“Kamu baik-baik saja?”Nicholas Meyer, CEO Hope and Fighting Center, salah satu fasilitisas penelitian yang berfokus pada imunologi khusus penyakit diabetes tempat Emmy bekerja datang bersama istrinya Linda Meyer. Kedua pasangan itu sudah dianggap Emmy sebagai orang tuanya dan begitu pula sebaliknya.“Ketika Nicho mengatakan kamu tidak masuk selama dua hari karena sakit, aku langsung panik.” Wanita paruh baya itu melepas long coatnya, menaruhnya di ujung tempat tidur Emmy lalu mengelus rambut gadis itu. “Kamu terluka di mana kali ini?”“Aku baik-baik saja, Linda. Terimakasih sudah datang.” Emmy mencoba tersenyum.“Lily sudah memberitahuku, tak perlu menutupinya lagi.” Nicholas menunjukkan sikap protektifnya bak seorang ayah yang melindungi puterinya. “Mereka melakukan apa lagi padamu?”Emmy berdecak, mengumpat kesal karena Lily memberitahu keduanya tentang keadaannya. “Hanya salah paham.”“Kamu selalu mengatakan salah paham. Jika kamu tidak diterima di rumah itu, kenapa masih repot-re
Axel diam-diam mengamati Lily yang terus berjalan hilir mudik di depan pintu. Gadis itu menarik perhatiannya. Dia cantik dan menarik, namun tak terlalu banyak bicara.“Kamu menyukainya?”Axel terkejut mendengar pertanyaan Keenan. “Apa yang kamu bicarakan?”“Bukankah sejak masuk tadi kamu terus melihatnya? Kamu anggap aku buta?” sungut Keenan.“Urus saja masalahmu.” Axel berdehem pelan, bersandar di kursi tunggu rumah sakit setelah melirik Lily sekali lagi.“Sialan.” Keenan mengumpat marah. “Aku yakin, Granny akan dengan mudah mempengaruhi gadis itu.”Axel tertawa senang. “Mau bertaruh denganku?”“Bodoh. Untuk apa mempertaruhkan sesuatu yang sudah mutlak? Dia akan mengatakan ya pada Granny,” sungut Keenan lagi.Keenan menghela nafasnya. Ketika Axel sedang sibuk mengamati Lily, diam-diam dia membuka laman internetnya. Keenan memastikan dia mengeja nama panjang Emmy dengan benar dan mengetiknya pada kolom pencarian.Tautan pertama mengantarkan Keenan pada sebuah situs yang berhubungan de
Dokter Frans menepikan mobilnya di sebuah bar pusat kota. Malam sudah sangat dalam dan seharusnya dia sudah kembali ke rumah. Tapi sebuah pesan yang baru diterimanya ketika dia hendak pulang membuatnya memutar haluan menuju bar.Musik yang mengalun tidak begitu memekakkan telinga. Ketika dokter Frans mengedarkan pandangannya menyisir ruangan itu, tak begitu banyak orang yang duduk di bar.Dia menemukan sosok yang ingin ditemuinya berada di salah satu meja. Dokter Frans mendekat. Begitu melihat sang sahabat, dia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum duduk di sampingnya.“Kamu datang?”Dokter Frans melirik. “Memangnya aku bisa tidak datang?”Pria itu, Simone tersenyum. Dia menatap gelas alkoholnya sebelum meminumnya kembali. “Bagaimana keadaan Emmy?”Dokter Frans melepas jasnya. Dia melambaikan tangan memanggil pelayan.“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”“Berikan aku segelas air soda.” Dokter Frans meletakkan beberapa lembar dollar di atas meja. “Ambil kembaliannya untukmu.”“Baik Tuan.”
Sebuah tamparan mendarat tepat di wajah Emmy, membuat gadis itu terjerembab ke sofa. Dia kesakitan, wajahnya berubah panas. Emmy mengangkat wajah untuk menatap Keenan. “Kenapa kamu menamparku?”“Kenapa kamu mendorong Isa, hah? Kamu pikir kamu siapa? Nyonya Achilles?” teriak Keenan.“Aku tidak mendorongnya.” Emmy menggeleng, air matanya mulai merebak.“Lalu pikirmu Isa menjatuhkan dirinya sendiri di hadapan orang banyak?” teriak Keenan lagi.Memang benar, batin Emmy. Namun mengatakan semuanya pada Keenan juga tidak akan membuat pria ini percaya padanya. Emmy duduk dengan tegak di sofa. Seraya menatap Keenan, dia berkata, “Kalau aku mengatakan dia memang menjatuhkan dirinya dengan sengaja, apa kamu percaya padaku?”“Omong kosong!” bentak Keenan.“Nah, kamu tidak percaya padaku.”“Kamu mengarang cerita yang terlalu di luar nalar. Tak akan ada orang yang menjatuhkan dirinya sendiri, mengerti?”Emmy menghela nafas, air matanya diseka ketika ruangan mereka diketuk. Keenan segera membuka pin
“Aku pikir orang kaya seperti kalian tidak pernah melakukan kontrak pernikahan.”Emmy berusaha menelan kekecewaannya. Dia pura-pura bersikap proaktif dengan meletakkan kertas itu di atas meja berikut pulpennya.“Jika aku menikah dengan wanita pilihanku, mungkin ceritanya akan sedikit berbeda.” Keenan menyeringai. “Sialnya, aku menikah denganmu, gadis murahan yang penuh intrik. Daripada kamu menyusahkanku nanti, lebih baik kita mengaturnya mulai saat ini.”Aku yang sial menikah denganmu, gerutu Emmy.“Baiklah. Akan ku tanda tangani,” seru Emmy.Keenan mengernyit. Begitu saja? Dia tidak bertanya dan tidak protes?“Selesai.” Emmy menyerahkan kertas itu pada Keenan. “Kamu mau aku tidur di mana?” Emmy bertanya seolah dia tak keberatan dengan situasi yang dihadapinya kini.Benar-benar gadis murahan, Keenan mendengus sambil menyambar kertas yang ditandatangani oleh Emmy. Dia menunjuk pada satu kamar. “Walau kamar itu terlalu mewah untukmu, tapi tidak masalah. Aku tahu sewaktu-waktu keluargak
“Apa maks...”“Sudah ku duga kamu adalah otak di balik pemerasan yang mereka lakukan.” Tiba-tiba saja Keenan muncul bersama Isa, entah dari mana keduanya datang.Emmy menoleh dan mendapati Isa tersenyum menyeringai padanya. Ya Tuhan, apa yang dia pikirkan? Para pria jahanam ini tentu tak akan melakukan kebaikan untuknya. Dan sekarang mereka menjebaknya?Si supir taksi terlihat memutar kendaraannya, meninggalkan lokasi itu tanpa menunggu seperti yang dia janjikan tadi.“Keenan, ini bukan seperti yang kamu lihat.” Emmy masih berusaha membela diri walau dia tahu Keenan tak terkesan pada nada memelas yang keluar dari mulutnya.“Emmy, aku tidak tahu kalau kamu serendah ini!”Ucapan Isa membuat Emmy bergidik ngeri. Kelembutan dalam setiap penekanan nada suaranya adalah masalah baru. Isa tidak seperti itu. Dia adalah wanita paling kejam yang siap merejang Emmy, melukai dan bahkan tak segan-segan menyiksa hingga nyawa Emmy hampir melayang.Isa adalah otak di balik ini semua.“Tuan, maaf. Jika
“Di mana Emmy?” Dorothy mencegat Keenan ketika dia hendak masuk ke rumah.Keenan sudah tahu jika sang Granny akan bertanya soal Emmy. Jarang-jarang neneknya berada di kediamannya di bagian Barat. Dan sekarang dia berada di sini, apa lagi kalau bukan untuk Emmy.Tapi Emmy tidak di rumah, mendadak Keenan ingat jika dia meninggalkannya di dalam hutan.“Granny. Dia sedang belanja dengan sahabatnya,” sahut Keenan sekenanya.“Maksudmu dengan gadis itu?”Keenan menoleh ke arah jari Dorothy menunjuk. Sial. Lily ada di taman, sedang memeriksa kebun mawar bersama ibunya.“Di mana gadis itu? Kamu menyakitinya?” tanya Dorothy lagi.“Tentu saja tidak.” Keenan menggeleng. “Dia kesayanganmu. Bagaimana aku bisa melakukan sesuatu padanya?”“Lalu di mana dia? Kenapa tidak menjawab?”“Aku meminta Leo mengantarnya berbelanja,” sahut Keenan lagi, namun dia juga tiba-tiba ingat Leo berada di hutan, menuntaskan kedua pemeras sialan itu.“Berbelanja?” Lily tiba-tiba saja sudah berada di halaman rumah, menaik
“Granny, bukankah tidak sopan kamu masuk ke kamar pengantin?”Keenan tiba-tiba saja menggandeng tangan Emmy, menyeretnya ikut naik ketika Dorothy tanpa aba-aba menaiki anak tangga. Untung saja aku sudah memindahkan barang-barang gadis ini, pikir Keenan.Emmy mengernyit, hendak melepas tangan Keenan namun di belakangnya ada Cecilia dan Lily. Emmy melirik Keenan, dan lirikan tajam pria itu membuat nyali Emmy menciut. Dan ketika tangan pria itu berpindah ke punggungnya dan merangkulnya, Emmy mendadak mematung.“Jaga sikapmu, atau aku tidak akan segan-segan melakukan sesuatu padamu,” bisik Keenan dengan suara rendahnya yang khas.Sialan, pria ini benar-benar mengontrolnya penuh. Emmy tak punya pilihan lain. Walau tidak nyaman berada di pelukan Keenan, dia memutuskan untuk mengikuti alur permainan pria itu untuk berlakon di hadapan keluarganya.Namun Lily mengetetahui gestur Emmy. Dia tahu Emmy terpaksa dan Lily hanya bisa melirik tajam punggung Keenan yang lebar.“Siapa yang tahu pemikira