelukan tangannya pada bahu Nawang. Mereka tengah duduk di atas ranjang pasien.
"Iya Mas. Ini aku sama Mbak Seruni."
Nawang menatap Seruni dengan
"Kami sudah menangkap teman tersangka Pak.""Baik, dimana dia?""Mari saya antar."Genta mengikuti anak buahnya dan menemui rekan Santoso."Kamu Dianto, 'kan?""Iya benar.""Kamu tahu siapa yang menyuruh Santoso untuk mencelakai saudara Bagas.""Tidak. Orang itu hanya menelepon kemudian mengantarkan uangnya di tempat yang sudah dia tentukan.""Benarkah?""Dia laki-laki atau perempuan.""Yang menelepon suara perempuan.""Hem ... Dari suaranya kira-kira usiannya masih muda atau sudah tua?""Suaranya melengking.""Melengking. Baiklah."Genta berpikir, suara melengking dalam keluarga Bagas hanya dimiliki oleh ... Ya Ampun. Mungkinkah?****"Kamu kenapa, Wo?""Gak papa, Bu. Bowo cuma kecapean."
Duka menyelimuti keluarga Atmaja. Terutama bagi Binawan dan Bestari. Tampak sekali kesedihan pada raut muka keduanya. Mereka tak menyangka nasib cucunya begitu menyedihkan, mati ditangan ibunya sendiri, Betty."Bagaimana bisa, Betty membunuh darah dagingnya sendiri?" lirih Bestari."Kamu bisa tanyakan nanti padanya," ucap Binawan sambil menghembuskan napas.Bisik-bisik para tetangga dan keluarga mengiringi upacara pemakaman Bowo. Bahkan suara mereka sungguh terlalu keras. Seruni tidak ikut mengantar Bowo ke liang lahat karena harus dirawat setelah mendapatkan banyak luka fisik dari Betty. Betty sendiri tengah diinterogasi di kantor polisi.Bagas menatap gundukan tanah yang terdapat nisan bertuliskan Prabowo Putra Atmaja. Dia masih duduk di atas kursi ditemani Budi dan Wanto. Sementara keluarga lain sudah kembali ke rumah. Nawang sendiri tidak ikut, karena dia sedang hamil. Kata orang tua, ibu hamil tidak boleh ikut ke acara pemakaman katanya takut kena 's
Bagas masih membanting apapun yang ada di dalam kamarnya. Sedangkan Nawang hanya bisa menangis sambil memegangi perutnya."Hiks ... hiks ... Mas Bagas. Hentikan. Nawang mohon ...," lirih Nawang."Kenapa mereka kejam Nawang, apa salah Ayah dan Ibuku. APA!"Prang ... Prang ..."Mas ... Aw ... Mas ...."Bagas menatap Nawang, tiba-tiba dia sadar ketika melihat perut Nawang yang mulai membuncit."Nawang ... kamu kenapa?"Bagas memutar roda dan mendekati sang istri. Bagas mengulurkan tangannya ke perut Nawang. Wajah Bagas pias. Dia baru sadar jika dia bertindak brutal dan labil."Naw ....""Ssssttt ... diam." Nawang mengarahkan tangan Bagas pada perut bagian bawah.Bagas terkesiap, Nawang sendiri tersenyum sumringah."Dia .... " Bagas tak mampu melanjutkan kata-katanya."Dia menendang Mas. Pertama kalinya menendang. Diusia kehamilan ke dua puluh empat minggu."Bagas menatap Nawang dengan
Kesibukan Bagas mengurusi pabrik dan perkebunan kian bertambah apalagi Bagas sudah mulai memasarkan hasil teh dari pabriknya sampai negeri tetangga seperti Malaysia, Singapura, China, dan Brunai. Budi sendiri masih sibuk mengurusi cafenya.Setelah bercerai dengan Seruni, Bisma memilih menenggelamkan dirinya pada kegiatan berlatih membatik. Hasil kerajinannya sedikit-sedikit dipasarkan dengan bantuan Bagas.Kehamilan Nawang sudah menginjak sembilan bulan. Tinggal menunggu sinyal dari buah hatinya yang diperkirakan berjenis kelamin laki-laki.Binawan tak bisa menyembunyikan bahagianya. Calon cicitnya adalah sumber kekuatannya untuk berjuang tetap hidup hingga melihatnya lahir ke dunia.Sementara kehidupan keluarga Atmaja mulai tenang. Tidak dengan Seruni. Ambisinya mendapatkan Bagas kian menggebu. Hampir setiap hari dia melakukan teror dengan selalu mengirim chat mesra kepada Bagas. Bagas sama sekali tak menggubrisnya. Bahkan setiap Seruni datang ke p
Bagas sedang mengamati beberapa sertifikat tanah hasil warisan sang Eyang. Bukannya senang tapi Bagas justru terlihat enggan.Sebuah sentuhan menyadarkannya bahwa di ruang itu ada Nawang."Mas kenapa?""Mas capek Dek.""Mau Nawang peluk?""Boleh."Bagas membaringkan diri dan menaruh kepalanya di pangkuan sang istri. Sengaja mukanya menghadap perut sang istri dan seperti biasa Bagas mengobrol dulu dengan jagoannya. Obrolan aneh yang akan membuat Nawang tertawa.Setelah mencium perut Nawang, Bagas mencoba memejamkan mata. Tak lupa tangannya melingkar di perut sang istri. Nawang membelai lembut rambut suaminya. Ia tak banyak bicara karena tahu Bagas sedang lelah dan butuh istirahat.Sementara itu, di salah satu bagian rumah, Budi sedang menatap marah hasil pembagian warisan dari Eyangnya."Ck. Kenapa Bowo harus dapat juga? Dia kan udah mati. Agghhhh ... sial. Mana mungkin aku ngambil bagian Mas Bisma sama Bagas. Pasti ketah
Bagas masih menatap ponselnya. Berita yang baru saja dia terima membuatnya termenung lama. Meski dia tak menyukai Nana, namun mendengar dia meninggal dengan tragis tetap membuat sudut hatinya sedih.Bagas merasa bersalah karena tak bisa memberi hatinya untuk Nana. Mau bagaimana lagi, hati lebih tahu dimana dia ingin dilabuhkan dan bertahan.Ting.Sebuah notifikasi berhasil mengalihkan lamunan Bagas. Dahi Bagas mengerut, rahangnya mengeras. Kini tugasnya semakin banyak, selain mengungkap misteri di keluarganya kini dia harus ekstra menjaga Nawang karena Kevin sudah berkeliaran di Banjarnegara."Mas."Bagas berusaha tersenyum ketika melihat kedatangan Nawang."Iya.""Belum berangkat?""Belum. Nantilah.""Jangan gitu Mas, mentang-mentang jadi bos malah jadi pemalas.""Hehehe. Enggak gitu Sayang. Aku cuma bera
Bagas menatap potretnya dengan Nawang. Bahkan dia tak bisa membendung lagi air matanya. Binawan sendiri hanya bisa diam pun dengan Bisma dan Binna.Kejadian hari ini menambah daftar guncangan pada keluarga Atmaja. Dari mulai kematian Bowo, Betty yang berada di RSJ, Bestari yang kini dipenjara dan kini Budi yang sedang diperiksa terkait dugaan percobaan penculikan.Genta masih sibuk mengurusi kasus ini. Dia sudah mengerahkan beberapa polisi hutan untuk mencari keberadaan Nawang.Bagas segera mengambil kunci mobilnya, dia harus bertemu dengan Budi."Gas, kamu mau kemana?" tanya Binawan."Bagas harus dengar sendiri dari mulut Budi, kenapa dia sampai mengumpankan istri Bagas, Eyang. Bagas gak percaya hanya karena masalah dia ditipu oleh rekan kerjanya sampai dia harus mengorbankan Nawang. Kalau dia memang butuh uang, ada Bagas. Bagas siap membantunya. Harusnya dia minta tolong. Toh, Bagas bisa menggunakan warisan Eyang. Apa susahnya menganggap Ba
Bagas melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sampai di parkiran rumah sakit, Bagas segera bergegas mencari ruangan dimana eyangnya dirawat. Tubuh Bagas melemas melihat kondisi eyangnya yang nampak rapuh."Den.""Den Bagas."Wanto dan Maman dengan setia menunggui juragan mereka."Mbah Maman, Eyang gimana?" tanya Bagas khawatir."Den Bagas masuk aja, biar langsung bicara sama dokternya," saran Mbah Maman.Bagas menuruti saran Mbah Maman. Sampai di dalam ruangan eyangnya Bagas bertemu dengan dokter yang menangani sang kakek."Dokter, bagaimana keadaan Eyang saya?""Kami sudah berusaha, semua tergantung Allah."Jantung Bahas berdetak lebih kencang, ia segera melangkah mendekati Binawan."Eyang," sapa Bagas lembut.Binawan mencoba membuka matanya, tubuhnya terlihat tak bertenaga. Berbagai peralatan penunjang kehidupan melekat pada tubuhnya."G-gas ....""Iya Eyang.""Ber-janjilah, ka-mu