Ayah masih terdiam meskipun aku berkata banyak hal mengenai hutang itu. Sedikitpun tak terpikirkan, bagaimana bisa Ayah bersedia memberikan namanya untuk pengambilan hutang sebesar itu. Apalagi saudaranya tidak bisa diandalkan, mereka sama sekali tak pernah menghargai kami.Dan sekarang benar adanya, bukan? Tante Gina hanya memanfaatkan Ayah saja. Sekalipun ia tak melakukan angsuran atas hutang yang diambilkan oleh Ayah. Apa itu bisa disebut sebagai saudara?"Yah, tolong jawab. Kenapa? Bahkan mereka selalu saja merendahkan kita, kenapa Ayah masih saja mau berbuat baik kepada mereka hingga seperti ini?" tuturku lagi ketika Ayah masih terdiam.Disudut kursi, kulihat Ibu menitikkan air mata. Mungkin ia juga sangat terpukul dengan kejadian ini."Dan lagi, yang Nana tahu, jika pengajuan hutang seharusnya melibatkan istri juga. Kenapa Ibu sampai tidak tahu perihal ini?"Dadaku benar-benar sangat panas, kedua bahuku pun niak turun seiring dengan emosi yang semakin bergejolak dalam dada. Sebe
Kami memutuskan pulang setelah menyetujui sebuah rencana yang akan dilakukan besok. Bisa atau tidak bisa, Tante Gina harus membayarkan hutang yang ia ambil, tidak malah membebankan kepada keluarga kami yang hanya ingin membantu.Sepanjang perjalanan aku dan Zaki saling terdiam. Selain memikirkan keadaan keluargaku, aku juga merasa sangat malu padanya. Bagaimana tidak, memiliki seorang istri seharusnya bisa lebih tenang dan damai. Tidak seperti ini yang justru semakin menambah beban pikirannya saja.Ada sedikit penyesalan dalam diriku karena aku mau menerima pinangannya. Diluar sana, pasti ada banyak orang yang menggunjingku. Selain mereka membicarakan mengenai aku yang hanya ingin mengeruk hartanya, mereka pasti juga sangat iri denganku karena aku yang tak memiliki kedudukan apapun ini bisa bersanding dengan Zaki, si tampan dan kaya ini"Sayang, kenapa diam?" ucap Zaki ketika aku masih saja terdiam bahkan saat hampir sampai di rumah kami.Aku hanya meliriknya sekilas, lalu tersenyum.
Tak kusangka, perkataanku membuat Tante Gina dan Om Burhan gelagapan. Terlebih setelah aku mematikan video dalam ponselku. Saat mereka berdebat dengan Ayah, aku sengaja merekam mereka secara sembunyi-sembunyi. Bukankah ini ide yang sangat cemerlang? Dengan begini mereka akan dengan mudah mengaku."Bagaimana, Tante, Om? Ingin kejadian ini kuviralkan, atau kalian mengaku dan membayarkan uanh yang telah Tante Gina pinjam atas nama ayahku itu?" Lagi, aku berkata demikian ketika saudara Ayah beserta suaminya itu terdiam dengan raut wajah terkejut.Zaki juga menatapku dalam. Sepertinya dia sangat tak menduga ide yang keluar dari otak istrinya ini. Mereka boleh saja merendahkan dan meremehkanku, tapi mereka harus tahu jika aku tak sebodoh itu. "Lancang kamu Nana! Hapus atau ....""Atau apa, Om? Anda pikir saya takut? Sekarang saya sudah memiliki suami yang siap membelaku, mana mungkin aku takut. Silahkan tampar, Om. Atau perlu pukul sekalian, biar jadi bukti pada orang-orang jika perkataank
Apapun yang terjadi, aku selalu menanamkan dalam hati bahwa perbuatan jahat sekecil apapun pasti akan mendapatkan balasan dari Allah. Sedari dulu aku selalu memiliki prinsip, bahwa tak akan menyakiti orang lain jika orang itu tak membuat masalah terlebih dulu kepadaku.Jujur, aku pun sebenarnya enggan mencari masalah dengan saudara-saudara Ayah. Ketika kemarin Ayah telah memutuskan untuk tidak ingin lagi ikut campur mengenai mereka, aku pikir masalah akan selesai dan kehidupan kami akan jauh lebih baik lagi. Namun apa nyatanya? Mereka tetap saja mengganggu kami, bahkan ternyata mereka juga memiliki masalah lain sebelum ini.Sepertinya mereka sangat tidak ridho jika kami sekeluarga bahagia dan terbebas dari segala derita. Selalu saja ada masalah baru yang mereka timbulkan, atau bahkan mereka tetap menghujat karena kemiskinan yang pernah menimpa kami.Tak hanya Budhe Risma, ternyata Tante Gina jauh lebih parah dari apa yang kupikirkan. Dia dan suaminya memiliki sifat yang sangat buruk,
Selama pesta aku merasa sangat tidak tenang setelah Arum memperlihatkan unggahan Laras. Apa yang dia maksud? Seingin itu kah mereka untuk menjatuhkan kebahagiaanku? Padahal aku ingin sekali menjalani hidup yang normal tanpa gangguan dari mereka.Sebenarnya apa yang mereka inginkan dariku ataupun keluargaku? Seandainya kami merugikan mereka, apa yang kami rugikan? Bahkan status saja lebih tinggi mereka."A, aku gugup. Semoga saja keluargaku tidak menghancurkan pesta ini," ucapku pelan pada Zaki ketika kami baru saja menyalami beberapa tamu undangan.Zaki melirikku, lalu tersenyum. "Kamu tenang saja, Sayang. Aku sudah mengaturnya," ujarnya dengan percaya diri, tapi aku sama sekali tidak bisa tenang hanya dengan perkataan Zaki itu.Yang kutahu, keluarga ayahku tidak akan main-main jika sudah membenci seseorang. Dan itu sudah pernah terjadi.Dulu, ada seorang perempuan setengah baya yang menjadi tetangga Tante Gina. Menurutku tetangga itu tak pernah membuat masalah dengan keluarga Tante G
"Aku tak tahu, yang terpenting adalah mereka tidak menggangu dan merusak pesta kita, kan?" ucap Zaki dengan mengerlingkan sebelah matanya.Aku hanya membalasnya dengan senyuman, lalu berdiri dari tempatku duduk. "Bagaimana kalau kita cepat kembali ke rumah? Aku sudah penat sekali, A," kataku setengah merengek.Memang benar, pesta ini membuatku benar-benar lelah. Menjadi pengantin orang kaya itu ternyata sangat menguras energi, dan sekarang aku harus lebih terbiasa akan hal itu."Baik, ayo kita pulang pengantinku. Mari siap-siap untuk honeymoon."Astaga, bahkan aku melupakan hal itu. Seketika dadaku berdegup kencang saat Zaki mengatakan mengenai honeymoon. Bukan aku tak siap, hanya saja aku masih sedikit gugup untuk bersamanya. Seperti janjiku pada diriku sendiri, bahwa aku ingin belajar menerima dan membuka hati untuk Zaki ketika kami honeymoon. Bagaimanapun juga kami ini sudah menjadi sepasang suami istri, dan itu artinya aku harus memberikan haknya."Eh, kenapa malah diam? Ayo?" tu
Pov ZakiAku sangat bersyukur kepada Allah karena pesta resepsi pernikahanku dengan Nana berjalan dengan lancar. Meskipun ada sedikit halangan karena saudara mertuaku ingin merusak pesta kami, tapi hal itu bukan suatu masalah yang besar. Dengan mudah aku bisa menggagalkan rencana mereka yang akan merusak pestaku.Sampai detik ini aku pun masih tak mengerti dengan sikap saudara-saudara Nana itu. Apa yang mereka inginkan dan apa yang membuatnya sangat benci kepada keluarga mertuaku. Bahkan aku sampai harus turun tangan ketika satu persatu dari mereka mencari masalah dengan kami.Ya, bagiku Nana dan kedua orang tuanya juga sudah menjadi bagian dari hidupku. Mereka harus mendapatkan perlindungan bila ketika sedang kesusahan. Memang dari awal aku menjadikan Nana sebagai istriku aku sudah bertekad untuk membahagiakan kedua orang tuanya juga.Sebenarnya aku sudah tahu dari awal bagaimana tentang kondisi keluarganya. Mengenai keadaan ekonominya, konflik dengan saudara-saudara ayahnya, dan jug
Pertemuanku dengan teman lama Zaki membuat suasana hatiku sedikit tak karuhan lagi. Bagaimana tidak, dia mengomentariku seakan sedang menyidak seorang tahanan. Apa aku seburuk itu dimatanya? Apa aku sejelek itu?Kupandangi tubuhku berulang kali di depan kaya toilet yang besar. Memang, baju dan riasanku sangat sederhana. Namun apa itu semua adalah jaminan seseorang bisa menilaiku seperti itu? Apa hanya karena penampilan, lantas aku tak pantas bersanding dengan Zaki?Kutarik nafasku dalam, lalu kuhembuskan pelan. Ternyata menikah dengan Zaki tak hanya kebahagiaan yang kudapat. Di sisi lain aku juga harus siap dengan segala konsekwensinya, termasuk seperti ini.Wajar saja, aku bersanding dengan lelaki kaya, tampan dan memiliki segalanya. Bahkan kalau dia mau, dia bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku. Namun entah kenapa, dia justru memilihku sebagai istrinya.Berulang kali aku menarik nafasku dalam agar hatiku kembali tenang sebelum kembali ke meja tempat dimana Zaki masih