Selesai menjenguk anak-anak, Serafin mengajakku ke tanaman. Aku juga sudah lama sekali tidak keluar rumah. Takut dicelakakan oleh tante wenda. Sekarang ada Serafin di sisiku jadi aku tidak perlu terlalu khawatir.
"Mau es krim atau apa?" tanya Serafin.
Rambutnya yang lebat menarik perhatianku dari tadi. Aku ingin sekali mendaratkan tanganku di kepalanya. Membelai lembut rambutnya yang lebat.
"Gak deh. Mau lihat-lihat aja. Udah lama gak keluar rumah. Rasanya seneng banget, bisa keluar lagi."
"Kalau lo bosan di rumah. Mau nge-mall bisa ajak gue kok. Biar kita bisa kencan sekaligus, tenaga aja tante Lunar gue yang traktir kok. Gue siap jadi sugar boy lo," katanya sambil tersenyum lebar menunjukan giginya yang putih dan rapi.
Aku menjerit histeris saat melihat Serafin menahan pisau dengan tangannya. Pisau yang diarahkan padaku ditangkap dengan tangan kosong oleh Serafin. Sehingga tangga langsung robek dan meneteskan darah.Saat aksinya tidak berhasil orang yang memakai Hoodie itu langsung berlari. Serafin ingin mengejar orang itu tapi aku langsung menahan tangannya dengan panik. Semakin panik saat semakin banyak mengalir dari telapak tangan Serafin.Aku menangis dan buru-buru menggenggam tangan Serafin yang dikoyak ganas oleh pisau. Berharap darahnya berhenti, tapi semakin aku menggenggam tangannya. Semakin basah juga tanganku dengan darah.Aku menangis saat merasakan hangatnya darah yang mengalir tanganku. Sementara Serafin terlihat tenang seakan tidak ada yang terjadi padanya.
Tidak ada yang mengkhawatirkan dari kondisi ku sehingga aku tidak perlu dirawat inap. Aku bersyukur sekali, karena bisa menyembunyikan masalah ini dari om Rendi dan mama. Setidaknya untuk masalah penusukan ini, aman dari mereka. Serafin sedari tadi memperhatikan aku dalam diam. Aku juga tidak tahu harus mengatakan apa padanya. Kami saling diam dan memandang satu sama lain. Hanya saja aku tidak bisa menebak apa yang dipikirkan olehnya. Serafin memang sangat rumit, tapi juga bisa sederhana. Dia bisa terlihat sangat terbuka. Dilain sisi dia juga bisa terlihat sangat tertutup. Menerka-nerka apa yang dipikirkan sangat sulit, seperti menerka kedalam samudra tanpa alat. "Kayaknya kita perlu baju ganti deh. Kalau kita pulang dalam keadaan seperti ini. Pasti akan menghebohkan orang tuamu. Kalau mama dan papaku
Alaska benar-benar orang yang profesional. Dia berhasil mencari informasi dari pelaku penusukan dan apa motifnya. Alaska hanya butuh waktu satu minggu. Pantas saja Serafin mempekerjakan.Di balik sifatnya yang dingin. Ternyata Alaska adalah orang yang bisa diandalkan dalam segala hal. Dia cerdas dan juga cekatan. Dia tipe orang yang benar-benar kompeten dalam segala hal yang diperintahkan Serafin.Saat ini kami berada di salah satu cafe. Untuk membahas tentang kejadian penusukan yang terjadi satu minggu yang lalu. Aku yakin hal ini pasti ada hubungannya dengan tante Wenda. Hanya saja aku diam untuk masalah ini.Aku belum bisa memberi tahu masalah perebutan harta warisan papa pada Serafin. Bukan karena tidak percaya padanya, tapi ini lebih memasalah keluarga. Aku tidak ingin menyeret Serafin terlalu dalam dalam
Seperti kata Naral dia akan datang bertamu ke rumahku. Ini kedua kalinya dia datang bertamu, tapi kali ini dia tidak sendiri. Dia bersama dengan Selin.Sepertinya Selin ingin mengawasi aku dan Naral. Padahal aku tidak punya hubungan dengannya. Walaupun punya, Selin tidak berhak untuk mengawasi kami. Dia tidak sedang menjalin hubungan istimewa dengan Naral.Sedari tadi Selin terus menampilkan wajah cemberut. Walaupun begitu mama masih menyambutnya dengan hangat dan baik. Aku merasa kesal sendiri dengan Selin.Dia bertamu ke rumahku tapi seperti ingin mengajak perang saja. Naral juga sudah memperingatkan Selin berulang kali, tapi sepupuku tetap cemberut. Peringatan dari Naral diabaikan begitu saja olehnya."Kita gak usah lama-lama disini," bisik Selin pad
Pagi ini mama terlihat sangat heboh. Pagi-pagi sekali mama sudah mengajak aku ke supermarket untuk berbelanja. Aku yang masih sangat mengantuk terpaksa bangun dan bersiap-siap."Ada apa sih ma? Gak biasa-biasa mama bangunin aku subuh-subuh dan minta ditemenin ke supermarket," tanyaku penasaran pada mama.Mama tersenyum, ekspresi wajahnya terlihat sangat senang. Aku sangat penasaran apa yang membuat mama bisa sesenang ini."Mama dan papanya Serafin hari pulang. Jadi kita akan mengadakan barbeque di rumah Serafin," kata mama menjelaskan dengan semangat.Setelah sekian lama akhirnya aku bisa bertemu dengan orang tua Serafin. Selama ini orang tuanya berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan dan berbulan madu.
Baru kali ini aku dipersilahkan masuk oleh Serafin ke dalam rumahnya. Dia menyambut dengan riang. Biasanya dia menahan pintu rumahnya dan hanya memperlihatkan badannya setengah. Untuk mengintip ke dalam rumah saja aku tidak diperbolehkan. .Sekarang Serafin membuka pintu rumahnya lebar-lebar untukku. Senyum tenang tidak pernah lepas dari bibirnya. Dia menyambutku dengan hangat dan mempersilahkan masuk.Saat mengingat kejadian yang lalu-lalu aku merasa sangat lucu. Di mana Dia terlihat galak saat aku Aku ingin masuk ke dalam rumahnya. Kalimat andalannya adalah aku sangean. Sehingga aku tidak boleh dekat-dekat dengan dalam kondisi sepi.Aku tidak bisa menahan tawaku saat mengingat itu semua. Serafin yang melihat aku tertawa malah cemberut. Sepertinya dia dapat menebak apa yang sedang aku pikirkan.
[Hidupmu tidak akan pernah aman. Lihat saja sebentar lagi kamu akan mati.]Aku dan Serafin sekuat tenaga untuk bersikap biasa saja. Walaupun wajahnya sudah memerah karena amarah. Serafin juga mencoba menghubungi nomor yang mengirim pesan ancaman, tapi tidak tersambung.Dia juga dengan cepat mengabari Alaska dan menyuruh sekretarisnya untuk mencari informasi. Seperti biasa balasan pesan dari Alaska sangat singkat dan terkesan dingin."Tersenyumlah Serafin. Gue gak mau mama dan papa tau masalah ini," bisikku pelan di telinga. Aku benar-benar berhati-hati agar mama dan om Rendi tidak mendengar masalah ini.Baru saja aku mendapat momen yang sangat menyenangkan. Aku kembali mendapatkan ancaman. Hidupku sangat tidak tenang, dan semua ini adalah ulah tante Wen
Berhari-hari aku terus mengalami mimpi buruk. Mimpi seperti melihat mayat yang berjatuhan dari langit. Mimpi hujan darah dan tenggelam dalam lautan mayat.Aku tidak menceritakan hal itu pada siapapun. Aku juga sudah mematikan handphone-ku. Benar-benar tidak berani menyalakan benda itu. Aku takut kalau pesan-pesan teror mengerikan itu datang lagi.Serafin juga saat ini berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Sehingga aku menahan semua ketakutanku sendirian. Dia sudah pergi hampir lima hari.Aku berhubungan dengan Serafin aku menggunakan nomor baru. Kebetulan aku punya handphone lama yang jarang aku gunakan. Untuk handphone-ku yang dikirimi pesan teror aku mematikan. Layarnya juga sudah retak."Lunar ayo kita makan siang bareng," kata mama mengetuk pi