Kamila terus mengguyur tubuhnya dengan shower hingga air itu bisa menghapus sudut matanya yang terasa basah. Runtuh sudah ketegaran Kamila saat menginggat vidio yang dikirim oleh nomor yang gak ia kenal. Kamila mugkin saja murka atas kebodohannya yang telah salah menilai mempertahankan pernikahannya. Setelah mandi basah, Kamila menunaikan ibadah salat subuh. Kamila merasa begitu lelah, tentang hidupnya yang separuh dari hatinya telah menghilang. Suaminya baru kembali dari urusannya bersama bosnya ke luar kota. Tak lupa Kamila memulai rutinitas bersih-bersih senbari membuat sarapan buat suami juga anaknya. Selesai membuat darapan Kamila menyuapi Alifa dengan nasi goreng sosis requestnya semalam. Terakhir memberikan satu gelas susu, dan bersiap mengantarkan Alifa ke sekolah. Toh ... di rumah hanya semakin membuat Kamila menjadi gila karena mengingat foto-foto itu. Senyum lembut dan kehangatan serta cinta suaminya dulu yang selalu menatapnya dengan binar rindu yang sama. Kamila rindu
Terkadang enggak mudah buat bersikap seolah enggak pernah terjadi apa-apa di antara Kamila dan Erlan. Ada jarak yang tercekat antara keduanya, ada wanita itu yang menjadi penggoda di tengah pernikahan mereka. Namun Kamila harus kuat demi sang buah hati. Bahkan Kamila bisa kuat bertahan dan melaluinya juga sampai saat ini hanya karena Alifa putrinya. "Kamila.... ""Aku mau tidur, Mas.""Mila, pliss," tangan Erlan memegang bahu Kamila, namun segera di tepis olehnya. "Sudah ya, Mas. Aku enggak mau bahas soal ini lagi, urus saja wanitamu itu.""Mila, kita perlu bicara?"Kamila duduk bersandarkan sofa dan mengambil posisi paling ujung sofa dan Erlan berjalan dan ikut duduk mendekati Kamila. "Silahkan bicara, Mas."Rongga dada Kamila mulai sesak. "Ya, aku salah, Mila. Aku sering mengabaikamu beberapa tahun terakhir ini, aku akan perbaiki ini semua."Erlan berusaha mengenggam tangan Kamila, Kamila mencoba tersenyum meskipun hatinya perih. "Aku sudah berusaha untuk kuat, Mas. Namun aku s
Dada Kamila berdetak lebih cepat, sesaat ia menatap ke arah cermin dan bergetar mengoles bibir dengan lipstik warna natural, membubuhkan bedak padat tipis-tipis, lalu mengambil jilbab pashmina. Dan berjalan menuju ruang depan. Karena Alifa sudah menunggu untuk diantarkan mengaji, Alifa sudah siap dengan pakaian syar'inya. "Sudah siap, sayang?""Sudah, Ma.""Baiklah, kita berangkat ya?""Iya, Ma."Meski jarak untuk mengaji dengan rumahnya tak terlalu jauh, namun Kamila tidak tega karena girimis membasahi bumi. Kamila dan Alifa berjalan menggunakan payung untuk sampai di tempat mengaji. Kamila berharap Alifa mempunyai ilmu yang bermanfaat agar bisa buat bekal saat menjalani kehidupan. Kehidupan terus berjalan dengan segala aktifitas dunia. Aktifitas yang tidak ada habisnya. Sederet panjang kegiatan dua puluh empat jam sehari membuat Kamila terus menerus melakukan aktivitas tersebut berulang. Kamila ingin memberi bekal Alifa menuntut ilmu agama. Tak terasa mereka sudah sampai di TPQ
Tut ... tut .[Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, atau berada di luar jangakuan.]Aghhh.... Erlan meremas kasar rambutnya merasai panas dalam dadanya. 'Plis, Kamila angkat teleponnya.'Berulang kali Erlan menekan tombol, namun hasilnya tetap sama, nomor ponsel Kamila tidak aktif. Gundah itu yang dirasakannya, diam Erlan melangkah duduk di kursi teras, menelisik setiap sudut membayangkan tawa Alifa saat bermain dengan istrinya kamila. Biasanya Alifa mengajak dan menarik Erlan untuk ikut main bersama, ia berusaha membuang jauh-jauh bayangan Alifa di kepalanya. Bukankah dia sudah terbiasa menyakiti hati kamila selama tahun terakhir dipernikahananya? Berusaha tegar menjalani tugas menikahi Ambar walaupun terkadang terasa berat?Harusnya ia enggak menyakiti hati Kamila, agar ia enggak meninggalkannya seperti saat ini, Bertahun-tahun mengabdi di keluarga besar Ambar. Hingga sampai keluarganya beranjak sukses, Namun ada syaratnya ia harus menikahai wanita itu tentu saja dengan b
"Mas, kita jadi ke hotel nggak?"Erlan menoleh ke arah istri sirinya, Tampak ia sedang duduk di sampingya dengan rok mini, sehingga paha mulus Ambarwati menantang untuk dipandang. Dengan pakaian yang serba mini, tentu membuat pemandangan yang sayang jika dilewatkan bagi Erlan. "Jadilah. Aku udah booking hotel," ucapnya dengan nada sinis. "Seriusan, Mas?"Erlan merasa prustasi, saat Kamila menerima uluran tangan Lelaki itu untuk digengenggamnya dan diajak pergi tadi, ia berusaha ingin bersenang-senang saat ini dengan Ambar. Mencoba menghilangkan wajah Kamila yang terus melintas dalam ingatannya. "Serius lah, apa tampangku lagi bercanda?"Ambarwati tersenyum manis, sambil, memeluk Erlan dari samping. "Terima kasih, sayang. I like this.""Hmm."Dada Erlan begitu sesak, bayang-bayang istrinya Kamila selalu menghantuinya. "Oh, ya kau sudah menggugat istrimu itu?"Erlan menggeleng pelan. "Menurutku ya, jangan diceraikan dia biar tau rasa. Kita persulit saat Kamila minta cerai mas."Se
Tubuh Erlan bergetar hebat ketika untuk pertama kalinya harus menurunkan ego. Menemui wanita yang sembilan tahun pernah begitu berarti dalam hidupnya. Sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan pedih di hati. Yang mungkin tidak akan terlihat olehnya, Erlan berdiri menatap pantulan bulan separuh yang menggantung di atas sana. Ia menatap ke atas dengan rokok ditangan lalu kemudian menghisap rokok pelan-pelan lalu mengeluarkan asap ke atas. Menatap bintang yang sangat jauh hanya sedikit terlihat di atas sana. Menatap sekilas tetapi tetap merasa ada yang terasa tak nyaman dalam hatinya. Lebih menyakitkan dari pada melihat Kamila marah, ia bahkan tidak pernah melihat Kamila begitu berani dan sangat marah seperti itu. Keheningan malam akan membuat suara hati lebih terdengar. Saat itulah yang membuat Erlan semakin merana saat menginggat kejadian tadi pagi. Berdiri menatap sosok wanita yang sangat ia rindukan itu tengah duduk di teras rumah. Tadi senyumnya masih sama seperti dulu, wajah Kami
Saru hari Sebelum bertemu dengan Reyga. "Maaf aku terlambat, Mila. Tadi di perempatan jalan macet panjang karena ada jalan yang dibangun." Jelas Arum yang baru saja datang. "Nggak apa-apa, Tha. Ayo masuk," Ajak Mila. "Iya.""Ardha ga ikut?"Arum tersenyum. "Tidak, tadi ikut sekolah dan katanya mau dijemput sama, Mas Elang."Kamila berusaha tersenyum tipis, demi menutupi rasa gugup, ia tau Arum tak suka jika Kamila meninggakan suaminya dan membiarkan bersama pelakor itu. "Rum, mau minum apa nih bumil?" "Seperti biasa aja, Mila," jawabnya, sorot teduh netra Arum terus menatap tajam pada ke arah Kamila. Kamila mengangguk. Dan memberi tahu Mbok Parti, ia hapal minuman kesukaan sahabatnya dari dulu itu. "Aku merindukanmu, Mila, kau baik-baik saja kan?" ucapnya setelah Mbok Parti memberikan segelas teh hangat kesukaannya. "Aku baik, Rum."Arum menarik nafas kasar. "Lo yakin Erlan sudah menikahi gadis itu?""Iya, Dia yang bilang sendiri.""Terus keputusanmu?"Kamila tersentak. menata
"Tau ga tadi aku ketemu dengan siapa, Mas." Ambarwati duduk di samping suaminya. "Siapa?" tanya Erlan mengerjitkan dahinya. Ambar terlihat tersenyum jahat. "Kamila, sedang berjalan bersama seorang pria. Tapi sepertinya wajah pria itu ga asing ya Ma, dimana gitu kayak pernah lihat deh.""Iya, wajahnya sangat familiar," seru sang mama mertua. Tanpa sadar, Erlan yang menahan cemburu, mendengar ucapan Ambar dan mertuanya, wajahnya memerah ia sungguh tak sanggup menahan beban dihatinya. Dengan cepat ia mengambil air putih lalu diteguknya beberapa kali, inikah karma untuknya menahan cemburu yang kian membuncah. Saat mengatakan jika Kamila berjalan dengan lelaki lain. "Terus...!" Bohong Erlan jauh dilupuk hatinya ia begitu cemburu. Dan saat ini dirinya sedang tak baik-baik saja. "Ya, cuma mau kasih tau saja sih. Ternyata istrimu itu ga jauh beda, ya.""Ga jauh beda, gimana maksud kamu?" tanya Erlan yang begitu kesal. "Ah sudahlah, malas aku berdebat denganmu. Ayo, Ma kita masuk."Senja