Share

Mantan Calon Istri

“Sebenarnya aku mau tanya kalau job pak Lando itu aku ambil, kamu keberatan tidak? Kita tahu peraturan tidak tertulis di rumah mami tidak ada curi mencuri tamu yang sudah datang,” jelas Eve singkat.

“Iya ambil saja aku tidak ada masalah.” Natasya menghembuskan nafas lelah.

“Ok thanks Sya, selamat istirahat,” kekeh ceria si penelepon.

“Hem.” Di lempar ponsel ke nakas samping ranjang.

Beberapa hari ini memang mami terus menghubunginya, mengatakan pak Lando ingin menemuinya lagi namun Natasya tolak. Apa lagi yang akan membuatnya lebih malu menemui Gaza. Karena pertemuan terakhir mereka seminggu lalu itu Natasya menolak semua tamu yang datang.

Di tatap langit kamar putihnya, mengingat pertemanan mereka semasa sekolah dahulu. Walaupun kesal dan menggerutu, Gaza selalu menyampaikan salam dan hadiah serta surat dari teman sekolah mereka. Gaza yang judes luar biasa kadang di jadikan tameng Natasya menolak keluar dengan teman-teman lelaki mereka. Namun ada sedikit rasa ingin tahu Natasya bagaimana Gaza selama ini. Gaza adalah pria baik seingat Natasya, apakah ada niatan lain yang Gaza rencanakan.

Jengah karena terus menerus mami menghubungi meminta Natasya menemui tamu Lando, akhirnya Natasya menyetujui. Ia akan membuat Gaza berhenti menemuinya. Natasya menunggu di jemput di sebuah cafe, ia sengaja menunjukkan tampilan tanpa make up dan hanya mengenakan celana bahan panjang serta jaket hitam. Masihkah Gaza tetap akan membawanya. Sebuah mobil hitam terparkir di sana, tidak lama ponselnya berdering. Gaza meminta Natasya keluar cafe untuk segera masuk ke mobil. Pada akhirnya Natasya mengizinkan mami memberikan nomornya pada Gaza.

Natasya langsung masuk ke mobil tanpa menyapa Gaza, sedangkan pria di samping tidak menanyakan apapun. Begitu Natasya duduk, mobil langsung meninggalkan pelataran parkir cafe tersebut. Mereka berdua saling diam sampai Natasya sendiri yang tidak tahan hanya berdiam.

“Mau kemana sih kenapa masuk tol? Kamu tidak lihat penampilan aku? Enggak usah jauh-jauhlah sekitar sini saja. Toh cuma mau mengobrolkan?” ujar Natasya memancing obrolan.

Gaza menoleh sejenak. “Aku bahkan pernah lihat kamu lebih jelek dari ini Di, pas tengah malam kebersamaan di SMA. Kamu enggak berani ke kamar mandi sekolah. Pas lihat aku di lorong kelas main tarik saja minta di temani. Percayalah malam itu kamu belekan, rambut berantakan, dan baju tidur yang miring sebelah. Sampai tali dalaman kamu kelihatan, merah lagi warnanya.”

“Sialan kamu Ga! Jangan mengarang cerita.” Natasya pukul Gaza dengan dompet yang ia pegang.

“Aku enggak mengarang cerita Di, betulan separah itu sampai enggak bisa di lupakan. Coba dulu mereka si cupu-cupu yang katanya suka kamu lihat kamu kaya begitu. Putar balik semua pasti.” Gaza tertawa terbahak-bahak akan reaksi Natasya yang memukulinya membabi buta.

“Kenapa sih kamu harus mengingat hal memalukan kaya begitu, itu dulu bangun karena kebelet. Mana sempat rapikan rambut sama membersihkan mata. Lagian siapa yang mau lihat tengah malam begitu, kamu doang sepertinya.” Melipat tangan Natasya kesal di ingatkan akan kejadian itu.

“Jam itu aku tugas jaga keliling sama Roman,” ucap Gaza setelah selesai tertawa.

“Berarti Roman juga lihat?” keluh terdengar dari Natasya.

“iyalah dia sampai bengong lama banget, terus berkali-kali bilang itu tadi betulan Diwang Ga?” Gaza menjelaskan dengan terkekeh.

“Ya ampun.” Natasya menutup muka malu membayangkan.

“Memang kenapa, terlihat berantakan bukannya wajar. Kamu belum lihat saja seberantakan apa aku kalau lagi malas mandi.” Gaza menaikkan suhu pendingin, tiba-tiba ia merasa panas mengingat Natasya dahulu.

“Enggak ingin lihat juga,” lirih Natasya.

“Terima kasih Di sudah mau menemui aku walau dengan tampang senggol bacok.” Kembali Gaza terkekeh puas.

“Siapa yang bisa tolak duit banyak begitu kan? salah satunya tentu aku,” sindir Natasya.

Gaza menoleh ke arah Natasya, menatap wanita di sana dalam. Begitu mendengar jawaban yang terlontar dari mulutnya.

“Kenapa kaget begitu Ga? wanita yang kamu panggil ini bukan wanita dengan tali merah berantakan yang kamu ingat dahulu. Aku adalah Natasya wanita malam yang doyan mengencani pria hidung belang berkantong tebal. Ayolah tidak perlu sekaget itu,” sindir Natasya sengaja mengatakan itu agar Gaza paham ia sudah berubah.

Senyum Gaza membuat Natasya mengerutkan kening, Gaza benar gila sepertinya.

“sepertinya kamu tidak bisa di ajak ngomong baik-baik ya Di. Padahal kamu malu seperti tadi lebih baik dari pada melotot mengajak ribut begitu. Nanti saja ributnya aku pasti bisa berantem mulut sama kamu. Buat sekarang tolong jangan tarik urat leher dulu ya. Kepala aku lagi berasa mau meledak jadi dari pada kita ribut kalau sudah mulai buka suara lebih baik kita sama-sama diam,” tukas Gaza tanpa menatap Natasya.

Sekali lagi Natasya perhatikan wajah pria di samping, benar ia dapat lihat raut lelah dengan rambut berantakan di sana yang luput dari pengamatannya. Apakah Gaza baru pulang kerja, sepertinya tidak karena ia hanya mengenakan jeans dan kaos hitam. Akhirnya Natasya diam memandang jalanan di depannya.

Sesampainya di daerah puncak, rupanya hanya ada beberapa vila besar di sana. Lumayan jauh ke dalam dari kebanyakan vila yang biasa di sewa ke pengunjung untuk berlibur. Gaza memasukkan mobil setelah menghubungi seseorang yang Natasya yakin pasti pengurus vila.

“Kita mau menginap? aku tidak bawa ganti Ga.” Natasya berkata dengan mata menelisik sekitar yang sepi.

“Tidak, tenang saja. Sore balik lagi, aku cuma mau tidur saja kok. Ayo masuk kamu mau berdiri saja di situ?” Gaza berjalan meninggalkan Natasya yang terpesona pada pemandangan di sana.

Pohon besar rindang berjejer mengelilingi vila itu, kicauan burung samar terdengar di telinga Natasya. Ada jalan setapak batu terlihat di sisi kanan taman indah terawat di sana. Ingin Natasya ke arah sana, namun kedatangannya ke sini bukan untuk berlibur.

Memasuki pintu vila di sambut potret keluarga yang berbingkai besar berwarna emas, tiga pria dewasa memakai jas hitam. Dua pria berparas hampir sama duduk di depan pria paruh baya yang memegang ke dua bahu mereka dengan senyuman teduh. Senyuman bahagia penuh kebanggaan terpancar dari pria paruh baya tersebut. Dapat Natasya kenali itu adalah Gaza dan kakak kembar serta ayahnya. Mereka berdua sangat mirip jika diperhatikan sekilas, namun jika di telisik lebih cermat Gaza memiliki mata lebih kecil dari sang kakak. Tidak ada lesung pipi seperti yang di miliki kakaknya. Dan rambut Gaza sedikit ikal dengan senyuman persis keduanya bagai pinang di belah dua.

“Jangan terpesona begitu sama Valen Di, dia mau menikah akhir bulan ini dengan mantan calon istri aku,” tukas Gaza.

“Hah bagaimana? menikah dengan calon istri kamu?” pekik Natasya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status