Kecupan hangat bibir Abimana mendarat di permukaan bibir lembut Nadia tanpa ijin empunya. Sentuhan itu terasa sangat menyejukan pria ini hingga memandangi si gadis dengan makna dalam, tapi lain halnya dengan Nadia, gadis ini menggerutu, "Apa yang ka,u lakukan!""Mencium bibir kamu, sudah beberapa hari kita terpisah, saya baru saja bisa mencium kamu, tindakan saya ini wajar saja." Santai Abimana seiring mengelus permukaan bibir Nadia walau gadis ini sedikit menggeser wajahnya supaya terlepas dari jangkauan Abimana, tapi tetap saja pria itu dapat meraihnya.Kini Abimana kembali mendekatkan bibirnya dengan bibir Nadia, mempertemukan keduanya dengan sensual maka bibir di gadis dilumat menggunakan hasrat pria normal. Nadia ingin melepaskan diri, tapi punggungnya sudah ditahan Abimana hingga dirinya tidak mmapu kemanapun. Abimana menjeda sesaat lumatan bibirnya setelah beberapa lam bersentuhan. "Diamlah honey, jangan banyak bergerak," bisik sensualnya.Abimana semakin menekan penyatuan bibi
Pagi ini Nadia harus kuliah menggunakan pakaian berleher tinggi guna menutupi beberapa tanda merah yang dibuat Abimana. “Menyebalkan, saya terlihat sedang kedinginan!” umpatnya.“Pakaian seperti itu tidak terlihat buruk, sayang,” santai Abimana.“Ini sangat buruk, saya tidak suka pakaian seperti ini, lihatlah leher saya tertutup, saya tidak suka ....!” Nadia bersikukuh memersalahkan penampilannya.“Coba pakai pakaian berleher tinggi, tapi berlengan pendek supaya terlihat lebih simple,” saran Abimana.“Saya tidak punya pakaian seperti itu. Ini saja sudah sangat memaksakan beli untuk musim dingin.”“Buka bajunya,” titah Abimana. Nadia segera melakukannya karena dia pikir Abimana memiliki solusi terbaik, tapi ternyata pria itu memotong kedua lengan pakaiannya hingga tampak pendek, di bawah bahu.“Apa yang kamu lakukan, kamu merusak bajunya!” Nadia tidak habis pikir pada tingkah Abimana seiring memandangi pakaian dingin yang sudah berubah bentuk.“Itu belum selesai.” Abimana kembali menga
Nadia sudah membuat keputusan akan memutus benih yang diberikan Abimana sebelum cairan itu berubah menjadi segumpal daging, hanya saja dirinya terlalu sungkan datang ke bagian kandungan. Namun, bagaimanapun juga dirinya harus memberanikan diri. Di sela-sela istirahat, gadis ini membuka laptopnya, melihat-melihat alat kontrasepsi yang memiliki berbagai macam jenis.“Nad, kamu yakin mau pasang alat seperti itu? Itu kan pencegah kehamilan,” protes heran Amira.“Mau bagaimana lagi, saya belum siap jadi ibu,” aku terang-terangan Nadia.“Ish, saya saja mau jadi ibu, tapi kamu yang sudah menikah tidak mau!” protes tegas Amira.“Saya belum siap, kalau dipaksakan juga nanti tidak baik.” Nadia masih mengaku secara blak-blakan.“Iya deh iya ....” Amira tidak memiliki nasihat apapun karena Nadia yang menjalankan rumah tangga, gadis ini hanya memerhatikan setiap hal yang dicari oleh Nadia. “Ih seramnya ..., masa benda seperti itu dimasukan, kamu tidak ngilu?” Amira bergidik dengan roma berdiri.“N
Nadia sudah keluar dari ruangan bidan seiring mengandongi alat kontrasepsi berupa pil kb karena menurutnya ini yang paling simple. “Saya akan meminumnya malam ini untuk berjaga-jaga karena mungkin Abimana akan meninggalkan benihnya lagi.” Niat untuk memutus kehamilan sudah sangat bulat di hatinya.Dua jam kemudian, Nadia kembali ke rumah mertuanya, menemui Saraswati. “Nek, lihat ini Nadia sudah membelinya dari bidan.”“Loh, kok Nadia beli pil kb?” heran Saraswati.“Nadia belum bisa hamil, Abi harus membuktikan dulu kalau Tania tidak mengandung anaknya.”Saraswati mendesah pelan. “Iya sudah, nenek tidak akan melarang atau menyuruh Nadia, semua keputusan ada pada Nadia.”Nadia tersenyum senang mendengar jawaban Saraswati. “Terimakasih ya nek, sudah mngerti Nadia.”“Iya, nenek akan selalu berusaha mengerti cucu nenek.” Belaian lembut Saraswati sangat menenangkan Nadia.Malam harinya Nadia meminum pil kb bahkan sebelum Abimana menemuinya, segera pil itu disembunyikan di dalam tas kuliah k
Abimana bergeming sesaat untuk meninimbang keputusan. “Perluas pasaran dan berikan diskon 10%.”Segera, keputusan dicatat oleh semua orang yang hadir dalam rapat serta mendapat persetuan dari semua orang. Rapat selesai, Abimana bergegas kembali ke dalam ruangannya diikuti Riana. Pria ini duduk dengan gagah. “Apa hari ini ada pertemuan kolega?”Riana segera memeriksa catatannya. “Tidak ada tuan, hanya rapat saja, anda punya banyak waktu senggang hari ini.”“Baiklah, terimakasih,” tutup Abimana.Namun, Riana belum ingin keluar dari ruangan sang tuan. “Eu, tuan. Anda bisa meminta bantuan saya kapan saja.”“Iya, saya akan memanggil kamu saat memerlukan bantuan.” Datar Abimana. Maka segera Riana keluar dari ruangannya karena merasa tidak dibutuhkan, sedangkan Abimana berleha-leha sejenak. “Saya memiliki masalah rumah tangga yang rumit, dan dalam waktu yang sama saya harus memecahkan masalah perusahaan. Hm ... seperti inilah menjadi pemimpin di perusahaan sekaligus di rumah.”Abimana sangat
Tania mulai merasakan gejala kehamilannya, mual nan pusing sudah mulai merajalera. “Menyebalkan, di saat seperti ini tidak ada suami di samping saya.” Bayangan Abimana mengudara di pikiran, tapi sayangnya Tania belum bisa mendapatkan pria itu hingga hari ini.Panggilan segera mengudara pada Riana. “Bagaimana, kamu sudah mendapatkan kabar Abimana dan Nadia, saya tidak bisa berhenti memikirkan mereka!”“Eu ..., Tania, sabar sebentar ya, tidak perlu terburu-buru seperti ini, jaga saja kesehatan kamu.” Riana akan membuat seribu alasan untuk mengelak supaya perasaannya pada Abimana tidak terbaca oleh Tania.“Iya sudah, initinya jangan lupa kabari saya,” tandas Tania yang segera memutus panggilan.Di sebrang sana Riana menghembus udara lega karena lolos dari kecurigaan Tania. “Tidak sulit!” Bangganya. Bukan hanya taktik licik, wanita ini juga merancang rencana supaya mendapatkan Abimana dengan cepat nan mudah karena Tania hanyalah rintangan kecil untuknya bahkan Nadia juga bukan apa-apa.“M
Nadia digiring oleh Abimana semenjak dari ruangannya hingga menuju mobil. Lagi-lagi bisik-bisik tidak luput mengiringi langkah mereka. Pria ini tidak peduli, tapi Nadia tampak sangat menjadikan hal itu sebagai gangguan. “Lihatlah, gara-gara kamu mengundang saya kesini, saya jadi bahan gossip!”“Biarkan saja, mereka tidak akan berbuat lebih selain berbisik di belakang. Di sini suami kamu adalah penguasa.” Bangga Abimana dengan sikap santai nan seringai kemenengan.“Memangnya kamu tidak risih?”“Awalnya iya, tapi karena nyali mereka sebesar sebutir beras, jadi saya biarkan saja.” Masih seringai kemenangan Abimana.“Ish, tidak ada muka!” ejek Nadia yang mulai merasa penat dengan sikap santai Abimana padahal topik pembahasan dalam bisik-bisik karyawan sama sekali tidak bisa disepelekan, menurutnya.Di balik bisik-bisik tidak sedap, Abimana dan Nadia selalu mendapatkan penghormatan setiap kali berpapasan dengan karyawan. Hal itu membuat pria ini sangat angkuh karena bagaimanapun kondisinya
Bukan hanya perut Nadia saja yang dimanjakan oleh Abimana, tapi juga hati si gadis karena hari ini Nadia tidak bisa melarikan diri dari kenyataan jika Abimana memeng memesona dan membuat khilaf.“Saya sudah menyuruh sopir menjemput kamu, pulang tanpa saya ya sayang, kita akan bertemu lagi sore.” Kecupan hangat nan mesra mendarat di permukaan bibir Nadia setelah Abimana mengangkat dagu si gadis perlahan nan lembut.Abimana tidak sungkan melakukan ini walau di hadapan umum karena dirinya memang tidak ingin kehilangan Nadia sekaligus harus memberikan bukti pada netizen jika hubungannya bersama sang istri baik-baik saja.“Kamu iblis tampan!” Nadia komat-kamit tanpa sadar, tapi sangat jelas di ruang Abimana hingga pria ini tertawa penuh kemenangan di dalam hatinya.“Sayang, mobilnya yang itu, masuklah,” tunjuk Abimana pada salah satu mobil mewah, kemudian seorang sopir keluar dari dalam si kuda besi dan segera menjemput majikannya.“Lalu kamu bagiamana, apa yang akan lakukan setelah ini?”