Entah kenapa Andira masih saja merasa ada yang mengikuti dirinya dan dengan sekuat tenaga, kedua kakinya terus saja berlari ketakutan tanpa tau arah dan tujuan. Jalanan yang medadak sepi serta lampu-lampu di setiap rumah yang juga tiba-tiba tidak ada yang menyala, membuatnya semakin ketakutan. Ketika ia sampai di persimpangan jalan pun Andira terus saja memperhatikan arah belakang, sampai tidak ia sadari sebuah mobil tiba-tiba sedang melaju ke arahnya.Tiiiiitttttt..!"Aaaarrgh!" Tubuh Andira pun langsung luruh ke tanah, tangan kirinya juga langsung menutupi kedua matanya yang terasa nyeri karena silaunya cahaya lampu dari mobil."Hei! Kamu mau mati ya?" teriak seorang pria yang langsung bergegas keluar dari dalam mobilnya. Mendengar suara seseorang yang sangat dia kenali, Andira langsung membuka kedua matanya. Namun tiba-tiba kedua matanya menyipit seketika, tangannya juga langsung menutupi bagian wajahnya saat cahaya lampu dari mobil itu masih menyorot diriny
"Mau sampai kapan berdiri di situ?"Andira langsung tersentak begitu mendengar suara suaminya, ia pun lantas segera masuk mengikuti langkah suaminya. Sesampainya di dalam rumah, kedua matanya kembali terbelalak. Ruang tamu yang semula hancur berantakan, kini mendadak rapi seperti sedia kala. Semua perabot serta pajngan yang awalnya berhamburan dimana-mana, kini tiba-tiba kembali ke tempat semula."Hei, ada apa?"Andira kembali terkesiap ketika sang suami tiba-tiba menepuk punggung belakangnya. "Hah, Nggak papa kok." serunya pada sang suami. Keningnya pun mengerut ketika melihat sang suami tengah sibuk mondar-mandir ke setiap ruangan, seperti tengah mencari sesuatu."Kamu lagi cari apa, sayang?" tanya Andira yang masih mengerutkan keningnya."Mana? Katanya ada orang yang ngikutin kamu?" tanya Bagas yang masih menelisik ke setiap sudut ruangan."I-itu... Mungkin aku hanya mimpi." seru Andira sambil menggaruk tengkuk belakangnya. Meski sebenarnya apa yang i
"Andiraa... Andiraa..."Samar-samar Andira mendengar suara seseorang memanggil namanya. Namun semakin lama suara itu semakin samar hingga nyaris seperti sebuah hembusan angin.Andira pun menjadi semakin merinding, buru-buru ia menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Tubuhnya pun juga langsung meringkuk dan wajahnya ia tenggelamkan ke bawah bantal.Deg, deg, deg, deg...Malam ini benar-benar terasa kian mencekam bagi Andira, apa lagi suasana di sekitar juga mendadak menjadi senyap. Hanya suara hewan nokturnal serta detak jantungnya sendiri saja lah yang jelas terdengar di telinganya.Wuush.Hembusan angin, tiba-tiba terasa dingin di bagian kepalanya, kedua kakinya pun juga terasa makin menggigil. Tangan kanan Andira segera menelusup, mencari remote AC kamarnya. AC nya pun langsung ia matikan ketika remotenya berhasil ia temukan.Deg, deg, deg, deg...Detak jantungnya tiba-tiba terpompa kian cepat lagi, tarikan nafasnya pun juga semaki
Sebuah mobil hitam tiba-tiba datang dan langsung menepi di hadapan Andira. Begitu kaca pintu mobil itu terbuka, Andira pun langsung terkejut saat tahu siapa pemiliknya."Butuh tumpangan?" seru sang pemilik mobil dari dalam."Kak Dion?" "Ayo masuk, aku antar ke kantor." ajak pria itu pada Andira.Andira tak langsung menjawab, dia masih nampak berfikir dan berusaha untuk menghubungi seseorang dengan ponselnya. Namun wajahnya langsung berubah murung saat panggilannya lagi-lagi terputus begitu saja."Kenapa? Bagas tidak menjawab?" tanya Dion.Andira langsung mengangkat wajahnya, lalu ia juga mentap heran pada pria yang berada di hadapannya saat ini. "Tidak perlu heran, aku sudah tahu sifat suamimu seperti apa. Sudah, ayo masuk. Kamu bisa hubungi dia saat di jalan." tukas Dion lagi pada Andira.Andira kembali berfikir sejenak, lalu ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ini sudah siang, kalau aku masih harus menunggu angkot datang,
Sesampainya di area depan masjid, Andira segera menuju tempat penitipan barang yang memang sudah di sediakan oleh penjaga masjid untuk menitipkan tas yang ia bawa."Sendiri aja Neng?" tanya wanimya paruh baya yang memang bekerja sebagai penjawa barang di sana."Nggak Bu, itu sama Kang sopir taxi." ucap Andira sembari menuntuk ke arah di mana taxi itu berada dengan dagunya."Taxi?" gumam wanita paruh baya itu. Keningnya lagsung mengerut ketika tak mendapati sebuh taxi yang Andira maksud."Tumben Ibu sendiri, Bapak mana?" tanya Andira sambil meyodorkan sebuah tas yang ia bawa. Ya, meski hanya dalam hitungan jari Andira mampir dan sholat di masjid ini saat ia pulang telat, tapi karena sifat baik andira, ia jadi mudah di ingat oleh mereka. Terlebih lagi Andira juga suka memberi uang lebih kepada penjaga barang di sana. "Bapak ada Neng, lagi gantian sholat." ucap wanita paruh baya itu.Andira pun mengangguk. Setelah ia menerima sebuah kartu berwarna hijau, t
"Dira, Dira..."Andira melenguh pelan saat ia baru tersadar dari pingsannya, perlahan kadua matanya pun mulai terbuka. Seketika ia langsung terduduk dan meringkuk ketakutan di atas sofa. Seluruh tubuhnya mendadak gemetar, keringat pun mulai bercucuran membasahi keningnya. Dia langsung melihat sekitar, tempat ini terlihat asing baginya."Sayang, kamu nggak papa Nak?" Mendegar suara seseorang yang sangat ia kenali, Andira langsung menoleh. Seketika ia langsung melompat dari atas sofa yang ia duduki dan berlari ke arahnya."Ibu..." seru Andira yang langsung memeluk Leni dengan sangat erat."Iya Nak, ini ibu. Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Leni yang kemudian menggurai pelukannya. Di putarnya tubuh Andira lalu di periksanya inch setiap inch tubuh menantunya itu."Aku baik-baik saja Bu." Andira kembali memeluk ibu mertuanya dengan sangat erat, ia juga langsung menangis dalam pelukannya."Hei, kamu kenapa? Apa ada masalah Nak?" tanya Leni yang ingin kemb
"Kalian yakin nggak mau nginep di rumahku saja?" tanya Ema.Ya, setelah Andira menceritakan semua kejadian yang baru saja ia alami, Leni langsung menghubungi putrinya agar segera menjemput dirinya. Ema pun buru-buru pulang dari kantor dan langsung mengajak suaminya untuk menjemput ibu serta adik iparnya yang pingsan. Dia juga geram saat mengetahui saat Bagas tidak bisa di hubungi. Kini mereka pun sudah sampai di depan rumah Leni."Nggak usah Nak, lain kali saja Ibu ajak Dira main ke sana. Sekarang dia lagi butuh banyak istirahat." jelas Leni. Tangan kanannya mengusap pucuk kepala menantunya yang berdiri di sampingnya."Lagian Bagas kemana sih! Istri baru sembuh juga di tinggal-tinggal! Ya sudah Bu, Ema pamit pulang dulu. Kalau ada apa-apa, cepat kabari Ema ya." Ema lantas meraih tangan Leni lalu kemudian menyalaminya, begitu juga dengan suaminya Deni."Jangan lupa istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran. Belum tentu apa yang dikatakan Ibu tadi itu benar, itu
Semakin lama, Leni merasakan kulit tubuhnya kian merinding, hatinya pun juga mendadak terasa gelisah. Ekor matanya perlahan menelisik ke seluruh sudut ruangan, hingga sesosok bayang pria tiba-tiba muncul dan terlihat dari cermin wastafel yang berada di hadapannya. Pyarr!Leni langsung tersentak, gelas yang ia pegang pun juga langsung terlepas begitu saja dari genggamannya. Leni langsung berbalik, tapi tidak menemukan siapa pun di sana. Klotak!Suara lemparan batu di atap rumah membuat Leni kembali berjingkat, pecahan gelas yang terserak di lantai pun tanpa sengaja menusuk telapak kakinya. Leni meringis seketika dan langsung berjongkok memeriksa telapak kakinya. Perlahan ia menarik pecahan beling yang menancap dalam di telapak kakinya. Bekas lukanya juga langsung ia tekan agar tidak mengeluarkan banyak darah.Namun tiba-tiba, detak jantungnya mendadak kembali berdebar kencang, keringat dingin pun kini juga mulai membanjiri wajahnya. Ekor matanya pun langsung kem