HATI Manggala merasa tidak tega melihat laki-laki tua dikeroyok lima orang bersenjata pedang. Dia tidak tahu kalau laki-laki tua itu adalah seorang tokoh dari golongan hitam. Hati Manggala yang masih polos belum bisa membedakan mana kawan dan mana lawan."Kenapa mereka sampai mengeroyok kakek?" Tanya Manggala dengan sopan dan lembut."Mereka ingin membunuhku!" Sahut Pradya Dagma. Sekejap saja dia mampu mengukur kepandaian anak muda ini. Otaknya yang dipenuhi akal licik, segera memanfaatkan kehadiran Manggala yang polos itu."Apa salah kakek?" Tanya Manggala tidak menyadari kalau dirinya diperalat."Mereka ingin mengambil putriku!"Pandangan Manggala segera terarah pada Sakawuni yang berdiri agak jauh. Hatinya tergetar ketika melihat gadis itu. Sakawuni yang mendengar pembicaraan itu hanya tersenyum dalam hati. Sudah dapat ditebak maksud Pradya Dagma. Tapi dirinya dan Pradya Dagma bingung, kenapa pemuda buta itu bisa menoleh tepat ke arah Sakawuni,
"Hey! Ada apa?" Pekik Sakawuni kaget."Teratai Putih...," Laki-laki itu tidak meneruskan kalimatnya. Dia telah ambruk tak bernyawa.Belum lagi hilang rasa terkejut, tiba-tiba dari pintu berrmunculan orang-orang berpakaian serba putih dengan sulaman bunga teratai di dada. Bahkan beberapa orang muncul dari atas atap ruangan ini. Jumlah mereka semua tak lebih dari dua puluh orang.Beberapa pengunjung segera berhamburan keluar menyelamatkan diri. Keadaan di kedai makan kian berubah panas dan tegang. Sakawuni segera berdiri diikuti yang lainnya."Kalian datang langsung membuat onar. Apa maksud kalian?" dingin suara Sakawuni. Matanya menatap tajam pada orang yang berdiri paling depan."Kami ingin menuntut balas atas kematian saudara-saudara kami!" Sahut laki-laki yang berdiri paling depan."Pragola, kenapa bukan Pasopati saja yang datang ke sini?!" Dengus Dewi Asmara Dara."Guruku terlalu suci berhadapan denganmu, perempuan liar!" Sahut Pra
"Mati aku!" dengus Pragola. Dia tahu kalau Asmara Dara mengeluarkan ilmu 'Seribu Mata Dewi'. Ilmu andalan yang sangat jarang digunakan Asmara Dara. Kemarahan yang memuncak karena selendang andalannya putus memancingnya untuk mengeluarkan ilmu 'Seribu Mata Dewi'."Jangan panik!" Terdengar lagi bisikan halus di telinga Pragola. "Hindari tatapan matanya. Gunakan ilmu peringan tubuh, putari tubuhnya. Pragola segera bangkit dan berlari-lari memutari tubuh Dewi Asmara Dara dengan menggunakan ilmu peringan tubuh. Tentu saja Dewi Asmara Dara jadi kelabakan. Sinar-sinar merah yang dilontarkan selalu mengenai tempat kosong. Beberapa orang yang masih berada di kedai itu segera menyingkir, menghindari sinar merah yang tidak mustahil nyasar ke tubuh mereka."Gunakan senjata kecil, arahkan ke kaki," bisikan halus kembali terdengar.Pragola kebingungan. Dia tidak memiliki senjata rahasia satu pun juga. Gurunya tak pernah membekali senjata rahasia. Menurut gurunya, senjata raha
Setelah berkata demikian Dewi Asmara Dara segera melompat menerjang dengan jurus andalannya. Manggala hanya berkelit sedikit dengan meliukkan tubuhnya. Serangan Dewi Asmara Dara hanya mengenai angin kosong.Mandrawata yang mengenali jurus-jurus Dewi Asmara Dara, terkesima melihat cara Manggala menghindari serangan. Merasa lawan hanya menghindar tanpa melangkah sedikit pun, Dewi Asmara Dara berang bercampur malu."Terima aji pamungkasku!" Teriak Dewi Asmara Dara.Seketika seluruh tangan Dewi Asmara Dara mengepulkan asap kekuningan, lalu secepat kilat menyerang Manggala. Semua mata yang memandang menahan napas menyaksikan Manggala hanya tenang-tenang saja."Hiyaaa...!" Dewi Asmara Dara melengking keras dengan kedua tangan menjulur ke depan.Saat jari-jari tangan Dewi Asmara Dara yang mengepulkan asap tepat di depan mata Manggala, anak muda itu hanya memiringkan kepalanya sedikit. Lalu;Plak!Sebuah tamparan dilepaskan oleh Manggala hing
Manggala berpikir sebentar."Eyang Guru Begawan Pasopati pasti gembira jika Tuan Pendekar berkenan mengunjunginya. Dari beliau nanti, Tuan Pendekar dapat mengetahui lebih banyak tentang Siluman Lembah Hantu," kata Pragola tengah membujuk."Benarkah?" Tanya Manggala dengan polos tanpa pernah curiga terhadap siapa pun. Dalam hati sebenarnya Manggala senang memenuhi undangan itu yang tentu segalanya terjamin."Eyang Begawan Pasopati seorang yang bijak. Beliau pasti senang jika penolong kami berkenan singgah barang sebentar.""Baiklah, aku pun senang mendapat sahabat."Betapa gembiranya Pragola karena pendekar yang dikaguminya berkenan menerima undangannya. Segera diperintahkan adik-adik seperguruannya menyiapkan kuda. Sebentar kemudian enam ekor kuda sudah dipacu meninggalkan kedai, menembus kegelapan malam. Manggala yang berpura-pura buta, terpaksa ikut disalah satu penunggang kuda dengan duduk dibelakangnya.Bibir Manggala tersenyum-senyum. P
Di bangsal rumah yang paling besar di Lembah Hantu, Sakawuni tengah hanyut oleh perasaan malu dan marah. Dia benar-benar kecewa dengan sikap Manggala. Namun rasa cintanya yang menggebu dapat mengalahkan amarah dan rasa malunya. Dalam hati dia bertekad akan memiliki Manggala sepenuhnya.Kegagahan Manggala membuat Sakawuni mabuk kepayang. Dia tidak peduli lagi dengan kedudukannya sebagai orang kedua di Panji Hantu. Pikirannya selalu tertuju pada pendekar muda yang telah menancapkan panah cinta di hatinya."Wuni...."Sakawuni menoleh setelah mendengar suara panggilan dari belakang. Mandrawata sudah berdiri di balik punggungnya. Sakawuni menjauh dan berbalik."Mau apa kau ke sini?" Tanya Sakawuni ketus. Dia tahu kalau Mandrawata selalu berusaha men-dekatinya."Aku ingin bicara padamu," sahut Mandrawata memasang senyum yang menawan."Tentang apa?""Tentang kita."Sakawuni mengerutkan keningnya. Bagi Sakawuni, senyum Mandrawata seper
"Tabahlah, Nini. Semua ini sudah kehendak Sang Hyang Widi. Nini harus menerima kenyataan dengan hati lapang," kata Emban Girika juga tidak kuasa menahan air matanya."Percuma saya hidup, Bi.""Nini jangan berkata begitu. Gusti Gaja Ireng memang telah membunuh orang tua dan saudara-saudaramu. Tapi Gusti Gaja Ireng juga telah merawat mendidik, dan membesarkan Nini sampai menjadi wanita berilmu sekarang ini. Bagaimanapun juga Nini berhutang budi padanya.""Tapi dia membunuh keluargaku, Bi!""Memang kewajiban seorang anak menjunjung tinggi martabat orang tuanya. Hanya masalahnya sekarang, pembunuhnya justru ayah angkat Nini sendiri.""Katakanlah, Bi. Apa yang harus saya lakukan?" Sakawuni kelihatan putus asa.Emban Girika tidak menjawab. Memang serba sulit untuk menjawabnya. Dia bersedia tinggal di lembah ini karena merasa kasihan melihat Sakawuni kecil yang masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Dia juga membenci Gaja Ireng yang telah membu
Tentu saja perbuatan Sakawuni sangat mengejutkan semua anggota Panji Hantu. Mereka tidak mengerti dengan sikap Sakawuni yang tiba-tiba memusuhi mereka. Tapi sikap Sakawuni mendapat sambutan hangat dari tokoh-tokoh golongan putih. Mereka tahu sepak terjang gadis itu liar dan kejam."Minggir semua! Biar kuhabisi mereka!" teriak Sakawuni."Minggir!" perintah Begawan Pasopati memberi kesempatan pada Sakawuni. Dia sudah mengerti duduk persoalannya. Sebab Begawan Pasopati tadi telah mendengar sedikit pembicaraan Sakawuni dengan Gaja Ireng.Mendengar perintah dari Begawan Pasopati, seluruh murid-murid Teratai Putih dengan cepat berlompatan keluar arena. Tidak ketinggalan tokoh-tokoh golongan putih lain bersama murid-muridnya mengikuti petunjuk Begawan Pasopati."Wuni! Sudan gila, kau!" bentak Gaja Ireng."Arwah ayah ibuku akan mengutuk kalau Panji Hantu belum musnah di tanganku!" sahut Wuni keras dan lantang."Wuni, aku ayahmu. Aku yang membesarkan