Tania sudah berada di dalam area kampus, wanita itu kembali melambaikan tangannya ke arah Nadia yang masih berjalan cukup jauh. Namun, kali ini langkah Tania menghampiri."Saya tidak mau bertemu Tania!" panik Nadia mengadu pada Devan."Iya sudah jalan cepat!" ajak grasah-grusuh Devan senada dengan langkahnya hingga Nadia mensejajarkan intensitas kakinya."Apa dia mengejar?" Masih panik Nadia seiring langkah.Devan melirik singkat ke arah belakang. "Dia masih berjalan, tapi sangat pelan mungkin karena heelsnya. Wkwk. Sudahlah kita sembunyi saja dulu di perpustakaan, tempat itu sulit ditemukan." Segera, Devan mengajak Nadia berbelok ke arah lain.Di belakang mereka, Tania semakin tertinggal jauh. "Menyebalkan sekali anak itu, dan siapa laki-laki di sisinya? Mereka sangat menempel!" Seringai jahat mengembang, kemudian malanjutkan langkah pendeknya seiring merogoh handphone kamudian mengambil gambar Nadia dan laki-laki di sisinya. "Untung saya pakai handphone sultan, kameranya sangat memu
Selesai kuliah Nadia segera pulang ke rumahnya, dia mengadu pada Saraswati, "Tadi ada berita miring tentang Nadia.""Berita apa, sayang?" Saraswati segera menyuguhkan segelas air putih."Artikel mengatakan kalau Nadia berselingkuh, tapi untung saja wajah Nadia tidak terlihat.""Kalau berita miring itu tidak benar, kan bisa saja berita miring pada Abimana juga tidak benar.""Heuh!" Nadia bergeming karena segera merenung, "i-ya sih, tapi Nadia bertanya langsung pada sumbernya.""Siapa, Abi?" Santai Saraswati supaya cucunya tidak tegang."Iya, termasuk Abi." Tatapan sendu Nadia karena isi kepalanya semakin berputar."Abi bilang berita miringnya tidak benar, kan. Mengapa Nadia tidak memercayai Abi?""Susah nek ..., kalau berita perselingkuhan Nadia sih masih mending, tapi kan kalau Abi beda lagi, Abi diberitakan menghamili wanita lain sebelum menikahi Nadia." Wajahnya dilipat."Iya sudah ..., pasti Abi tidak akan tinggal diam, kamu tunggu saja kabar baik dari Abi jika tidak mau bertemu de
Riana keluar dari toilet dengan santai kemudian segera masuk ke dalam fantri untuk membuatkan minuman dingin pesanan Abimana-pria yang sekarang menghuni hatinya walau pemikirannya masih samar menilai kesana. Diraihnya sebuah sirup rasa buah sekaligus mengiris buah-buahan yang tersedia di dalam kulkas. Gedung ini bertema Family maka sebisa mungkin kekeluargaan harus terbentuk termasuk unsur di dalamnya seperti isi dapur.Sirup dan irisan buah sudah menghuni gelas dengan model biasa saja karena gelas antik hanya diperuntukan di ruangan pertemuan, rapat bersama team atau bersama kolega. Batu es mulai jatuh ke dalam tempat transparans itu bersamaan dengan ingatan Riana pada Abimana. "Kalau Tania saja bisa menjerat Abi, bukan mustahil saya juga bisa, apalagi sepertinya Abimana memang menyukai wanita matang dengan tubuh propesional bukan anak kuliahan seperti istrinya. Ini sangat masuk kepada saya, saya hanya tinggal menambahkan beberapa sikap dewasa maka ... menjadi istri Abimana bukan hal
Nadia masih berada dalam dekapan Abima hingga pria itu menggiringnya masuk serta mengunci balkon. "Bagaimana apa masih berani tidur sendiri?" Seringai genit Abimana kala menatap Nadia yang sudah melepaskan diri."Tidak mau ..., petirnya besar sekali, saya tidak pernah mendengar petir sekeras itu." Nadia tampak menggigil ketakutan."Terdengar sangat keras karena kamu sedang berada di luar, sekaligus di lantai atas," jelas santai Abimana masih dengan seringai genit, kemudian menatap rindu ke arah Nadia, tapi terlalu gengsi untuk mengaku."Saya mau tidur, jangan ganggu saya." Nadia segera menggulung tubuhnya di atas ranjang. Segera, Abimana menyusul ke atas ranjang walau tidak mendapatkan selimut karena Nadia memakainya sendiri saja, pria ini memandangi istrinya yang sangat cantik, tetapi sangat kekanak-kanakan."Ada apa? Jangan memandang saya begitu!" ketus Nadia kemudian memunggungi Abimana. Pria ini hanya tetap memandangi tanpa berkata apapun hingga Nadia terlelap."Kamu sangat mencur
Nadia menyuruh sopir membawanya ke rumah lama walau sebenarnya dirinya tidak terlalu penting berkunjung kemari, tapi Nadia harus berjaga-jaga karena bisa saja Mila bertanya pada sopir atau bahkan Abimana. "Pak, tunggu sebentar ya.""Siap, neng." Santun sopir yang menunggu di teras rumah, sedangkan Nadia segera masuk ke dalam rumah, segera berdiam diri di dalam kamarnya."Pernikahan menyebalkan ini membuat saya harus terlibat dalam kasus yang sebenarnya bukan bagian dari hidup saya, tapi karena menikah dengan Abi jadi saya dibawa-bawa!" Internet segera dibuka, tidak ada berita apapun tentang dirinya, tapi hatinya tetap tidak tenang. "Apa Tania akan mencari saya lagi?" Gadis ini bergeming sesaat. "Eh!"Nadia baru saja teringat pada Kafka. "Ngomong-ngomong, waktu itu Pak Kafka mencari saya tidak ya? Tapi Pak Kafka tidak menghubungi lagi." Layar handphone segera digeser hingga tiba di nomor pria itu, "tapi mau apa Nadia menghubungi?" Embusan udara tipis dibuang, "biarkan saja deh."Nadia
Kecupan hangat bibir Abimana mendarat di permukaan bibir lembut Nadia tanpa ijin empunya. Sentuhan itu terasa sangat menyejukan pria ini hingga memandangi si gadis dengan makna dalam, tapi lain halnya dengan Nadia, gadis ini menggerutu, "Apa yang ka,u lakukan!""Mencium bibir kamu, sudah beberapa hari kita terpisah, saya baru saja bisa mencium kamu, tindakan saya ini wajar saja." Santai Abimana seiring mengelus permukaan bibir Nadia walau gadis ini sedikit menggeser wajahnya supaya terlepas dari jangkauan Abimana, tapi tetap saja pria itu dapat meraihnya.Kini Abimana kembali mendekatkan bibirnya dengan bibir Nadia, mempertemukan keduanya dengan sensual maka bibir di gadis dilumat menggunakan hasrat pria normal. Nadia ingin melepaskan diri, tapi punggungnya sudah ditahan Abimana hingga dirinya tidak mmapu kemanapun. Abimana menjeda sesaat lumatan bibirnya setelah beberapa lam bersentuhan. "Diamlah honey, jangan banyak bergerak," bisik sensualnya.Abimana semakin menekan penyatuan bibi
Pagi ini Nadia harus kuliah menggunakan pakaian berleher tinggi guna menutupi beberapa tanda merah yang dibuat Abimana. “Menyebalkan, saya terlihat sedang kedinginan!” umpatnya.“Pakaian seperti itu tidak terlihat buruk, sayang,” santai Abimana.“Ini sangat buruk, saya tidak suka pakaian seperti ini, lihatlah leher saya tertutup, saya tidak suka ....!” Nadia bersikukuh memersalahkan penampilannya.“Coba pakai pakaian berleher tinggi, tapi berlengan pendek supaya terlihat lebih simple,” saran Abimana.“Saya tidak punya pakaian seperti itu. Ini saja sudah sangat memaksakan beli untuk musim dingin.”“Buka bajunya,” titah Abimana. Nadia segera melakukannya karena dia pikir Abimana memiliki solusi terbaik, tapi ternyata pria itu memotong kedua lengan pakaiannya hingga tampak pendek, di bawah bahu.“Apa yang kamu lakukan, kamu merusak bajunya!” Nadia tidak habis pikir pada tingkah Abimana seiring memandangi pakaian dingin yang sudah berubah bentuk.“Itu belum selesai.” Abimana kembali menga
Nadia sudah membuat keputusan akan memutus benih yang diberikan Abimana sebelum cairan itu berubah menjadi segumpal daging, hanya saja dirinya terlalu sungkan datang ke bagian kandungan. Namun, bagaimanapun juga dirinya harus memberanikan diri. Di sela-sela istirahat, gadis ini membuka laptopnya, melihat-melihat alat kontrasepsi yang memiliki berbagai macam jenis.“Nad, kamu yakin mau pasang alat seperti itu? Itu kan pencegah kehamilan,” protes heran Amira.“Mau bagaimana lagi, saya belum siap jadi ibu,” aku terang-terangan Nadia.“Ish, saya saja mau jadi ibu, tapi kamu yang sudah menikah tidak mau!” protes tegas Amira.“Saya belum siap, kalau dipaksakan juga nanti tidak baik.” Nadia masih mengaku secara blak-blakan.“Iya deh iya ....” Amira tidak memiliki nasihat apapun karena Nadia yang menjalankan rumah tangga, gadis ini hanya memerhatikan setiap hal yang dicari oleh Nadia. “Ih seramnya ..., masa benda seperti itu dimasukan, kamu tidak ngilu?” Amira bergidik dengan roma berdiri.“N