Alaska benar-benar orang yang profesional. Dia berhasil mencari informasi dari pelaku penusukan dan apa motifnya. Alaska hanya butuh waktu satu minggu. Pantas saja Serafin mempekerjakan.
Di balik sifatnya yang dingin. Ternyata Alaska adalah orang yang bisa diandalkan dalam segala hal. Dia cerdas dan juga cekatan. Dia tipe orang yang benar-benar kompeten dalam segala hal yang diperintahkan Serafin.
Saat ini kami berada di salah satu cafe. Untuk membahas tentang kejadian penusukan yang terjadi satu minggu yang lalu. Aku yakin hal ini pasti ada hubungannya dengan tante Wenda. Hanya saja aku diam untuk masalah ini.
Aku belum bisa memberi tahu masalah perebutan harta warisan papa pada Serafin. Bukan karena tidak percaya padanya, tapi ini lebih memasalah keluarga. Aku tidak ingin menyeret Serafin terlalu dalam dalam
Seperti kata Naral dia akan datang bertamu ke rumahku. Ini kedua kalinya dia datang bertamu, tapi kali ini dia tidak sendiri. Dia bersama dengan Selin.Sepertinya Selin ingin mengawasi aku dan Naral. Padahal aku tidak punya hubungan dengannya. Walaupun punya, Selin tidak berhak untuk mengawasi kami. Dia tidak sedang menjalin hubungan istimewa dengan Naral.Sedari tadi Selin terus menampilkan wajah cemberut. Walaupun begitu mama masih menyambutnya dengan hangat dan baik. Aku merasa kesal sendiri dengan Selin.Dia bertamu ke rumahku tapi seperti ingin mengajak perang saja. Naral juga sudah memperingatkan Selin berulang kali, tapi sepupuku tetap cemberut. Peringatan dari Naral diabaikan begitu saja olehnya."Kita gak usah lama-lama disini," bisik Selin pad
Pagi ini mama terlihat sangat heboh. Pagi-pagi sekali mama sudah mengajak aku ke supermarket untuk berbelanja. Aku yang masih sangat mengantuk terpaksa bangun dan bersiap-siap."Ada apa sih ma? Gak biasa-biasa mama bangunin aku subuh-subuh dan minta ditemenin ke supermarket," tanyaku penasaran pada mama.Mama tersenyum, ekspresi wajahnya terlihat sangat senang. Aku sangat penasaran apa yang membuat mama bisa sesenang ini."Mama dan papanya Serafin hari pulang. Jadi kita akan mengadakan barbeque di rumah Serafin," kata mama menjelaskan dengan semangat.Setelah sekian lama akhirnya aku bisa bertemu dengan orang tua Serafin. Selama ini orang tuanya berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan dan berbulan madu.
Baru kali ini aku dipersilahkan masuk oleh Serafin ke dalam rumahnya. Dia menyambut dengan riang. Biasanya dia menahan pintu rumahnya dan hanya memperlihatkan badannya setengah. Untuk mengintip ke dalam rumah saja aku tidak diperbolehkan. .Sekarang Serafin membuka pintu rumahnya lebar-lebar untukku. Senyum tenang tidak pernah lepas dari bibirnya. Dia menyambutku dengan hangat dan mempersilahkan masuk.Saat mengingat kejadian yang lalu-lalu aku merasa sangat lucu. Di mana Dia terlihat galak saat aku Aku ingin masuk ke dalam rumahnya. Kalimat andalannya adalah aku sangean. Sehingga aku tidak boleh dekat-dekat dengan dalam kondisi sepi.Aku tidak bisa menahan tawaku saat mengingat itu semua. Serafin yang melihat aku tertawa malah cemberut. Sepertinya dia dapat menebak apa yang sedang aku pikirkan.
[Hidupmu tidak akan pernah aman. Lihat saja sebentar lagi kamu akan mati.]Aku dan Serafin sekuat tenaga untuk bersikap biasa saja. Walaupun wajahnya sudah memerah karena amarah. Serafin juga mencoba menghubungi nomor yang mengirim pesan ancaman, tapi tidak tersambung.Dia juga dengan cepat mengabari Alaska dan menyuruh sekretarisnya untuk mencari informasi. Seperti biasa balasan pesan dari Alaska sangat singkat dan terkesan dingin."Tersenyumlah Serafin. Gue gak mau mama dan papa tau masalah ini," bisikku pelan di telinga. Aku benar-benar berhati-hati agar mama dan om Rendi tidak mendengar masalah ini.Baru saja aku mendapat momen yang sangat menyenangkan. Aku kembali mendapatkan ancaman. Hidupku sangat tidak tenang, dan semua ini adalah ulah tante Wen
Berhari-hari aku terus mengalami mimpi buruk. Mimpi seperti melihat mayat yang berjatuhan dari langit. Mimpi hujan darah dan tenggelam dalam lautan mayat.Aku tidak menceritakan hal itu pada siapapun. Aku juga sudah mematikan handphone-ku. Benar-benar tidak berani menyalakan benda itu. Aku takut kalau pesan-pesan teror mengerikan itu datang lagi.Serafin juga saat ini berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Sehingga aku menahan semua ketakutanku sendirian. Dia sudah pergi hampir lima hari.Aku berhubungan dengan Serafin aku menggunakan nomor baru. Kebetulan aku punya handphone lama yang jarang aku gunakan. Untuk handphone-ku yang dikirimi pesan teror aku mematikan. Layarnya juga sudah retak."Lunar ayo kita makan siang bareng," kata mama mengetuk pi
"Lunar ada apa denganmu...." Suara itu samar-samar terdengar di telingaku. Aku bersyukur dalam hati, ternyata hal mengerikan itu hanya mimpi.Aku terbangun dari tidurku dengan keadaan tubuh dibasahi oleh keringat. Pandangan mataku juga masih terlihat buram. Setelah aku menyesuaikan dengan cahaya. Barulah aku sadar jika Serafin sedang ada di kamarku.Dia menggenggam lembut kedua bahuku. Aku menggeleng, tidak mungkin Serafin ada disini. Ini sudah tengah malam lagipula dia sedang berada di luar kota. Lagipula bagaimana dia bisa masuk kedalam.Aku menatap kosong dan mencoba mencerna apa yang sedang dia katakan. Dia terlihat sangat panik, aku senang bisa melihatnya. Aku memeluknya erat, lagipula ini kan mimpi."Lunar kamu kenapa?" tanyanya lagi. Suara terdengar sa
Keesokan paginya aku sangat panik saat mama mengetuk pintu kamarku. Aku buru-buru membangunkan Serafin dan menyuruhnya sembunyi di kamar mandi."Serafin cepatan. Sembunyi sana!" kataku panis sekali dan buru-buru mendorongnya ke dalam kamar mandi."Iya bentar ma. Maaf Lunar baru saja bangun," kataku setenang mungkin dan mengatur nafasku. Padahal jantungku sudah mau meledak, takut ketahuan kalau aku tidur dengan Serafin semalam.Aku membuka pintu kamarku yang kebetulan kukunci semalam. Memasang senyum manis pada mama. Sesekali mataku melirik kearah kamar mandiku. Tempat Serafin bersembunyi sekarang.Mama menatapku dengan heran, karena terus melirik ke arah kamar mandi. Semoga saja mama tidak mencurigai apapun. Aku benar-benar takut sekarang.
Aku kaget dan melempar paket itu sampai ke balkon kamarku. Isinya adalah boneka yang dipotong-potong dan berlumuran darah. Tangan ku dan tubuhku gemetaran. Aku sampai tidak bisa berdiri. Aku duduk di atas lantai yang dingin.Ternyata terornya masih belum berhenti. Sekarang tidak hanya menggunakan pesan saja. Sekarang bahkan orang itu menerorku di dunia nyata.Aku juga sangat kaget dan berteriak kencang. Saat Serafin dengan mudahnya melompat ke balkon kamarku. Matanya langsung berkilat marah. Saat melihat isi paket yang aku dapatkan.Dia langsung menendang paket itu sehingga tidak bisa dijangkau oleh pandangan mataku. Dia kemudian mendekati aku dan langsung memelukku.Tubuhku masih terasa sangat gemetaran. Serafin dengan lembut mengusap punggungku dan me